E M P A T

0 0 0
                                    

Ann menggeliat seperti ulat. Kekuatannya hampir saja membuat cekikanku terlepas. Ann berteriak, merasakan ngilu di punggungnya. Aku terkesiap, menekan dada dan lehernya lebih kuat. Mengangkat kaki kanan untuk menahan dadanya. Ann berteriak. "Sakit" teriaknya lagi.

"Kau memperlakukanku seperti hewan, Ann. Kau bibi yang buruk. Kau selalu memukulku, membuat cacat seluruh tubuhku dengan puntung rokokmu.  Menendang ku, menenggelamkanku dalam bak air. Kau yang pembunuh. Matilah kau" aku menekan-nekan lehernya tanpa ampun. Darahku terasa mendidih. Aku mulai kehilangan akal sehat. Ann menutup mata. Tidak ada perlawanan lagi. Aku tetap menekan lehernya saat Ann mulai menutup mata, dengan kepala oleng ke kiri.

Aku terkesiap. Ann terletak tidak berdaya. Wajahnya pucat, darah segar mengalir dari punggungnya. Ada banyak cap darah di lantai, di tanganku, bajuku penuh dengan darah. Aku berdiri di ambang pintu. Menatap Ann. Seperti mayat yang mati dengan cara mengenaskan.

Aku telah membunuh Ann.

Aku berlari keluar. Mengedarkan pandangan ke sekeliling. Sunyi. Tiba-tiba sebuah motor datang ke arahku, menyorot seluruh tubuhku dengan cahaya putih terang.

"Astaga. Lihat apa yang kita temukan" pekik seorang lelaki muda saat turun dari motor.

Mereka tampak waspada saat melihatku berdiri dengan tubuh bergetar hebat sambil berlumuran darah. Aku bahkan tidak mampu menginjakkan kaki. Aku terlalu takut.

"Apa yang terjadi,nona?"

"Jangan dekati dia Ed, fokus pada tujuan kita" teman lelakinya yang masih berada di atas motor dengan helm hitam dan pakaian serba hitam memperingatkan temannya.

"Ayolah, Jaden baru saja tiba dirumah itu. Butuh lebih banyak berlian dan emas" Sela Ed, lelaki muda yang sedang memandangiku dengan intens.

"Apa yang terjadi, nona?" Tanyanya sekali lagi.

"Tolong aku" kataku lirih. Suaraku bergetar karena ketakutan. Tubuhku terasa lemah.

"Apa? Aku tidak bisa mendengarmu" dia berjalan mendekat.

"Ed!" Temannya memperingatkan." Dia bukan urusan kita. Cepat panggil Jaden keluar. Kita bisa ketahuan jika kau terus memperhatikan hal lain"

"Katakan sesuatu nona. Apa terjadi sesuatu denganmu?" Ed tidak memperdulikan peringatan temannya.

"Sepertinya aku baru saja membunuh seseorang" kataku tersendat-sendat. Tidak mampu menahan air mata yang telah memuncak. Aku menangis tergugu. Menatap mereka dengan tatapan memelas.

"Tolong aku. Aku tidak berniat sama sekali. Tapi dia berusaha membunuhku. Dia ingin melukaiku. Tolong percaya padaku"

"Dimana dia?"

"Ada di dalam." Kataku sambil menunjuk pintu. Ed berlari masuk, kuikuti dari belakang.

"Ed, bodoh" teriakan temannya tidak menghentikan langkah Ed. Dia terperanjat kaget saat melihat Ann dengan tubuh tidak berdaya. Terletak dengan darah segar yang mengalir di punggungnya. Ed berjalan mendekat, berjongkok, meletakkan jari telunjuk di hidung Ann.

"Dia masih hidup" gumamnya. Dia tidak mati. Dia masih hidup. Dia hanya pingsan. Masih bernafas".

"Tolong aku" kataku sambil memegangi tangannya.

"Aku harus pergi"

"Kumohon bawa aku pergi dari sini" kataku sambil terus mengikutinya. Memegang lengannya, hingga jaket putihnya mengenai darah yang menempel di tanganku.

AUSTIN (Sean)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang