S E P U L U H

0 0 0
                                    

Harry pulang tadi pagi. Sedangkan aku tetap di apartemen hingga malam menjemput. Besok aku bertemu Fraklyn. Malam ini tidak ada agenda apapun. Aku memutuskan mendengar beberapa lagu lama yang dulu sering kuputar saat sedang merasa jenuh dan bosan.

Tok..tok..tok..

Suara ketokan pintu membuat perhatianku yang tengah menikmati lagu teralih.

Tok..tok..tok

Suara itu muncul lagi. Aku berjalan menuju pintu. Dan betapa terkejut ketika mendapati sesosok pria berambut legam dengan belahan dagu yang dalam berdiri dengan sebelah alis yang terangkat.

"Austin?"

"Hai, nona pingsan. Apa kabar?"

"Darimana kau tahu aku tinggal disini?"

"Apa nona perlu tahu, siapa yang memberi tahu alamat nona padaku?"

"Tentu saja. Itu,kan privasi. Anda termasuk orang asing yang sembarangan mengetuk pintu orang lain"

"Aku bukan orang asing. Aku Austin Moeremans. Si pria tampan yang banyak diincar gadis-gadis"

"Bukan urusanku"

"Kalau begitu boleh aku masuk?"

"Tidak!"

"Olivia, aku tidak seperti yang kau bayangkan. Aku hanya ingin kau tetap normal disaat-saat seperti ini."

"Jadi, apa kau pikir selama ini aku gila?"

"Bukan itu maksudku. Dengarkan aku dulu, aku tidak..."

"Austin, jangan mendekat. Aku tidak ingin mendengar apapun darimu. Sekarang pulanglah ke rumahmu. Aku bisa menjaga diriku sendiri"

"Tapi kau tidak bisa sendirian. Bayangan itu pasti akan datang, kan?"

"Apa Fraklyn memberi tahu mu?"

"Tidak"

"Darimana kau tahu keadaanku? Apakah seorang psikiater yang profesional memberi tahu orang lain soal keluhan pasien nya dengan sembarangan?"

"Olivia, tolong jangan berburuk prasangka. Aku hanya ingin memastikan kau baik-baik saja. Tidak ada maksud lain"

"Pantas saja kau menganggap ku tidak normal,ya? Atau kau pikir aku hanya bergurau soal hal aneh yang sedang kualami dengan menganggapku sebagai gadis dengan gangguan jiwa yang suka mengarang sebuah cerita? Benar,bukan?"

"Tidak seperti itu, Olivia. Jika memang aku mengganggu, aku akan pulang. Maaf jika mengganggu waktumu"

Austin menghilang. Aku melangkah keluar, tidak ada tanda-tanda keberadaan Austin lagi.

Apa yang baru saja kukatakan?
Apa aku marah padanya? Tanpa sebab? Hanya karena dia datang?

"Austin!" Teriakku di parkiran apartemen. Tidak ada siapapun lagi. Aku mendengus kesal. Menyesali tindakanku yang memang terkesan aneh.

Fraklyn. Dia adalah satu-satunya yang bisa kuhubungi untuk mengetahui keberadaan Austin. Sambil setengah berlari menuju apartemen tanpa alas kaki, aku menyambar telepon yang terletak diatas nakas. Mencari nama Fraklyn.

"Dapat" berseru seperti baru saja memenangkan sebuah game. Fraklyn memberi alamat Austin padaku. Siang itu, aku langsung pergi menuju kediaman Austin yang ternyata tidak terlalu jauh dari apartemen milikku.

AUSTIN (Sean)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang