PERMULAAN

0 0 0
                                    

Aku sedang menarik koper saat seseorang bertubuh tinggi menabrak ku hingga terhempas dan koper yang kupegang ikut terlepas dan meluncur ke arah berlawanan. Kudengar dia mengumpat lalu berbalik dan menoleh ke arahku yang sedang merintih kesakitan. Aku berusaha bangkit, dan dia hanya memandangiku,tanpa berniat membantu sedikit pun. Tangan kanannya memegang sebuah ponsel yang masih menempel di telinga.

"Dimana matamu?" Tanyaku sarkastik."kau bahkan hanya memandangiku seperti orang yang tidak bersalah"

Dia berbicara di ponselnya tanpa merespon ucapanku, tapi pandangannya ditujukan padaku. "Dasar laki-laki brengsek. Apa kau mendengarku?" Aku berjalan mendekat. Emosiku memuncak. Dia tampak tetap tidak perduli. Dia terus berbicara dengan lawannya di seberang sana. Wajahnya memerah. Guratan-guratan urat menonjol di sekitar keningnya.

"Apa kau mendengarku?" Tanyaku sekali lagi. Aku balik menatap matanya yang nyalang. Dia sama sekali tidak mendengarkanku tapi matanya tertuju padaku. "Apa kau mendengarku lelaki brengsek?"

"Diamlah!" Teriakannya membuat puluhan orang yang berlalu lalang di bandara menoleh ke arah kami. Matanya memerah, dia seperti banteng yang mengamuk. Membentak ku, membuat darahku berdesir. Aku merasakan sesuatu, tidak asing tapi begitu menyakitkan. Kilat membara dimatanya mengingatkan aku pada seseorang. Seseorang yang baru saja kutinggalkan. Dia seolah kembali dengan wujud lain, membuat sekujur tubuhku melemah. Pandanganku mengabur dan semua terasa ringan dan gelap.

Aku kembali lagi ke tempat ini. Ribuan pasir dengan hawa panas yang menyiksa. Sungguh, aku membenci suasana ini. Aku tidak suka panas. Dia berdiri disana. Lelaki yang sangat kubenci. Memandang ke arah lain sambil berteriak "diamlah!". Cahaya matahari seakan membakar kulitnya.

"Keluarkan aku dari sini!" Aku berteriak sekeras mungkin. Berharap seseorang muncul dan menolongku. Dia tetap melakukan hal yang sama. Berteriak hingga kerongkongannya parau.

"Seseorang tolong aku" aku berjalan mendekat ke arahnya. Pertama kali kulakukan setelah mengalami mimpi ini berpuluh-puluh kali lalu. Semakin mendekat dan dia tiba-tiba menoleh. Membuat bulu kudukku berdiri. Untuk pertama kalinya dia menatapku, kami saling bertatapan untuk waktu yang lama. Pandangan matanya berubah menjadi sayu. Aku merasakan sesuatu lewat matanya. Ada secuil rasa rindu. Menyentil hatiku, perasaanku, kerinduan yang membuncah dan hampir meledak.

"Aku merindukanmu" satu kalimat yang kudengar saat mataku terbuka dan sekeliling yang terlihat tidak stabil dan berputar-putar.

"Halo, nona. Apa kau baik-baik saja?"

Aku membuka kedua mata dengan lebar setelah merasa cukup sadar. Aku berbaring di sebuah sofa. Dan lelaki yang tadi menabrakku duduk sambil memandangi wajahku dengan raut khawatir dan wajahnya terlihat pucat.

"Apa kau baik-baik saja?" Kalimat itu meluncur lagi dari mulutnya. Tapi sungguh, dia terlihat khawatir.

"Ya" aku berusaha bangkit. Memandangi sekitar. Kepalaku terasa berdenyut dan pusing. "Bisa kuminta air? Aku butuh air. Kerongkonganku terasa sakit dan kering" kataku sambil menyibak beberapa anak rambut yang bersilangan di wajahku. Menutupi pandangan.

"Tentu saja" ucapnya lalu pergi. Aku memegangi lenganku yang masih sakit. Beberapa saat kemudian dia datang membawa sebotol air mineral.

"Minumlah"

Aku meneguk beberapa kali lalu memberikannya pada lelaki yang sekarang sibuk lagi dengan ponselnya. Saat melihatku duduk dengan tatapan mata ke arahnya, ia mematikan ponsel lalu berjalan ke arahku.

"Aku minta maaf atas kejadian barusan. Aku benar-benar diluar kendali. Aku punya beberapa masalah yang begitu mengganggu akhir-akhir ini. Tapi..." Dia menyipitkan mata. "Apa anda punya penyakit yang serius? Kenapa anda bisa pingsan hanya karena aku membentak? Anda punya gangguan...maaf.." kalimatnya menggantung di udara. " Gangguan mental?" Kini alis matanya menukik tajam.

AUSTIN (Sean)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang