D E L A P A N

0 0 0
                                    

"Kita impas" Kata Harry sambil melirik Austin yang kini sedang berusaha memperbaiki kancing bajunya yang tidak teratur. Memperlihatkan setengah dadanya yang bidang. Lalu menyugarkan rambut beberapa kali, melirikku dengan tatapan menyeringai. Aku mendengus kesal, mendekat pada Harry dan mengangkat kepalan tinjuku. Namun ia malah tertawa, lalu tersenyum pada kerumunan wanita yang berada di dekat meja prasmanan. Wanita-wanita itu berteriak histeris sambil menggaet salah satu wanita bergaun merah tua yang tampak salah tingkah.

Austin mendekati mereka, mencium pipi mereka satu persatu dan meminta satu gelas anggur pada bartender. Wanita itu menatap mata Austin dengan intens, memegang dadanya lalu berbicara lalu tertawa. Wanita-wanita itu meninggalkan mereka berdua.

"Olivia, apa kau lapar?"

"Tidak" kataku sambil buru-buru mengalihkan perhatian dari dua sejoli yang sedang asyik berbincang di dekat meja prasmanan. Namun Harry tidak luput dari penglihatannya. Ia melihat ke arah Austin dan wanita yang sedang berlagak romantis.

"Dia mantan pacar Austin sewaktu kuliah. Mereka berpacaran dalam waktu singkat, hanya sekitar tiga bulan, lalu putus. Dan sekarang dia mendekatinya seolah-olah sedang memberi harapan. Sangat palsu" Harry menggeleng-gelengkan kepala.

Aku hanya bisa tertawa. Lelaki playboy itu menatap kami, lalu berjalan mendekat dan menyugarkan rambutnya terus-menerus.

Sok tampan sekali

"Lihatlah, bagaimana wanita-wanita itu menatapku. Buas, seperti ingin menerkam ku"

Harry berdecih." Tolong turunkan sedikit tingkat kepercayaan dirimu. Itu terdengar berlebihan"

"Baiklah. Aku ingin bertanya pada si gadis pingsan dengan gaun kuning terang berkilaunya. Apa menurutmu aku tampan?"

"Berhenti bergurau" Harry menahanku dengan tangannya.

"Ayolah, ini hanya lelucon singkat."

"Tidak lucu sama sekali"

"Aku hanya ingin mengenal Olivia lebih dalam. Itu saja. Dia begitu menarik perhatianku karena gaunnya. Kau tahu, warna favoritku adalah kuning"

Warna favoritku adalah kuning!

"Tidak ada hubungannya. Cobalah untuk melakukan kegiatan lain  dari pada mengganggu dia. Dia butuh ketenangan dan kenyamanan. Kau tidak boleh mengusiknya"

"Aku tidak akan mengusiknya. Bagaimana kalau kita berbincang di luar? Sepertinya lebih nyaman dan tidak bising"

Sekilas Harry melirikku.

Suara ketukan boot berdetuk di jalan ketika aku dan Austin memutuskan keluar dari hotel dan berjalan-jalan beberapa menit yang lalu. Awalnya aku sempat ragu pada tawaran si playboy yang terus-menerus mencari perhatian pada wanita ini, tapi setelah kuperhatikan dengan baik, dia  hanya bermaksud minta maaf padaku. Atas kesalahan lamanya yang memang sungguh keterlaluan.

Langkah kakiku terhenti ketika aku mengingat sesuatu. "Apa kau benar-benar suka warna kuning?" Aku membalikkan badan. Menatap raut datar Austin dengan separuh dada yang menganga karena kancing atas kemeja yang terbuka. Rambut gelapnya berantakan karena ulah angin. Kami bertatap dalam beberapa detik.

"Ya. Aku menyukai kuning sejak anak-anak" katanya sambil membalas tatapan mataku. Aku merasakan sesuatu. Darahku kembali berdesir. Tatapan mata, rambut, warna retina, dan bentuk tubuh.

Kenapa sama persis?

Buru-buru membalikkan badan dan sialnya, tumit boots ku sedikit oleng ketika ingin memutar badan dengan secepat kilat. Alhasil aku tersungkur di aspal.

AUSTIN (Sean)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang