Malam ini hujan lagi dan syukurlah aku sudah di dalam tenda.
Sepulang dari sekolah Rion, aku mampir ke loundry koin untuk mencuci hoddie, kemeja dan celana panjangku. Aku menunggu hanya menggunakan kaos lengan pendek dan celana pendek yang dua duanya berwarna biru terang, aku sadar beberapa orang yang menggunakan loundry saat itu mencuri-curi pandang ke arahku. Mereka tidak salah, karena mungkin baru kali ini melihat wanita menggunakan setelan laki-laki yang sangat cerah seperti hendak ke pantai. Terlihat sangat norak, tapi hanya ini setelan yang aku punya saat ini. Semua bajuku yang lain sedang terjebak di apartemen.
Setelah selesai mencuci, aku langsung melanjutkan kerja di agen pengiriman paket. Cukup banyak yang bisa aku kirim, sangat berbeda dengan kemarin. Jam 6 malam semua sudah selesai dan biasanya jika aku tidak ada jadwal ke cafe, aku akan menggantinya dengan menjadi supir sewaan. Tapi hari ini aku lumayan lelah, jadi aku memilih untuk pulang dan beristirahat lebih sore. Lagipula aku harus membangun tenda dulu di lantai 4.
Dan yah, syukurlah...
Sekarang jam 8 malam, di luar hujan dan aku sudah bergelung di dalam tenda menggunakan hoddie lengkap dengan celana yang baru dicuci, sarung tangan wol dan kaus kaki. Setelan yang sangat hangat dan paling nyaman untuk saat ini. Aku tidak menyangka jika pelarian ini menjadi jauh lebih menyenangkan dari apa yang aku pikirkan sebelumnya. Aku berhutang budi kepada paman Kim, Haru dan Oliver. Walaupun Haru sering menggangu aku bekerja namun jika tidak ada dia, mungkin barang-barang ini tidak sampai padaku.
Dan Oliver...
Entahlah, makhluk hidup satu ini yang bahkan aku tidak pernah tahu bagaimana wujudnya. Aku hanya berharap jika dia orang yang bisa dipercaya seperti apa yang digambarkan Haru. Kemarin ketika berada di kantin SMP, aku sempat bertanya beberapa hal pada Haru.
"Apakah dia benar-benar mengangkat telponnya tadi?" aku bertanya saat bibi sudah ke dapur dan anak-anak kembali ke kelas.
"Tentu saja, dia tidak mungkin menyuruhku kembali ke sini jika dia tidak mengangkatnya,"
"Tapi satu kata 'terimakasih' dalam surat tidak menjelaskan jika dia mengangkatnya," aku bersila di kursi, "mungkin dia berterima kasih karena aku menerima nasip untuk di ganggu olehmu 2 kali dalam sehari."
Dia tertawa, "Sudah aku ingatkan sebelumnya, dia memang seunik itu."
Aku mengangguk, "Kamu tidak ingin bertanya kenapa aku mendadak menerima tawaran menikah?"
"Oliver menyuruhku untuk tidak bertanya dan aku pikir juga demikian," sahutnya.
"Aku butuh uang untuk biaya sekolah adik-adikku," aku menghela nafas, "Kamu berkata jika aku boleh mengajukan syarat, aku hanya bisa memberikan status 'menikah' tapi tanpa ada hubungan layaknya suami istri. Aku berharap hanya hubungan kerja seperti bos dan pegawainya,"
"Aku paham," sahut Haru singkat namun membuatku semakin aneh.
"Aku tahu, kita sudah cukup membahasnya tadi pagi, namun katakan padaku, sebenarnya apa yang Oliver inginkan dari menikahi aku,"
Haru terdiam sambil menatapku, "Sebenarnya aku tidak mengetahui semua yang dia rencanakan, ada beberapa hal yang hanya Oliver saja yang tahu," dia menyandarkan badannnya ke kursi, "Tapi aku pastikan dia sudah tahu kalau kamu akan menerimanya karena alasan ini, mungkin dia butuh tambahan rekan,"
"Bukankah sudah ada kamu?" tanyaku.
"Ada beberapa hal yang tidak bisa di jangkau olehku dan mungkin hanya bisa di lakukan olehmu,"

KAMU SEDANG MEMBACA
Without Words
RomansaAthana, gadis yang sudah menghabiskan 8 tahun hidup terpisah dengan keluarganya. Dia bekerja keras untuk menghidupi dirinya sejak lulus SMP. Menjaga minimarket, pengantar koran, pelayan cafe, penyebar selebaran bahkan supir pengganti. Sifatnya blak...