MEMORIEL-6

19 3 0
                                    

Pukul enam lebih tiga puluh menit, Memo sampai di rumah bercat orange dengan dua lantai. Dia memakirkan mobil di halaman kemudian segera berlari ke pintu yang setengah terbuka. "Emita! Josan belum balik?"

Teriakan Memo mengejutkan Emita yang baru menidurkan Sharon. Dia menatap anaknya yang gampang terbangun, untungnya kali ini tidak. Barulah dia beranjak pelan dan keluar kamar. "Apa?" tanyanya sambil menutup pintu dan mendapati Memo duduk di sofa ruang tengah.

Memo menatap Emita yang tampak kusut dengan rambut berantakan. "Lo inget, kan, benda kesayangan gue?"

Emita mengernyit, heran mengapa Memo tiba-tiba membahas itu. Seketika dia duduk di depan sahabatnya dan menatap penuh selidik. "Gantungan kunci dari mantan?"

"Sebelum jadi mantan itu benda kesayangan gue," jelas Memo. "Inget, kan?"

"Inget, yang ilang di Korea, kan?"

"Nah, sekarang ketemu."

Sampai detik ini Emita belum mengerti maksudnya. Karena sebuah gantungan kunci, Memo datang ke rumahnya dengan heboh ? Sungguh tidak sebanding.

Memo sedikit bingung dengan reaksi Emita yang hanya diam. "Kok diem?"

"Terus gue harus bilang, ommo-ommo gitu?"

"Simpan dulu, gue belum pada intinya."

Emita menggaruk kepala. Memo kadang sangat aneh dan tidak bisa ditebak tingkahnya. "Jadi, intinya?"

"Gantungan itu ada di temannya Josan."

"Hah? Josan?" Barulah Emita menunjukkan ekspresi lain. "Lah, kok bisa?"

Memo mengangkat bahu. "Tiga tahun gue kehilangan jimat gue, ternyata ada yang nemu. Orang Jakarta pula."

"Gue berharap yang nemuin penduduk deket Amazon aja, biar gantungan itu nggak balik ke lo," canda Emita. "Mo, udahlah, ngapain heboh gara-gara barang dari mantan?"

"Menurut gue itu...."

"... jimat?" potong Emita. "Heran, di zaman modern lo masih percaya gituan."

Katakanlah Memo memang aneh. Namun, dia sangat menyayangi benda itu. Sebelumnya tidak ada seseorang yang membuatkan benda buatan tangan untuknya. Selain itu, banyak kenangan saat dia wawancara kerja, diterima kerja, jalan-jalan, dan benda itu selalu menggantung erat di tasnya. Herannya saat di Korea, benda itu terlepas.

"Gue harus dapetin itu!" ujar Memo penuh tekad.

Emita geleng-geleng. "Ceritain aja pertemuan lo sama Riel gimana?"

"Nah, si Riel itu yang bawa gantungan kunci gue."

"Wah, ini baru namanya takdir." Emita memajukan tubuh dan tampak antusias. "Terus, tuh, cowok?"

Memo mengangkat bahu. "Telepon gue nggak diangkat, chat gue nggak dibales. Nyebelin banget, kan?"

"Mo, gue tahu lo ekspresif, cuma jangan terlalu agresif gitu ngejar cowok."

"Ngejar cowok?" Memo refleks berdiri. "Maksud lo gue ngejar Riel?"

"Emang gitu, kan?"

"Siapa yang ngomong?"

"Josan."

Memo kembali duduk sambil membingkai kepala. Sekarang dia mengerti mengapa Emita mulai merencanakan kencan untuknya. "Gue lebih penasaran kenapa gantungan itu bisa sama dia. Bukannya naksir!"

Emita sedikit kecewa mendengar hal itu. "Tunggu, deh. Bisa jadi Riel yang nemuin gantungan itu pas jatuh."

"Gue juga ngerasa gitu," gumam Memo. "Josan balik jam berapa? Gue minta dia buat ajak Riel."

MemorielTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang