09. Friends quarrel☄️

10 4 0
                                    

Sinar matahari pagi terasa hangat saat menyentuh sebagian wajah damai Zya yang masih tertidur. Suhu tubuhnya sudah kembali seperti biasa, setelah semalaman mereka panik dan sempat dibawa ke klinik malam-malam.

Aditya masih mengunakan sarung saat semalam ia mengantar Zya ke klinik, begitu pula yang lain, Zidan apalagi masih menggunakan pakaian santai dengan modal celana selutut. Nia yang memakai celana panjang dan baju tangan pendek, Diana memakai pakaian rumah semacam daster.

Semua berlalu dengan tiba-tiba dan sangat cepat.

"Aa, apa yang dirasain? Bilang sama Ayah." Aditya bertanya sambil digenggamnya tangan Zya yang kini terasa dingin karena cuaca pagi.

Zya menggeleng. "Enggak ada Yah, Zya baik-baik aja."

"Syukurlah, Ayah takut Aa. Ish, Adek kamu sama Teteh kamu usil banget, yaudah tiduran aja, Ayah mau siap-siap kerja. Enggak usah sekolah dulu, biar Ayah kasih surat nanti di titip ke Angga, ya?"

"Heem."

Yang disebutkan beberapa detik lalu, berada di ambang pintu, masih mengintip bak maling, baik Zidan ataupun Nia. Hari Jumat ini, Zidan sudah lengkap dengan seragam pramuka nya, lain dengan Nia yang masih memakai piyama dengan wajah bantal baru saja bangun dari tidur.

"Dikarenakan ini semua murni salah Teteh, ayo masuk duluan, nanti baru Zidan ngekor di belakang," bisik Zidan langsung di balas delikan tak terima dari Nia.

"Enak aja! Enggak ada, ini salah kita berdua, buruan masuk!" bantah Nia menatap tajam Adiknya.

"Ck, Teh Ni--"

"Bisik-bisik tapi sampe kedengeran sampe sini, Zidan sama Teteh kalau mau masuk mah masuk aja atuh."

Zidan dan Nia kompak menengok ke belakang dengan gerakan lambat, lalu sama-sama tercengir saat Aditya memergoki keduanya.

"Eeeehhh Ayah, baru bangun Yah? Heheh, ini, Teteh sama Zidan, mau ... mau--" Nia terus menyenggol-nyenggol lengan Zidan brutal.

"Enggh, mau, mau ketemu Aa Zya. Dah, sana Ayah keluar." Zidan menarik tangan Nia masuk, dan mendorong-dorong punggung Ayahnya lalu menutup pintu kamar Zya tanpa aba-aba.

Aditya tak heran lagi, namanya juga Nia dan Zidan.

"Teh, buruan atuh balik badan, pokoknya Teteh yang ngomong duluan, enggak mau tahu." Zidan kembali melontarkan kalimat yang sukses membuat Nia mendengkus keras.

Posisi mereka masih membelakangi Zya, yang sang empu sendiri sudah beranjak dari tempat tidur menuju kamar mandi. Nia dan Zidan tak menyadari itu karena masih sibuk berdebat. Entah kapan mereka bisa akur layaknya adik kakak.

Nia menghela napas. "Dek," panggil Nia entah kepada siapa.

"Naon Teh?" sahut Zidan menatap Kakaknya dengan kedua mata berbinar. (1)

"Ish, bukan kamu, Teteh panggil Zya!"

"Oh."

Jika Nia tak sempat melihat jam dinding, mungkin ia akan menjambak rambut Zidan sekarang, lantaran kesal. Namun ia urungkan karena Nia harus mempersingkat waktu, tidak mungkin mereka terus dalam posisi yang sama. Nia bukan patung, gumamnya gitu.

"Hah ... Zya Teteh minta maaf. Kemarin itu loh, da ari kamu merenan nyaho si Zidan teh budak na teu bisa cicing tah, ya, Teh Nia minta maaf." (2)

"Zya?" panggil Nia kembali. Namun angin yang menjadi sahutan.

"Hayoloh Aa Zya ngambek ahaha! Nih kalau Zidan mah yang ngomong mana bisa Aa Zya teh ngambek," kata Zidan dengan wajah sombong juga perkataan percaya dirinya.

"Aa, Zidan minta maaf, Aa 'kan tahu sendiri Zidan tuh anak baik, kalau enggak diajak sesat mah sama Teteh." Nia melotot saat namanya diseret-seret dalam deretan kalimat yang ingin Nia bantah.

"Ya, Aa. Zidan minta maaf, sayangg deh sama Aa Zya. Gws ceunah kalau kata temen Zidan mah, bukan get well soon, tapi gewat waras kitu tah." (3)

'sama aja anj-- astagfirullah, sabar Nia ... anak kaya gitu emang kapasitas otak nya rada-rada.'

Zidan membuang napas lega, lalu menunggu Zya untuk membalas perkataannya.

"Aa?"

"Yakin nih, Aa Zya pasti tidur. Pasti nih!"

Nia sudah memutar bola matanya malas, mereka sama-sama berbalik badan, mendapati tempat tidur yang kosong dengan bantal guling yang berada di bawah, keadaan yang tak biasa saat mereka memasuki kamar Zya. Meski laki-laki, kamar Zya paling bersih dan rapi dibanding Nia, dan Zidan.

Jika di kamar Nia banyak sekali oleh sampah berupa kertas, maka di kamar Zidan terlalu banyak simpanan dan koleksi mainannya. Kamar Zya terdesain minimalis. Terlihat luas, karena Zya tak menyimpan banyak barang apapun.

Selesai membahas kamar, sang empu keluar dari kamar mandi dengan wajah segar dan berjalan seperti tak ada salah menghampiri Zidan dan Nia.

"Udah selesai 'kah debat nya saudara, saudari ku?"

"Menang? Juara berapa?" tanya Zya lagi. Menatap satu persatu Kakak dan Adiknya.

Sambil menyampirkan handuk kecil di bahu nya, bak Abang tukang bakso, Zya berdecak pinggang seperti tengah mengomeli anak-anaknya saat melakukan kekacauan.

"Hellow? Kalian ini kapan enggak debat, kapan bisa akur gitu. Zya enggak yakin deh kalian bisa serius di setiap situasi. Kalau situasi nya Zya di kubur, kalian mau debat, kalian mau cekikikan?"

"Ihh Aa jangan bilang gitu, maafin. Maafin Zidan." remaja yang lebih kecil itu menyerobot Zya dan memeluknya kencang. Jika perdebatan mereka sudah sampai membawa-bawa kata yang menyangkut kehilangan, Zidan dan Nia akan bungkam dan tak berkutik.

"Udah, sana gih. Hari ini Zidan sekolah 'kan? Sana sarapan, Teh Nia juga, bukannya berangkat pagi buat hari ini?"

Seperti peran orang tua. Zya selalu tahu jadwal saudara nya, mau jadwal sekolah, ataupun tugas, atau apalah itu yang menyangkut mereka. Entah, Nia dan Zidan pun bingung.

"Aa juga, ayo ke bawah."

Zya mengangguk. "Hm, ayo. Teteh mandi dulu ya, kebiasaan cuci iler nya sama gorengan."

Zidan tak bisa jika tak tertawa, Zya tak pernah melawak, tapi kadang perkataannya selalu mengundang tawa. Kapan lagi Zya meroasting Nia 'kan. Zidan senang sekali, dendam kesumat pada Nia, dibalas oleh Zya.

Jumat pagi yang berkah di rumah Aditya. Meski Nia sempat merengut, perempuan itu tetap mengiyakan perkataan Zya dengan mandi lebih dulu. Maka jika Zidan dan Zya turun ke bawah, Nia harus berbelok menuju kamar nya untuk mandi dan berganti baju.

"Aa."

"Apa?"

"Minggu lari pagi yuk," ajak Zidan.

Zya menghentikan langkahnya, tumben sekali Adiknya ingin di ajak keluar, biasanya, Zidan menghabiskan waktu hari Minggu nya seharian di rumah, scroll aplikasi tik t*k dengan persediaan WiFi di rumah. Tak tanggung, Zidan juga tidak mandi pagi sampai menjelang sore hari tiba.

"Tumbenan mau keluar, pasti ada cuci mata nih," kata Zya yang kini sudah duduk di kursi meja makan.

Yang ditanya malah tercengir, tak menjawab malah kini menarik piring dan mengambil sarapannya pagi hari ini.







🪐

(1)Apa
(2)Kan kamu tahu sendiri, Zidan tuh orangnya enggak bisa diem.
(3) GWS (gewat waras)= Cepat sembuh.

Note: kata-kata di atas ☝️ adalah terjemahan yang ada dalam cerita. Dengan tanda (1) (2) dan (3) dari bahasa Sunda ke bahasa Indonesia.

Sekian, selamat siang sadayana, salam dari Kuningan 🥰🎉

[✓] 01. Semesta Punya TujuanTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang