CAMERON'S POV
"Cameron. Kau tidak memberitahu akan datang?" tanya Jenny ketika aku baru saja memasuki rumahnya. Jenny adalah ibu dari Daniel, salah satu wanita favoritku selain Grandmother. Saat aku lebih kecil, aku seringkali iri melihat Daniel memiliki ibu yang sangat menyayanginya. Kadangkala, aku membandingkan Jenny dengan mother. Dan aku rela melepaskan gelarku sebagai salah satu keturunan bangsawan kalau saja aku bisa memiliki keluarga yang normal
"Jenny" Aku mencium kedua pipinya, membuat Jenny terkikik. "Kau masih terlihat sangat cantik, walaupun dengan umurmu yang tidak bisa dibilang muda."
"Masih saja pintar merayu wanita. Pantas saja majalah memberitakanmu sering bergonta – ganti pacar."
Aku tersenyum, tidak berusaha untuk membetulkan perkataannya. Pasti semua orang memiliki pemikiran yang sama. Well, setidaknya sahabatku tahu yang sebenarnya. "Dimana Daniel?" tanyaku kepada Jenny.
"Dia ada di kamar mandi. Lebih baik, kau menunggu di kamarnya," ujar Jenny tersenyum.
Tanpa buang – buang waktu, aku segera berjalan menuju ke kamar Daniel yang sudah sangat kukenali. Aku membuka ruang karamarnya yang masih terlihat sama seperti terakhir kali aku kemari, kecuali sekarang dindingnya di penuhi oleh beberapa foto dirinya bersama seseorang yang membuatku terpaku.
Aku tertawa melihat kebetulan yang tidak biasa ini. Seolah – olah takdir memang menginginkan aku bersama dengannya. Aku menatap foto di samping Daniel itu. Dia sangat cantik. Calon istriku terlihat sangat sempurna. Walaupun, dia merasa dirinya aneh, agak liar, dan tidak cantik. Tapi, aku menemukan bahwa dia sangat menarik, pintar, bijaksana, dan memiliki pendiriannya sendiri.
"Apa yang kau lakukan disana?" tanya sebuah suara dari belakangku, membuatku terkejut.
"Kau membuatku jantungan," ujarku memegang dadaku ketika melihat Daniel. "Apa dia sahabatmu?" tanyaku menunjuk foto di dinding pura – pura bodoh.
Daniel menatapku dengan pandangan curiga. "Jangan berpikiran macam – macam." Dia menjauhiku, berusaha memakai kaosnya. Aku melihat sebuah foto bayi dan aku berusaha menahan tawa. "Maddy akan membunuhku, jika terdengar gosip kalau aku memajang foto seorang perempuan."
"Ayolah. Aku hanya bertanya kepadamu bukan ingin menyebarkan gosip."
"Dia sepupuku."
"Mengapa baru sekarang kau memajang fotonya?" tanyaku dengan penasaran.
"Karena aku kalah taruhan dengannya." Mata Daniel membelalak ketika dia secara tidak sengaja memberitahuku sesuatu yang harusnya tidak boleh kuketahui. "Jangan katakan kepada Maddy. Kau tahu kan bagaimana dia membenci kalau aku membuat sebuah taruhan."
Aku menggelengkan kepalaku. Daniel dan Maddy pernah bertengkar hebat karena Daniel membuat sebuah taruhan yang menyakiti Maddy. Walaupun, aku tahu kalau sahabatku ini sama sekali tidak bermaksud menyakiti hati Maddy.
"Lalu kau taruhan?" tanyaku berusaha menebak.
Daniel menganggukan kepala. "Aku membuat taruhan kalau Dani bisa membuat keributan sebanyak enam kali selama satu semester tanpa dikeluarkan dari sekolah – aku akan memajang foto dirinya dan diriku di kamarku selama satu tahun. Dan, sepupu liarku itu berhasi melakukannya hanya dalam waktu tiga bulan. Bayangkan, tiga bulan," ujarnya dengan kaget.
"Tapi, kau bisa melepaskannya, bukan? Maksudku, dia tidak akan tahu kalau kau memasang atau tidak fotonya."
"Nate yang akan memberitahunya. Aku tidak tahu ada hubungan apa antara Nate dan Dani. Nate seperti menuruti semua perintah sepupuku gilaku itu," ujar Daniel dengan frustasi.
KAMU SEDANG MEMBACA
His Royal Bride (FINISH)
Fiksi RemajaCameron LeGross bertekad untuk menemukan calon istrinya sendiri, tanpa bantuan orang tuanya. Menuruti kata temannya, dia menggunakan chatting room untuk menemukan jodohnya. Pilihannya jatuh kepada Daniella Spring yang tomboy. Dengan gangguan dari pa...