Part 4

14 2 0
                                    

DEGH!!

Seketika nafasku berhenti saat melihat siapa yang berada di hadapanku. Aku segera melepaskan diri dan mengalihkan pandanganku darinya.

"Adit. Maaf aku tidak sengaja, dan terimakasih." Ucapku.

"Tidak apa-apa Karin. Aku juga salah karena tidak memperhatikan jalanku." Ungkapnya menyesal, namun tetap menampilkan senyum manisnya. Akupun membalas senyumnya.

"Kamu kok disini?"

"Oh itu, aku ada meeting bareng klien disini. Kamu sendiri ngapain disini?"

"Aku habis ketemu teman dan makan siang bareng." Kataku. Adit Cuma menganggukkan kepala.

"Kalau begitu, aku pamit dulu ya Adit. Moga meetingnya lancer." Kataku sambil tersenyum kearahnya.

"Ok, Karin. Makasih ya." Balasnya

"iya, Adit. Sama-sama." Kataku sambil berniat pergi, namun langkahku terhenti saat seseorang muncul dari arah belakang Adit.

"lho, Pak Adit kenapa masih disini? Maaf Pak, saya kelamaan." Ucapnya tanpa melihat kedepan.

DEGH!!

Aku terpaku di tempatku berdiri. Bagaimana bisa, orang yang ingin ku hindari kini ada didepanku. Saat tersadar, aku buru ingin melangkah pergi. Namun langkahku kembali terhenti karena sebuah panggilan yang sangat ku kenal.

Belum sempat Adit menjawab, keburu panggilan itu mengalihkan aku dan Adit kearah si pemanggil.

"Dek, kamu disini?" tanyanya

"Maaf Bang, maaf Adit, aku buru-buru." Ucapku mencoba mengalihakan perhatian, kemudian mencoba pergi. Namun baru beberapa langkah aku berjalan, terasa ada yang menarik pergelangan tanganku. Tanpa menoleh, aku tau siap yang sedang memegang tanganku sekarang ini. Tanpa niat menoleh kebelakang, aku mencoba melepaskan genggaman tangannya. Namun sia-sia, karena genggaman itu semakin mengerat.

"Dek, bisakah kita bicara sebentar?" tanya Bang Amar

"Maaf bang, aku sibuk, jadi aku harus pergi sekarang." jawabku sambil menghentakkan tangannya dan melangkah pergi menjauh darinya.

"Tapi dek, ada yang perl...." Omongan bang Amar terhenti karena aku sudah jauh darinya, karena aku memilih untuk lari dari hadapannya. Malas jika harus berlama-lama berada ditempat yang sama dengannya.

Seminggu setelah pertemuan tanpa sengaja dengan Adit dan Bang Amar, aku memilih menyibukkan diri dengan perkerjaanku yang pernah ku tinggalkan saat akan menikah dengan bang Amar. Aku mengecek semua kegiatan di sana dari rumah. Aku belum ingin menunjukkan wajah ke publik, sebelum semua masalahku terselesaikan. Resti juga rutin memberiku info tentang seluruh pekerjaanku yang harus segera diselesaikan.

Setelah semua urusan pekerjaan selesai, aku memutuskan untuk keluar sebentar. Sekedar mengelilingi seputaran komplek dan bertegur sapa dengan beberapa warga yang lewat. Setelah lelah berjalan, aku berniat mencari pengganjal perut yang sudah minta diisi. Saat sedang mencari tempat yang cocok, tak jauh dari tempatku berdiri saat ini terlihat sebuah kios bakso yang lumayan ramai akan pengunjung, membuatku ingin mencicipi bakso disana. Aku melangkahkah kaki kesana, setibanya didepan kios bakso itu maah membuatku semakin lapar dengan aroma yang khas dari wangi kuah baksonya.

Aku masuk kedalam dan mencari tempat duduk yang nyaman untuk menikmati memakan bakso ini. Saat sudah menemukan tempat duduk, seorang pelayan datang menghampiri dan menanyakan pesananku, setelahnya dia langsung pergi. Sambil menunggu pesanan baksoku aku membalas beberapa chat dari Resti. Tak lama setelahnya si pelayan tadi mengantarkan pesanan bakso dan es tehku.

Saat sedang memakan bakso, ada yang menepuk pundakku dari belakang, membuat aku menoleh kebelakang. Dan ternyata itu adalah Adit.

"Adit?"

"Hai Karin. Ternyata masih doyan bakso kayak dulu ya?" tanya Adit sambil terkekeh. Aku tau betul maksud kata-kata Adit, karena Cuma dia yang tau bagaimana gilanya aku sama yang Namanya bakso. Bahkan bang Amar yang suamiku saja tidak pernah tau apa makanan kesukaanku.

"Iya donk." Ucapku tanpa memperdulikan Adit, karena sibuk dengan bakso yang sangat lezat dihadapanku ini. "Kamu gak pesan?" tanyaku

"Tidak, aku kenyang lihat kamu yang makan bakso." Balasnya sambil tersenyum.

"Apaan sih, nggak usah mulai dech. Udah tidak mempan lagi gombalan kamu." Kataku ketus. Namun Adit hanya terkekeh.

Tak lama setelahnya, seorang pelayan dating menghampiri kami dan menyerahkan dua bungkus bakso kepada Adit. Aku mengeryit heran melihatnya, tanpa berniat untuk bertanya. Adit yang mengerti arti tatapanku langsung menjelaskan.

"Ini pesanan Alya dan mama." Jelasnya. Sedang aku Cuma manganggukkan kepala saja. Karena aku tau, kalau mama Adit, tante Aira sama sepertiku yang menggilai bakso. Namun yang membuat aku penasaran siapa Alya? Aku belum pernah mendengar nama itu. Ternyata banyak hal yang sudah terlewat di antara kami. Tanpa berniat bertanya lebih lanjut, aku juga memutuskan akan segera pulang. Tapi sebelumnya aku ingin memanggil si pelayan untuk membayarnya, namun Adit menghentikan niatku.

"Tidak usah, udah aku bayarin kok." Ujar Adit

"Hah! Lho Adit, aku bisa bayar sendiri." Ucapku merasa tidak enak.

"Tidak apa-apa. Santai saja, lain kali kamu yang traktir aku." Katanya terkekeh sambil mengerlingkan matanya.

"YEE, itu Namanya kamu gak ikhlas Adit!" kesalku padanya. Namun dia hanya terkekeh saja dari tadi, membuatku heran dengan Adit yang sekarang, terlalu sering menampilkan senyum manisnya yang semanis madu itu, membuat ku hamper meleleh. 'Eh, eitss. Apa yang kau pikirkan Karin?' bthinku. Aku menggeleng-gelengkan kepala sambil memukul pelan, membuat Adit terlihat khawatir.

"Karin, kamu kenapa? Kamu sakit?" tanyanya dengat raut khawatir.

"Ah, A-aku tidak apa-apa kok." Jawabku sedikit gugup

"Tapi barusan kamu...."

"Aku tidak apa-apa adit. Ya sudah, aku duluan ya. Sekali lagi makasih udah di bayarin" Potongku, dan buru-buru berlalu pergi dari hadapan Adit, karena malu dengan tingkah ku sendiri.

Setibanya dirumah aku langsung masuk kekamar dan menuju kamar mandi untuk menyegarkan diri. Kemudian beristirahat memulihkan tenagaku untuk menyambut hari esok. Banyak hal yang harus ku kerjakan beberapa hari kedepan dan semoga semua dapat terselesaikan dengan cepat. Aamiin.

JODOH KEDUATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang