"Bang, barusan ada yang telepon ke nomor kamu," ucapku dengan santai. Seolah tidak terjadi apapun. Padahal hati ini sudah kepanasan karena omongan seseorang di telpon tadi.
"Siapa dek?" tanyanya santai, seolah taka da yang di sembunyikan.
"Kekasih hatimu bang!" jawabku ketus
"Kalau bicara jangan semarangan kamu dek!"
"Lho, mana ada sembarangan bang? Kan memang begitu kenyataannya, dia bilang kalo dia itu kekasihmu. Jadi salah aku dimana bang?" ucapku sesantai mungkin, sambil merapikan buku-buku yang tergeletak berserakan di atas meja.
"Salah sambung mungkin dek, atau mungkin orang iseng."
"Salah sambung kok tau nama kamu bang?" tanyaku sambil meliriknya melalui ekor mata.
Aku tersenyum miring melihat ekspresinya yang tampak tegang. Dia mencoba menormalkan raut wajahnya agar terlihat santai dan menyamankan duduknya.
"kamu piker aku bodoh bang? Tidak tau apa apa yang sedang kau sembunyikan dariku. Tunggu saja waktu yang istimewa dariku" Batinku.
"Ma-masak sih? Mungkin teman kantor aku yang suka usil ngerjain teman-temannya dek." Kilahnya
"Oh ya?" tanyaku
"I-iya." jawabnya tergagap
"Terserah kamu lah bang, aku ngantuk mau tidur." Ucapku.
Setelahnya melangkahkan kaki menuju tangga untuk naik kekamar. Tapi sebelum jauh aku kembali berbalik dan menghadapnya, kemudian berucap "Awas kamu bang kalau sampai ketahuan berani bermain api, akan aku bakar kamu dengan api sungguhan." Kataku.
Kemudian melanjutkan langkah ku menuju kamar. Sebelum membalikkan badan dapat ku lihat wajahnya yang kembali menegang dan menelan salivanya dengan kasar. Aku hanya tersenyum miring, dalam hati aku berkata "Bersiaplah bang, takkan lama lagi."
Setibanya dikamar aku tidak langsung tidur, tapi aku memikirkan cara bagaimana membongkar kebohongannya. Aku sudah terlanjur kecewa dengannya yang terus saja berbohong pada ku. Padahal sebelumnya tidah pernah bang Amar seperti itu, baru beberapa bulan ini sikapnya mulai berubah sejak dia dipindah tugaskan di kantor cabang yang baru.
Suatu hari karena penasaran dan sedikit curiga dengan bang amar yang sering telat pulang dengan alasan sibuk dan banyak kerjaan dikantor, sehingga tidak bisa menemaniku di akhir pekan seperti biasanya. Membuatku mengikutinya secara diam-diam saat dia berangkat kekantor di akhir pekan. Namun apa yang aku lihat membuatku hancur seketika.
"Ternyata ini alasanmu berubah, Bang." Lirihku.
Meski kecewa dan sakit hati, aku mencoba setenang mungkin agar tidak ketahuan. Dan terus mengikuti bang amar kemanapun dia pergi. Makin kesini makin membuatku terluka dan hancur. Mengabaikan rasa sakit, aku terus mengikuti dan mengumpulkan bukti-bukti untuk suatu saat ku gunakan.
Ternyata mereka memasuki toko perlengkapan bayi. Bang Amar terlihat sangat bahagia saat sedang memilih beberepa perlengkapan bayi. Aku menatap nanar kedepan, berusaha menahan air mata yang hamper keluar. Perlakuan manis bang amar terhadap perempuan disampingnya membuatku tak mampu menahan air mata karena terluka atas apa yang ku lihat.
"Tega kamu, bang. Apa salahku padamu bang?"bathinku, sambil menyeka air mata yang masih mencoba keluar dari balik kelopak mataku.
Setelah mengambil beberapa gambar sebagai bukti untuk suatu saat ku gunakan, aku memilih pergi dari sana. Daripada aku tambah sakit hati dan terluka melihat kemesraan mereka. Ketimbang pulang kerumah, aku memilih pergi jalan-jalan ke taman untuk menenangkan diri sebelum bertemu dengan bang amar di rumah nantinya.
Aku memilih duduk di bangku taman dekat danau dengan memakan es krim yang tadi aku beli dipenjual kaki lima dekat taman. Suasana taman yang nyaman dan pemandangan yang indah membuat suasana hatiku sedikit lebih baik. Dan sedikit melupakan tentang bang Amar.
Sangkin menikmati pemandangan didepan aku tidak menyadari kalau ada seseorang yang duduk disampingku. Dan orang itu terus memperhatikanku dengan pandangan yang sulit diartikan, seakan dia tengah mengingat sesuatu. Hingga orang itu memanggil namaku.
"Karina" ucapnya
"Ya" aku menoleh padanya
"Kamu Karina Larasati kan?" tanyanya lagi. Aku mengeryit bingung, namun tak urung aku mengganggukan kepala tanda mengiyakan ucapanya.
"Kamu siapa? Kok tau namaku?" tanyaku bingung. Dia tersenyum dan menjawab pertanyaanku.
"Kamu lupa siapa aku?" tanyanya, bukan menjawab pertanyaanku, dia malah balik bertanya membuatku mendengus kesal dengan membuang napas kasar.
"Aku Aditya Erlangga. Masak kamu nggak ingat sama aku sih Karin?" lanjutnya.
DEGH!!
Panggilan itu. Hanya seseorang yang memanggilku dengan nama itu. Aku menoleh sekali lagi padanya, memandang lekat kearahnya. Mengingat-ingat wajahnya, hingga aku tersenyum kearahnya karena mengingat siapa lelaki yang disampingku ini.
"Adit?" tanyaku meyakinkan. Dia mengangguk tanda mengiyakan ucapan ku.
"Ya Ampun adit, pangling aku. Kamu beneran adit sahabat kecilku yang gemuk itu?" ucapku dengan sedikit candaan yang membuat adit mendengus kesal.
"Ya. Ini aku, Karin. Tapi bisakah kamu berhentik mengatakan kalo aku gemuk? Karena aku tidak gemuk, Karin. Tapi sedikit berisi pada masa itu." Ungkapnya dengan wajah cemberut yang membuatnya terlihat menggemaskan. Aku hanya tertawa mendengarnya.
"Ya sudah, terserah kau saja lah adit." Ucapku. "bagaimana kabarmu sekerang? Dan bagaimana bisa kamu berubah sedrastis ini?" lanjutku bertanya.
"Aku baik. Seperti yang kamu lihat, Karin. Dan kalau pertanyaan terakhir itu, jawabannya rahasia." Ucapnya sambil terkekeh karena aku memandang malas kearahnya.
"Ternyata kamu tidak berubah ya, Adit. Masih suka main main rahasia-rahasiaan." Ungkapku ikut terkekeh.
Tidak terasa sudah lumayan lama kami bertukar cerita dan saling bercanda mengenang masa kecil aku dan Adit. Hari pun sudah menjelang sore, kami memutuskan untuk pulang. Awalnya Adit menawarkan akan mengantarku. Namun aku menolaknya dengan berbagai alasa dan Adit menyerah mengajakku. Jadi dia hanya mengantarku mencari taksi untuk pulang di dekat taman.

KAMU SEDANG MEMBACA
JODOH KEDUA
FanfictionKebohongan dan pengkhiatan adalah hal yang menyakitkan dalam suatu hubungan, bahkan perpisahan menjadi solusi dari masalah. Seperti yang dialami oleh Karina, rumah tangganya harus berakhir di meja persidangan. Dan di saat bersamaan, hadir seorang...