Setibanya aku dirumah , ternyata bang Amar sudah pulang dan sedang menungguku di sofa ruang tamu dengan tatapan yang berbeda.
"Ada apa dengannya?" bathinku bertanya
Aku melangkah masuk dan melewatinya begitu saja tanpa niat menegurnya. Namun langkahku terhenti kala suara bang Amar berseru.
"Kamu darima Karina? Kenapa baru tiba dirumah sore hari begini?" tanyanya
"Dari taman" kataku tampa melihat kearahnya.
"Ngapain kamu ke taman?" lanjutnya
"Aku bosan dirumah terus, Bang. Abang pun terlalu sibuk akhir-akhir ini tanpa punya waktu lagi untukku." Ucapku ketus
"Abang kan kerja Karina, bukan kelayapan?" ucapnya membela diri.
"cih,, kerja katamu? Jelas-jelas kamu pergi dengan perempuan lain, apa namanya kalau bukan kelayapan itu?" bathinku menggerutu
"Sudah lah bang, aku capek mau istirahat. Abang kalo mau makan pesan makanan online saja, karena aku gak sempat masak tadi." Kataku sambil berlalu menuju kamar tanpa memperdulikan panggilannya.
Keesokan pagi harinya, aku terbangun tanpa sosok bang Amar disampingku. Entahlah, dimana bang Amar sekarang. Tak mau ambil pusing, aku turun dari ranjang menuju kamar mandi. Selang beberapa menit aku selesai dengan ritual pagiku. Aku turun kebawah menuju dapur, namun belum sampai dapur langkahku berhenti didekat ruang makan. Aku lihat disana di atas meja makan sudah di penuhi sarapan pagi.
"Siapa yang masak?" batinku bertanya.
Tak lama setelahnya muncul bang Amar dari arah dapur membawa nampan berisi satu gelas susu hangat dan secangkir kopi.
"kamu sudah bangun dek?" tanyanya
"Ya iyalah sudah bangun, buktinya aku sudah berdiri disini kan? Berarti sudah bungun." Jawab ku ketus.
Bang amar sedikit mengeryit bingung dengan jawabanku. Namun dia mencoba bersikap biasa, mungkin dia tidak ingin merusak suaana paginya. Menghela napasnya, bang Amar memilih diam dan mengajakku untuk sarapan nasi goreng yang sudah di siapkannya. Suasana hening di meja makan, hanya terdengar suara dentingan sendok yang beradu dengan piring.
Selesai sarapan aku memilih untuk langsung beranjak dari meja makan. Bang Amar yang masih bingung dengan sikapku kembali membuka suara.
"Dek, kamu kenapa sih? Kok kayak ngehindar gitu dari ku? Sikapmu berbeda dari biasanya." Ungkapnya.
"hmm,,, aku tidak apa-apa bang. Hanya tidak enak badan saja."
"Kamu sakit dek? Tapi tidak panas lho." Ucap bang Amar beranjak dari kursinya, lalu menghampiriku dan menyentuk keningku.
"Aku cuma kelelahan bang," ucapku "kalua begitu, aku ke kamar dulu bang, mau istirahat." Lanjutku, lalu beranjak pergi dari hadapannya.
Setibanya dikamar, aku langsung merebahkan diri di ranjang kesayanganku. Aku menerawang jauh kedepan, memikirkan segala kemugkinan yang mungkin akan terjadi di kemudian hari. Aku harus mempersiapkan segalanya dari sekarang. Jadi, jika kemungkinan terburuk terjadi, setidaknya aku sudah memiliki kesiapan yang matang untuk melewati hari-hari tanpa bang Amar.
Menjelang siang aku turun kebawah untuk menyiapkan makan siang, namun aku kembali tidak menemukan keharin bang Amar di dalam rumah. Beranjak keluar, aku mengecek garasi, namun mobil bang Amar juga tidak da disana. Menghela napas kasar aku kembali masuk kedalam rumah, dan memulai memasak untuk makan siang ku sendiri. Ya, aku tau kemana bang amar akan pergi dan dia tidak akan pulang untuk makan siang di rumah.
Selesai dengan aktifitasku siangku dirumah, aku memutuskan untuk keluar sebentar ketaman dekat kompleks. Namun apa yang kulihat disana, membuatku kembali terluka. Namun kali ini aku tidak akan diam lagi.
"sudah cukup bang. Aku tidak akan diam lagi kali." Bathinku.
Mencoba menguatkan hati, aku melangkah mendekati dua manusia yang sedang bermesraan itu. Mereka masih tidak menyadari kehadiranku yang kini sudah berada disamping keduanya. Mencoba menarik nafas lalu membuangnya sehalus mungkin. Kemudian aku berdehem mebuat keduanya terperanjat.
"HMMM!" dehemku sedikit keras, membuat mereka menoleh kearahku, dengan wajah menegang ketakutan.
"D-dek" lirih bang amar tergagap dengan wajah pucat pasi, sedangkan perempuan disampingnya tanpak menunduk. Aku hanya tersenyum menanggapinya.
"Jadi, begini kelakuanmu diluar ,Bang?" cercaku
"I-ini tidak seperti yang kamu pikirkan dek. Aku bisa jelaskan." Ungkapnya
"Tidak perlu bang. Semua sudah jelas." Kataku sambil membalik badan dan melengkah menjauh dari mereka.
Aku masih mendengar suara bang Amar yang memanggil-manggilku, tapi dia tidak mencoba mengejarku. "ah, segitunya kah sekarang dirimu, Bang?" bathinku. Apakah begitu berharganya perempuan itu bagimu, sehingga mengejarku saja kamu tidak melakukannya. Baiklah, sekarang aku sudah mengambil keputusan, aku akan mengakhiri semua ini. Sudah cukup untuk rasa sakit ini, aku tidak sanggup untuk terus berlama-lama dalam kondisi seperti ini. Karena aku bukan orang yang sesabar itu, aku punya batas kesanggupanku sendiri.
Setibanya dirumah, aku langsung menuju kamar. Aku langsung mengambil koper dan membuka lemari pakaian, kemudian memasukkan beberapa potong pakaianku dan beberapa surat penting atas namaku yang tidak diketahui oleh Bang Amar selama ini. Setelah semuanya beres, aku bergegas turun kebawah. Aku tidak ingin berlama-lama lagi dirumah ini. Jadi sebelum Bang Amar pulang aku harus sudah keluar dari rumah ini. Aku muak jika harus bertemu dengannya lagi. Jadi kuputuskan untuk segera keluar dari rumah ini. Namun, saat aku tiba diambang pintu dan membuka pintunya. Aku dibuat terkejut dengan kehadiran seseorang yang berada di ambang pintu dan menantapku dengan raut yang sulit di artikan.
KAMU SEDANG MEMBACA
JODOH KEDUA
FanficKebohongan dan pengkhiatan adalah hal yang menyakitkan dalam suatu hubungan, bahkan perpisahan menjadi solusi dari masalah. Seperti yang dialami oleh Karina, rumah tangganya harus berakhir di meja persidangan. Dan di saat bersamaan, hadir seorang...