18. Cewek Freak

1.5K 241 51
                                    

Cowok dengan balutan seragam putih abu-abu yang melekat sempurna pada tumbuhnya, serta sepatu Vans yang menjadi pelengkap penampilannya. Kini tengah terdiam dianak tangga ke-tiga rumahnya. Matanya memicing menatap dua orang yang juga menatapnya. Dia melanjutkan langkahnya saat Fina mamanya memanggil.

"Saga sini!"

"Ada apa Ma?" Tanyanya.

"Kami mau bicara sama kamu, serius." Ucapnya menekankan kata serius.

"Saga mau berangkat sekolah Ma."

"Sebentar." Ucap Papanya.

Dia mengalah dan mendudukkan dirinya di sofa ruang keluarga rumahnya.

"Papa Mama mau pisah." Ucapnya langsung ke intinya.

Saga tak terkejut mendengarnya. "Terserah! Lagian pendapat Saga nggak pentingkan disini?" Ucap sudah tak perduli.

"Bukan gitu Saga."

"Kalo bukan gitu jangan pisah!" Suaranya bergetar. "Kenapa diem? Nggak bisa kan? Ya udah nggak usah di omongin terus! Saga capek Ma Pa." Dia meraih tasnya bersiap meninggalkan ruang keluarga.

"Kami udah nggak cocok satu sama lain." Suara sang Papa membuat langkahnya terhenti.

"Ya udah! Saga nggak punya pilihan kan? Lagian Sagakan buka siapa-siapa disini, jadi pendapat Saga nggak penting kan disini?"

Bohong jika dia tidak kecewa, dia sangat kecewa kenapa dia merasa hidup sangat tidak adil padanya.

Leo dan Fina memandang punggung anaknya yang mulai menjauh dari jangkauan mereka. Dengan perasaan yang sulit diartikan.

---

"Ra, cepet keluar sarapan!" Panggil mamanya dari luar kamar.

"Iya sebentar, Ma!" Ucapnya masih sibuk mencari buku kimianya.

"Cepet! Nanti kamu bisa telat! Udah hampir jam tujuh loh."

"Iya aku lagi nyari buku kimia ku. Belum ketemu!"

"Ya udah cepet! Mama tunggu di meja makan."

"Mana coba? Perasaan semalem gue taruh di meja." Gumamnya hampir menyerah.

Dia melihat ke sekeliling kamarnya tapi tetap tidak menemukan buku kimia miliknya. Otaknya bekerja cepat mengingat-ingat dimana dia menaruhnya.

"Rumah Dania!" Pekiknya saat mengingat kemarin mereka sempat mengerjakan tugasnya bersama. Sebelum Dania mengajaknya melihat Marco yang sedang bertanding basket kemarin.

Dia segera mengambil tasnya dan keluar dari kamar menghampiri kedua orangtuanya, yang sedang menyantap sarapan paginya.

"Mapa!" Panggilnya. "Aku berangkat dulu ya!" Pamitnya mencium punggung tangan orang tuanya.

"Loh nggak sarapan dulu?" Tanya Papanya.

"Gampang nanti bisa beli di kantin! Soalnya udah jam segini keburu telat nanti. Dah... Sayang kalian!" Ucapnya melambaikan tangannya.

"Anak kamu tuh!" Ucap Mira Mama Aurora.

"Iya lah, emang aku yang buat." Kekeh Mario Papa Aurora asal.

"Mariooo!" Geram Mira menatap Mario tajam.

Yang di tatap justru menampakkan wajah konyolnya. "Bener kan?" Tanyanya tanpa beban.

AURORATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang