19. A surprise for Nia☄️

6 5 1
                                    

Sebentar lagi tanggal 28 Desember, hari ulang tahun Nia kian dekat. Singkatnya, besok.

Zya baru saja keluar dari toko sepatu, menanteng belanjanya yang sudah terbungkus rapi dengan kertas kado. Zya mendongkak, menatap langit biru yang mulai tertutup oleh pekatnya malam.

Usai dari masjid bersama Angga, mereka berpisah di gang yang berbeda, kini Zya sendiri, menelusuri jalanan dengan kecepatan sedang. Tak sering, ponsel Zya terus berdering, dari Nia, Zidan bahkan sampai Aditya terus menghubunginya, maklum saja, Zya masih berseragam sekolah, baru pulang dengan catatan, siswa yang lain sudah pulang ke rumah pukul empat sore.

"Azka."

Dari tempatnya yang tak jauh saat berhenti karena lampu merah, Zya melirik ke arah samping, ada Aira yang berkendara malam-malam juga, entah apa yang gadis itu lakukan.

"Aira, kenapa keluar, sendirian pula, habis dari mana?" tanya Zya. Obrolan mereka terdengar biasa, seakan Zya sudah melupakan masalah-masalah yang sebelumnya telah singgah.

"Aira habis beli sate, ini mau pulang kok, Azka kok baru mau pulang, dari mana dulu?"

"Dari toko. Gih sana pulang, Zya anterin."

Baru Aira ingin menolak, namun klakson dari belakang membuatnya harus segera melajukan kendaraan. Aira di buat gugup, ia terus melirik pada spion, di mana Zya berada di belakangnya. Ada perasaan lega, saat Zya mengantarnya, Aira tak biasa berkendara malam-malam seperti ini.

Tak memakan waktu lama, Aira melepaskan helm lebih dulu, lalu menyapa Zya sebagai salam perpisahan untuk hari ini.

"Hati-hati di jalan, Azka."

Zya tak banyak bicara, ia hanya mengangguk, lalu pergi, sebelum itu, Zya berpesan singkat, membuat Aira tersenyum, bagaimana bisa ia melepaskan Zya yang terlalu manis untuknya. 'Istirahat yang cukup. Malam Aira nya Zya.'

Tak ada yang berubah selama beberapa hari ini, Zya masih terus menyimpan harap pada Aira, begitu pun dengan Aira. Jika saja keputusan yang telah dibuat bisa dengan cepat diubah, Aira akan menjadi orang pertama yang mengucap banyak syukur dan beruntung.

Zya mengetuk beberapa kali pintu rumah, sampai pintu yang terbuat dari kayu jati itu terbuka, menampilkan sosok Diana yang memakai pakaian santai nya, di ruang tamu, ada Aditya, yang seperti biasa menonton acara televisi, di meja makan ada Nia dan Zidan. Ah, terlalu banyak waktu yang Zya buang di luar tadi.

"Dari mana Aa, kenapa baru pulang? Aturan anak SMA kan pulang mentok-mentok jam lima."

Zya menyalami tangan Diana lebih dulu, lalu beralih pada Aditya yang kini memandangnya biasa. "Aa mampir beli sate dulu tadi sama Angga, terus mampir ke toko."

"Di makan dulu deh Aa, nanti makin dingin enggak enak, sana ke meja makan, ada Kakak sama Adik kamu," ujar Aditya. Sambil menarik tas Zya dan menyuruhnya pergi kesana.

"Bersih-bersih dulu Aa mendingan," sambung Diana.

"Enggak papa, biar sekalian capek nya nanti 'kan biar enggak turun lagi, sana, nanti Ayah yang simpan belanjaan sama tas kamu."

Zya mengangguk seraya tersenyum, mengucap banyak terima kasih lewat matanya pada Aditya.

"Ayah kenapa sih, Mamah lihat manjain Zya terus, dia udah besar Yah, enggak perlu kamu suruh makan, suruh tidur, dia udah ngerti sendiri." Diana tak ingin kalah, ia menatap malas suaminya yang kini malah tersenyum.

"Anak-anak kamu yang lain juga udah pada besar Diana, tapi 'kan, katanya, dewasa itu bukan dari umur. Mereka masih anak-anak Diana, Ayah akan menganggap mereka besar jika mereka sudah bisa hidup sendiri."

Diana menghela napas, tak ada salahnya juga Aditya berucap demikian. "Terserah Ayah aja."

Aditya tak lagi menghiraukan Diana. Ia memilih bangkit dari duduknya menuju kamar Zya, seperti kedudukannya menjadi putra tengah, kamar Zya terletak di tengah-tengah, antara Nia dan Zidan. Hawa dingin langsung menyambut Aditya setelah memasuki kamar Zya.

Tak banyak barang, kamar Zya tersusun dengan rapi. Berjejer sertifikat penghargaan di dinding yang pertama kali menyambutnya. Aditya tanpa sadar tersenyum, bergumam kata bangga untuk putra tengahnya, Zya.

"Ayah enggak bisa buat apa-apa nak, semoga kamu selalu sabar saat Mamah kamu menuntut ini, dan itu. Ayah selalu mengawasi anak-anak Ayah, kalian tenang aja."

Netra Aditya terpaku pada kalender yang tergeletak dimeja belajar Zya. Disana, terdapat bulatan dari pena merah pada hari esok. Aditya menatap bungkusan milik Zya, rupanya itu sebuah kado ulang tahun.

Untuk putrinya, Silvania.

Putrinya bertambah usia. Aditya tak menyadari itu, maka dengan langkah cepat, Aditya kembali turun dan menemui Diana yang kini tengah duduk sambil menonton acara yang telah berganti.

***


"Jangan besar-besar nanti mele--"

"Tus," lanjut Zya sedikit meringis saat balon berwarna kuning itu meletus karena terlalu besar saat Zidan tiup.

"Kecil-kecil jelek Aa, oh iya, kado buat teh Nia dari Aa, apaan tuhh?"

"Kepo. Kamu sendiri udah beli belum?" tanya Zya balik. Terhitung sudah ada dua puluh balon yang mereka tiup malam-malam seperti ini.

"Udah dong. Tapi Zidan enggak bawa ke rumah, nanti bahaya, soalnya kado Zidan itu berbunyi gitu Aa," ucap sang empu membuat Zya berpikir.

"Berbunyi? Itu benda atau mahluk hidup Zidan?"

"Mahluk hidup Aa."

Zya speechless saat mendengarkannya. Zya tak heran, namanya juga Zidan, ulang tahun Nia dulu saja Zidan memberikan Nia telur cicak yang katanya langka. Zidan harus berburu tiga hari tiga malam. Namun belum ada satu menit Nia sudah memecahkan tiga telur cicak itu di penggorengan.

Sekarang apa lagi? Zya bisa stres hidup di lingkaran tingkah diluar nalar saudaranya.

"Mukanya biasa aja dong Aa. Bukan alien kok, apalagi monster, ini tuh mahluk imut, warna warni, kalau berbunyi tambah kiyowok kaya jungwon, terus kalau---"

"Udah-udah Zidan, Aa enggak mau denger lagi."

"Yeuu lucu tahu, Zidan aja sampe mau nyekik sangking imut nya, duhh!"

Zya hanya merotasikan matanya, menatap jenuh pada Zidan yang berceloteh tak penting. Meski begitu, Zya tak dapat dipungkiri, jika saja tak ada Zidan suasana sekarang mungkin sepi.

"Pipi Zidan sakit huhu, habis ini Aa Zya harus traktir Zidan," ucap anak itu meminta imbalan. Laknat memang, pada saudara sendiri pun masih saja begitu, tak apa. Zidan rela melakukan apapun asal imbalannya itu jajan. Apapun itu, asal namanya jajan.

"Kok? Yang ulang tahun si Teteh, minta ke Teh Nia lah Zidan, salah server kamu tuh," balas Zya tak terima. Adiknya ini memang menyebalkan.

Malam yang semakin larut, Zidan dan Zya terbuai dalam obrolan random mereka masing-masing, tak terasa sudah pukul sepuluh malam, bersama dengan itu, balon berwarna biru yang Zya tiup menjadi yang terakhir dan menutup obrolan mereka, bahkan Zidan sudah berbaring di karpet berbulu dengan mata yang terpejam damai.





🪐

[✓] 01. Semesta Punya TujuanTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang