MEMORIEL-16

11 8 5
                                    

"Kok muka lo merah, Mo?" Riel menatap wajah Memo yang memerah dan kaku. "AC-nya kurang dingin?"

"Ah, enggak kok."

"Terus, kenapa wajah lo merah banget?"

Memo mengusap pipi dengan punggung tangan lalu menggeleng pelan. "Paling, kena matahari di luar barusan."

"Oh...." Riel lalu menatap tiga makanan yang tersaji. "Lo mau makan apa?"

Pandangan Memo tertuju ke ayam geprek, cumi asam manis dan ayam goreng biasa. "Emm, ayam goreng biasa."

"Oke!" jawab Riel sambil mendorong ayam goreng ke Memo.

"Emita belinya makanan berat semua."

Memo geleng-geleng. "Dia khawatir suaminya kelaperan," jawabnya sambil membuka alat makan. "Paling pulang dari sini dia ngirim cemilan."

"Emita perhatian banget ke suaminya."

"Bener. Sangking perhatiannya sampai heboh sendiri," jawab Memo. "Tahu, nggak? Dia frustrasi banget ditinggal Josan nginep di kantor. Padahal, cuma seminggu."

Riel bisa membayangkan hal itu. "Kayaknya Emita nggak bisa jauhan dari suaminya."

"Banget! Pas masih pacaran aja nempel mulu."

"Haha."

Memo melahap ayam gorengnya sambil menatap Riel yang tampak lelah. Mata lelaki itu berkantung dan kulitnya tampak kering. Jangan tanya keadaan rambutnya, sudah pasti berantakan. "Emang, lagi banyak yang dikerjain?"

"Hmm...." Riel mengangguk. "Bentar lagi film garapan kami tayang, tapi Pak Bos ngerasa nggak puas terus. Jadinya, yah...." Dia sengaja menggantungkan kalimatnya.

"Kapan emang tayangnya?"

"Tiga minggu lagi."

"Harusnya udah beneran selesai, kan?"

Riel menatap Memo dengan lelah. "Harusnya gitu," jawabnya. "Tapi, ya, lagi-lagi karena sifat perfeksionis."

"Haha. Kalau lo perfeksionis juga?"

"Nggak juga," jawab Riel. "Mungkin dulu, iya, tapi sekarang gue sadar nggak ada yang bener-bener sempurna. Ya, kan?"

Memo mengangkat jempol. "Bener!"

Riel tersenyum. Seperti biasa, penampilan Memo dengan rambut dicepol asal. Bedanya, wanita itu kali ini mengenakan kemeja polkadot berwarna putih. "Kok nggak pakai kacamata?"

"Ha?" Memo kaget dengan perubahan pembicaraan itu.

"Penampilan lo lebih cocok kalau pakai kacamata."

"Hehe. Kalau kacamataan terus mata gue cekung."

"Nggak juga," jawab Riel.

Memo menunduk dan mengusap bagian bawah matanya dengan tangan kiri. "Menurut lo lebih pantes kacamataan atau enggak?"

Seketika Riel meletakkan alat makannya dan bertopang dagu menatap Memo. Dia memperhatikan wajah Memo yang menurutnya segar. Pipi Memo agak berisi, membuatnya tampak imut. "Kacamataan, sih."

"Kapan-kapan gue kacamataan," jawab Memo.

"Oh, ya, mau dateng ke gala premiere? Tapi, nggak janji ngasih undangan, sih."

Memo terkejut dengan kalimat itu. "Serius?"

Riel mengambil lagi alat makannya dan melahap ayam geprek, tapi cabai di atasnya sengaja dia singkirkan. "Beneran, ajak Emita juga."

"Mau!" jawab Memo cepat. "Josan nggak pernah ajak gue. Terus Emita cuma pamer foto sama artis-artis yang dateng."

"Ya udah, kali ini gue ajak."

MemorielTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang