MEMORIEL-12

14 4 1
                                    

Tidak banyak yang dilakukan Riel ketika pagi hari. Setelah bangun tidur, dia segera membuat teh atau kopi dan meminumnya sambil menonton video atau berita. Setelah itu membereskan kamar kemudian mandi. Barulah menjelang siang, dia ke kantor. Namun, jika ada pekerjaan yang terlampau banyak, biasanya dia izin tidak ke kantor dan mengejarkan di rumah. Barulah saat akan selesai ke kantor, biasanya menjelang sore.

Kali ini, Riel datang usai jam makan siang. Suasana kantor tampak sepi, bahkan meja resepsionis juga kosong. Dia mempercepat langkah menuju lift dan menuju lantai tiga. Keadaan di lantai tempat kerjanya juga tidak jauh berbeda. "Orang-orang ke mana, sih?" Dia berbicara agak kencang.

"Di balkon!" Kemudian ada yang menanggapi.

Riel berbalik, melihat pintu balkon yang terbuka lebar. Lantas dia menuju pintu dan melihat Josan yang menyeduh kopi instannya. "Sepi amat. Anak-anak ke mana?"

"Sebagian meeting, sebagian belum dateng," jawab Josan tanpa mengalihkan pandang. "Cuma gue penunggu paling lama."

"Haha. Pantes muka lo buluk!"

Josan sontak menoleh. Dia memperhatikan Riel yang mengenakan kaus kebesaran dan celana jeans belel. Matanya memicing, merasa wajah Riel tampak berseri. "Ada hal bahagia apa, nih?"

"Apaan?" Riel mendekat. Dia meletakkan tas di samping kursi lantas duduk. "Gue kemarin ketemu Memo."

"Buat minta maaf?"

"Sialan lo ngerjain gue."

"Hahahaha...." Josan tertawa terbahak. "Gue nggak nyangka seorang Riel bisa percaya omongan gue."

Riel memandang Josan lelah. "Gue takut beneran."

"Terus, gimana reaksinya?"

"Kagetlah." Riel ingat dengan mata Memo yang membulat melihat kehadirannya. "Ternyata, dia suka Tom And Jerry."

"Emang iya?"

"Bukannya kalian temenan dari lama?"

Josan menggeleng. "Gue temenan sama dia karena Emita," jelasnya. "Selain itu gue nggak tahu."

"Kirain."

"Emang iya tuh bocah suka Tom and Jerry? Pas, deh, dia kayak Tom yang gampang dikerjain," jawab Josan dengan geli.

Riel ikut terkekeh. "Ternyata anaknya nggak seburuk itu."

"Wah! Lo ngerasa Memo buruk?" Josan menatap Riel penuh selidik. "Dia orangnya asyik, asal lo nggak nutup diri."

"Hmm...." Riel tanpa sadar tersenyum. Karena sifat Memo yang supel, dia hampir menceritakan kehidupannya.

Josan mendekat, melihat Riel yang senyum-senyum sendiri. Selama berteman dengan lelaki itu, dia tidak pernah melihat tindakan aneh itu. Josan manggut-manggut, merasa ada sesuatu. "Sekarang deket sama Memo?"

"Enggak, sih."

"Lo bakal gampang akrab sama Memo," ujar Josan. "Bukan baik-bakin dia, tapi kenyataannya gitu. Gue ngalamin sendiri soalnya."

Riel tahu, Memo memang supel. Dia yang sulit dekat dengan orang saja merasa nyaman dengan wanita itu. Padahal, baru beberapa kali bertemu. "Udahlah! Kerja!" Dia sengaja tidak memperdalam bahasan itu.

Josan menegak minumannya hingga tandas. Barulah dia berdiri. "Kapan-kapan kita ngumpul di rumah."

"Nggak janji!" Riel menyampirkan tas di pundak lalu berjalan lebih dulu. Dekat dengan Memo, bukan berarti mudah diajak berkumpul bersama. Itungannya dia masih orang asing di antara Memo, Josan dan Emita. Meski, kesannya dia menutup diri.

MemorielTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang