13

39 25 0
                                    

Cakra dan Raden menatap Joan yang menangis di pelukan Haris. Mereka saling berpandangan lalu Raden menaikkan bahunya. Walaupun Raden satu kelas dengan Joan, tetapi ia tak pernah tahu apa masalah Joan.

Mereka memutuskan untuk meninggalkan Joan dan Haris di ruang tamu, sementara mereka bermain di halaman belakang rumah Raden.

Setelah beberapa saat terisak, akhirnya Joan sedikit tenang. Gadis itu melepaskan pelukannya dari Haris.

Haris memandang Joan. Wajah Joan kini dipenuhi dengan jejak air mata. Tangan kanan Haris terulur untuk menghapusnya.

Setelah menghapus jejak air mata di pipi Joan, tangan Haris membelai pipi gadis itu. Joan akhirnya menatap mata Haris.

"Udah mendingan?" tanya Haris.

Joan menganggukan kepalanya sekali. Haris tersenyum sembari mengulurkan tangannya karena ingin merangkul Joan, tetapi gadis itu tersentak dan menjauh.

Haris menarik kembali tangannya dan menaikkan satu alisnya bingung.

"Gue takut, Ris." Joan bergumam.

Haris memperbaiki posisi duduknya dan memusatkan seluruh perhatiannya pada gadis itu.

"Takut kenapa, Joan?" tanya Haris lembut.

Joan menarik napas beberapa kali dan menatap ke lantai. Haris menghela napas pelan. "Kalo lo nggak siap buat cerita sekarang, mending jangan. Jangan dipaksa, Jo."

Joan menggelengkan kepalanya lalu menatap Haris. "Nggak, Ris.... Gue mau cerita sekarang."

Haris hanya mengangguk dan mengisyaratkan Joan untuk mulai bercerita.

"Gue.... Gue dilecehin sama sepupu gue," gumam Joan.

Haris seketika melebarkan matanya. Ia tak percaya jika sepupu Joan akan melecehkan Joan. Bagaimana bisa orang yang masih satu keluarga dengan Joan berani melecehkannya?

Haris menatap Joan dengan prihatin. "Kapan tepatnya?" tanya Haris.

"Baru aja. Pas lo ngajak gue ke rumah Raden tapi gue tolak." Joan bergumam. Haris menjadi sedikit menyesal. Coba saja ia ada di sana untuk menghentikan kejadian itu. Pasti Joan tidak akan menjadi ketakutan seperti saat ini.

"Kita bakal pulang dari taman dan dia..... Dia nyium leher gue dan-" Ucapan gadis itu terhenti karena mulai kembali terisak.

Haris mengepalkan tangannya, tak terima jika Joan mendapat perlakuan seperti itu. Dengan cepat anak laki-laki itu menarik Joan ke pelukan.

Haris mengusap-usap pelan punggung Joan dan meletakkan dagunya di atas kepala Joan. "Tenang. Ada gue di sini, Jo," bisik Haris.

Sepuluh menit kemudian. Haris mengantarkan Joan pulang ke rumah. Sesampainya di depan rumah Joan, mereka sudah disambut oleh Mama Joan yang kini menyilangkan tangan di depan dada. Haris membukakan pintu untuk Joan.

Keduanya mendekat ke arah Mama Joan yang menatap mereka dengan tajam. Ralat, menatap Joan lebih tepatnya.

"Joan. Kamu gimana, sih? Disuruh nemenin Kama aja susah banget," sembur sang Mama.

Joan menunduk. "Maaf, Ma."

Mamanya memijat pelan kepalanya lalu menatap putrinya itu. "Kenapa kamu tinggalin sepupu kamu itu dan jalan sama temen kamu?" tanya Mamanya datar.

Haris tersentak dan ingin menjelaskan, tetapi ia urungkan ketika Joan sudah membalas pertanyaan dari Mamanya itu.

"Tadi nggak sengaja ketemu temen di jalan. Maaf karena ninggalin Kama." Joan menjelaskan.

The RulesTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang