47. Biar Takdir Yang Bicara

166 11 13
                                    

Hari ini Aurora dan teman-temannya berencana menghabiskan waktu mereka dengan berbelanja di mall yang letaknya tak jauh dari sekolah mereka. Matanya menjelajah ke setiap sudut di mall itu sambil berfikir store mana dulu yang akan mereka kunjungi.

"Eh kita ke sana yuk!" Ajak Dania yang langsung di angguki oleh ke-tiga sahabatnya.

Aurora masih terlihat bingung dengan barang apa yang akan dia beli sampai-sampai terpisah dari ke-tiga temannya tanpa dia sadari. Dia terus berjalan dengan tak fokus sampai-sampai tak sengaja menabrak pria paruh baya yang tidak bisa di pungkiri cukup memukau walaupun mungkin sudah menginjak usia empat puluhan. Dan mungkin wajahnya sedikit familiar, tapi entah dimana dia melihat wajah seperti ini.

Ok back to topik...

Aurora terjatuh kelantai dan pria paruh baya itu hanya menatapnya dengan sorot mata yang sulit untuk diartikan. Tanpa ada niat sedikitpun untuk membantunya. Dia segera berdiri dan meminta maaf pada pria di hadapannya itu karna dia merasa ini adalah murni kesalahannya, dan karna berjalan tanpa memperhatikan jalan.

"Maaf pak, saya salah gak liat jalan tadi!" Ucap Aurora meminta maaf dengan tulus.

"Saya perlu bicara sama kamu," Ucap orang itu membuat Aurora yang tadinya menunduk jadi mengangkat kepalanya guna menatap orang di depannya.

Aurora mengerutkan keningnya mencoba mengingat apa dia mengenal laki-laki di hadapannya. "Ini tentang Saga," Tambah pria tersebut yang membuatnya tercenung sesaat.

Dia metap orang di hadapannya dari atas sampai bawah. Seperti bukan kriminal atau buronan yang sedang berniat jahat padanya.

***

Disinilah mereka berakhir di restoran yang letaknya tepat ada di depan mall. Dan soal teman-temannya dia sudah mengirim pesan yah untuk menghindari hal-hal yang tidak di inginkan tentunya. Apalagi dia tak mengenal siapa laki-laki yang duduk di hadapannya ini.

Laki-laki itu terlihat belum inggin bicara padahal sudah hampir setengah jam mereka duduk di sini.

"Jadi anda mau bicara apa tentang Saga?" Tanya Aurora memberanikan diri.

Orang itu terlihat tenang dia meletakkan cangkir kopi miliknya lalu beralih menatapnya. Yah tatapan yang tenang namun cukup mengintimidasi.

"Saga itu putra saya," Ucap orang di hadapannya itu. Yang membuat dia tercekat cukup shock mengetahui hal ini. Dia memang kenal Fina Mama Saga, tapi cowok itu hampir tak pernah mengatakan apapun soal ayahnya.

"Saya mau kamu jauhi putra saya!" Ucap ayah Saga yang membuat Aurora meremas roknya bingung harus bersikap bagaimana. "Kamu itu menghambat masa depan putra saya! Saya gak mau putra saya jadi orang yang gagal karna kamu!" Tambah ayah Saga yang membuat Aurora menatapnya kebingungan.

"Kenapa anda bisa bilang kalau saya menghambat Saga? Saya gak pernah melakukan itu, bahkan saya selalu mendukung apa yang Saga lakukan." Ucap Aurora menahan cairan bening di matanya yang siap meluncur kapan saja.

"Masalahnya bukan di putra saya, tapi ada di kamu." Ucapnya menunjuk wajah Aurora. "Kamu bukan orang yang cocok untuk putra saya!" Tekannya.

"Darimana anda tau saya bukan orang yang cocok? Ini adalah kali pertama anda bertemu saya." Tanya Aurora bingung kenapa ayah Saga bisa menyimpulkan sesuatu secepat ini.

"Saya sudah menemukan pasangan yang cocok untuk Saga, jadi saya harap kamu cukup tau diri untuk menjaga jarak dari putra saya!" Peringat laki-laki di hadapannya itu sambil mengeluarkan sebuah kartu dari saku jasnya.

Aurora menatap kartu itu tak percaya harga dirinya sedikit tergores kali ini. "Di situ ada sejumlah uang semuanya untuk kamu, tapi saya harap kamu jauhi putra saya!" Tambahnya lagi.

"Saya gak perlu uang anda," Ucap Aurora dengan suara bergetar mengembalikan kartu itu.

"Kalau begitu ini kartu nama saya kamu bisa hubungi saya kalu kamu berubah pikiran." Ucap ayah Saga untuk terakhir kalinya sebelum pergi meninggalkan Aurora yang sudah tak kuasa menahan tangisannya.

"Ra," Panggil Dania menghampirinya bersama dengan Fita dan juga Gina. "Orang tadi ngomong apa? Kenapa lo nangis?" Tanya Dania walaupun mereka melihat kejadian tadi tapi mereka tak bisa mendengar percakapan Aurora dan orang tadi.

"Iya Ra kenapa?" Kini Fita yang terlihat khawatir namun Aurora tak memberi jawaban. Gadis itu malah semakin terisak.

"Lo di ancem ya?" Kini Gina yang bertanya nama Aurora masih enggan memberikan jawaban pada mereka.

Aurora menangis sambil menatap kartu nama di genggamannya, di sana terdapat nama Leonel Darmawangsa.

***

18.30

Aurora sampai dirumahnya dengan keadaan yang bisa di bilang tidak baik-baik saja. Matanya sembab dan hidungnya mampet karna terlalu banyak menangis. Saat gerbang rumahnya terbuka matanya tak sengaja bertemu dengan mata elang milik Saga. Orang yang saat ini benar-benar tidak ingin dia temui.

Cowok itu tengah menunggu di teras rumahnya. Bersama dengan Mario sang ayah. Dengan langkah berat Aurora berjalan melewati dua orang tersebut.

"Ra...," Panggil Saga saat Aurora tak berhenti saat melihatnya. Yang di panggil menghentikan langkahnya tak mengatakan apa-apa."Kita bisa bicara?" Tanya Saga.

Aurora menatap Mario sejenak memberikan isyarat agar ayahnya itu bisa memberikan waktu untuknya dan Saga bicara sejenak.

"Om kayaknya harus bantu Tante di dapur. Om masuk dulu ya Saga." Pamit Mario langsung masuk kedalam rumah tak ingin menggangu.

"Gue mau jelasin,"

"Soal apa? Soal lo yang di jodohin, Atau soal alasan kenapa sikap lo berubah beberapa hari ini ke gue?" Potong Aurora tak membiarkan Saga menyelesaikan kalimatnya.

"Gue bisa jelasin, Ra!" Saga mencoba menggenggam tangan Aurora namun di tepis oleh gadis itu.

"Gak perlu kak, gue paham dan lo gak perlu ngerasa gak enak buat ngakhirin hubungan ini."

"Gak Ra, gue punya alesan tolong dengerin gue."

"Gue capek kak jadi lo bisa pulang aja! Dan hubungan kita kayaknya cukup sampek di sini aja." Ucap Aurora lirih langsung masuk kedalam rumah tanpa mendengarkan penjelasan Saga terlebih dahulu. Malam ini dia benar-benar hancur.

AURORATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang