CHAPTER 31

34.6K 2.9K 141
                                    

CAMERON'S POV

Kami berdua tidak berbicara sama sekali saat perjalanan pulang. Bahkan, Dani memilih untuk duduk dua baris di belakangku saat kami menaiki pesawat untuk menuju ke London. Aku menatap langit dan memori kejadiaan kemarin malam kembali menghantuiku. Aku bertaruh kalau memori itu akan selalu melekat pada otakku.

Sentuhan tangannya pada tubuhku. Aroma tubuhnya. Ekspresi wajahnya saat aku menyentuhnya. Semuanya terekam jelas pada otakku dan aku akan membawanya sampai mati. Best sex I ever had. Dan, bagaimana mungkin aku bisa melepaskannya setelah apa yang kualami semalam? Semua tentangnya membuatku kecanduan.

Tenang, Cam. Tenang. Kau harus melepaskannya itu yang terbaik baginya. Kau sudah menjebaknya untuk menjadi tunanganmu. Merampasnya dari keluarga dan teman – temannya. Merampas kehidupan normal dan tenangnya. Melemparkannya pada para buaya yang berebut untuk menghancurkannya. Dia pantas mendapatkan kehidupan yang lebih baik dibandingkan kehidupan menjadi tunanganmu.

Dia bisa menjadi seorang dokter hewan yang terkenal. Memiliki suami yang normal yang tidak berkaitan dengan wartawan. Memiliki mungkin dua anak yang sangat lucu. Aku memejamkan mataku ketika membayangkan kalau Dani pasti akan menikah dengan seorang pria lain suatu hari nanti. Aku bertanya – tanya dalam hati – apakah dia akan mengingatku sepuluh tahun nanti?

Walaupun terdengar egois, tapi aku berharap dia tidak akan bisa melupakanku dan akan terus mengingatku.

Aku menoleh ke belakang dan melihat Dani sedang melamun menatap keluar jendela pesawat. Tatapannya kosong dan sedih. Aku menahan diriku untuk tidak segera mendatanginya untuk memeluk dan menghibur. Tenang, Cam. Tenang.

*******

Ya. Ya. Harusnya aku tahu Adele tidak akan membiarkanku beristirahat sedikit pun. Karena, saat aku mengantar Dani menuju kamar hotelnya – aku menemukan father dan Adele sudah menunggu di dalam kamar Dani.

Aku bisa merasakan tubuh Dani yang menegang ketika melihat keberadaan Adele dalam kamarnya. Aku menyuruhnya untuk beristirahat dalam kamar karena aku tidak ingin dia mendengar pembicaraan kami dan menyakitinya lebih banyak lagi. Tanpa menatapku, Dani langsung mengikuti permintaanku. Kurasa dia juga tidak tahan harus berada dalam satu ruangan dengan Adele.

Aku menatap perempuan yang sangat kubenci itu duduk di depanku. Adele Taylor tersenyum penuh kemenangan saat aku mengatakan kalau aku akan menyetujui permintaannya. Father yang duduk di sebelah Adele, menundukkan kepalanya tampak sangat malu. Saat itu aku juga merasa sangat marah dengan pria itu – aku ingin memakinya, aku ingin menyakitinya. Tapi, dia adalah ayahku, orang tuaku. Dan, aku sangat menyayanginya.

"Ah.. bagaimana liburaanmu dengan pelacurmu itu, Cam?" tanya Adele dengan suara pelan.

Aku berusaha keras meredakan emosiku. "Dia bukan pelacurku, Adele. Dani adalah perempuan yang akan kucintai selamanya bukan dirimu, walaupun nanti aku akan menikahimu."

Senyum kemenangan Adele meredup dan menatapku dengan wajah marah. "Aku akan menyebarkan foto perselingkuhan ayahmu kalau sampai aku melihatmu berhubungan lagi dengan perempuan itu."

Aku tertawa mendengar ancamannya. Bukan jenis tertawa senang, tapi tawa penuh kemarahan. "Adele. Jangan mengira kalau kau bisa menguasaiku dengan ancaman foto itu. Aku bukan tipe pria yang bisa kau ancam. Aku akan menyebarkan segala kejahatan ayahmu ke pihak berwajib. Pajak. Ayahmu melakukan penggelapan pajak. Jika aku jatuh, kau juga jatuh Taylor."

Wajah Adele memucat. Aku dan Adele memiliki beberapa sifat yang sama. Aku mengenalnya dari kecil dan aku membenci kenyataan kalau aku mengetahui sifatnya. Saat berpacaran dengannya dulu, aku merasa sifat tidak mau kalahnya itu merupakan sisi liarnya yang mungkin aku sukai. Tapi, ketika aku menyadari kalau aku tidak akan bisa lepas darinya. Aku mencari celah untuk menjatuhkan Adele. Aku harus memiliki senjata untuk mengancamnya.

His Royal Bride (FINISH)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang