48. Mayat Hidup

237 8 0
                                    

Yok mabar Gabut banget nih😮‍💨***

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Yok mabar
Gabut banget nih😮‍💨
***

Selamat membaca:)
semoga kalian suka ya🤭

"Bos udah seminggu lo kayak gini," Ucap Jerry duduk di sebelah Saga. "Ngeliat lo kayak gini gua jadi miris ngeliatnya, udah kayak mayat hidup tau gak lo."

Saga menatap Jerry tak minat, matanya menatap keluar jendela kelasnya tepatnya di lapangan. Di sana ada kelas X IPA 1 yang sedang berolahraga dan tentu Aurora juga ada di sana. Sudah seminggu sejak mereka berdua putus dan begini lah kondisinya. Seperti mayat hidup yang tak tau harus berbuat apa. Cewek itu menjauh darinya tak mau bicara atau sekedar membalas sapaannya. Sekarang ini mereka sudah kembali menjadi dua orang asing.

Jerry menepuk pundak Saga saat sadar cowok itu terus melihat ke lapangan dimana ada Aurora di sana. "Kalo lo beneran suka lo perjuangin, diman lo yang biasanya gak pernah nyerah Ga?" Ucap Jerry namun Saga masih terdiam tak merespon.

"Gue gak tau apa alasan lo kayak gini, tapi gue yakin setelah lo mukulin gue kemaren karna belaian Aurora...," Jerry menjeda kalimatnya. "Kayaknya lu udah kejebak sama permainan lu sendiri dan sebagai temen yang baik gue cuman mau ngingetin."

"Gue gak tau apa alasan lo berubah kayak gini, tapi saran gua Jangan sia-siain cewek sebaik Aurora. Kejar terus sebelum makin sulit di gapai, Ga!" Ucap Jerry yang membuat Saga menatapnya dengan tatapan yang sulit untuk di artikan.

"Lo bener, Jer. Cewek kayak Aurora gak bisa di sia-siain begitu aja." Ucap Saga sebelum pergi meninggalkan Jerry dan berlari keluar kelasnya ntah mau kemana.

Ajun yang tak sengaja di lewati Saga berteriak heran. "Buset bos kagak usah lari juga napa, anaknya masih anteng noh di lapangan." Teriak Ajun namun tak di hiraukan Saga.

Saga berlari tak menghiraukan tatapan heran dari banyak orang. Sekarang ini yang ada di otaknya hanyalah bagaimana agar cewek itu mau memaafkannya.

Dia berjalan dengan nafas tersengal-sengal menghampiri Aurora yang tengah istirahat di tribun bersama teman-temannya. Gadis itu tak menyadari keberadaannya sampai Dania datang dan langsung melayangkan tamparan padanya.

Plak...

"Masih ada muka ya lo nyamperin temen gue, setelah apa yang udah di lakuin bokap lo sama temen gue." Ucap Dania dengan sorot mata bencinya.

Saga terlihat bingung dengan apa yang di katakan Dania barusan. Apa yang sudah di lakukan ayahnya sampai-sampai membuatnya harus mendapat tamparan dari sahabat Aurora.

"Heh dengerin ya lo tuh yang gak pantes sama Aurora," ucap Dania yang membuat Saga semakin kebingungan.

"Kenapa emang bokap gue ngelakuin apa sama Aurora?" Tanya Saga bingung sendiri.

"Lo tanyain aja sana sama bokap lo! Gue yakin kalo lo udah tau lo pasti gak bakal ada muka buat nemuin Aurora lagi."

"Dania udah jangan kayak gini diliatin banyak orang," Pinta Aurora karna sekarang ini mereka sudah menjadi pusat perhatian.

"Iya, Dan. Kita lagi di lapangan ini bukan di kelas." Tambah Anggina menahan pundak temanya itu.

"Ya habisan gue kesel banget sama bokap ni orang! Keterlaluan banget sama Aurora."

"Dania harusnya kita biarin Aurora sama kak Saga nyelesaiin masalahnya," Ucap Fita ada benarnya.

Aurora mendekat pada Saga dan menarik cowok itu menjauh dari lapangan. Tak menghiraukan tatapan perotes dari Dania.

"Kak gue kan udah bilang hubungan kita udah berakhir, jadi berhenti ganggu hidup gue! Dan urusin aja tunangan lo itu!" Ucap Aurora panjang lebar.

"Kenapa kamu ngomong gini? Aku sama Wanda gak kayak yang kamu pikirin." Jelas Saga menatap gadis di hadapannya lekat. "Aku terpaksa nerima perjodohan ini, Ra. Tolong ngertiin aku." Pinta Saga menggenggam tangan Aurora.

Aurora menatap Saga benci. "Emang kapan gue gak ngertiin lo? Kayaknya disini gue yang harus selalu ngertiin lo, sedangkan lo gak pernah sama sekali ngertiin kondisi dan perasaan gue kak." Air matanya tumpah begitu saja bersama dengan air hujan yang tiba-tiba turun.

"Hubungan kita tuh udah terlalu Toxic jadi udah cukup sampek disini aja kak. Gue gak mau salah satu dari kita lebih terluka." Ucap Aurora untuk terakhir kalinya Tek menghiraukan panggilan Saga.

***

Saga membanting tasnya ke sembarang arah, tubuhnya basah kuyup karna hujan. Setelah perdebatannya dan Aurora dia memutuskan untuk pulang dan menanyakannya langsung pada Leo sang ayah. Dia mengetuk ruang kerja ayahnya itu dengan tak sabaran. Sampai si empu membukakan pintu untuknya.

"Kamu kenapa Saga? Basah kuyup kayak gini?" Tanya Leo keheranan. "Bukannya sekolah malah main hujan-hujanan." Ucap Leo Tek menghiraukan ekspresi wajah putranya itu.

"Pa, kenapa Papa musti datengin Aurora? Papa ngomong apa aja sama dia?" Tanya Saga dengan tangan terkepal menahan amarahnya.

"Papa gak bilang apa-apa cuman bilang dia harus jauhi kamu." Ucap Leo dengan entengnya.

"Kenapa Papa ngelakuin itu? Saga kan udah bilang bakal ngejauhi Aurora Papa gak perlu ikut campur!" Sentak Saga.

"Papa gak percaya sama kamu,"

"Kalo Papa ingkar janji Saga juga gak bisa nepatin janji Saga," Ucap Saga menatap Leo tajam. "Saga gak akan mau ngelakuin pertunangan bisnis ini lagi."

"SAGA!!!"

"Papa yang ingkar janji duluan jangan salahin aku!" Suaranya naik satu oktaf.

"Papa ini orang tua kamu, papa tau apa yang terbaik untuk masa depan kamu,"

"Maksud papa maksain kehendak Papa sama Saga untuk bisnis papa itu yang terbaik buat Saga?"

"Tuan Leonel Darmawangsa anda memang pebisnis yang luar biasa, tapi anda adalah orang tua yang sudah gagal!" Ucapnya untuk terakhir kali sebelum pergi meninggalkan Leo dengan perasaan bersalahnya.

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Aug 19 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

AURORATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang