Nara menguatkan hatinya. Hari ini, ia sudah bertekad untuk mengatakan semuanya pada Altair. Apapun hasilnya, dan apapun sikap Altair nanti. Itu tidak akan merubah keputusannya dan merubah fakta kalau dirinya putri kandung Trisha. Jujur, ia belum siap. Tangannya gemetar dingin membayangkan bagaimana ekspresi yang akan ditunjukkan Altair nantinya. Marah, atau biasa saja? Yang penting Nara sudah mempersiapkan hatinya untuk kedua kemungkinan itu.
Di sinilah Nara. Memilih menunggu Altair di depan kelasnya. Sempat ia bertemu dengan Daniel. Namun, cowok itu hanya memberi anggukan tanpa sepatah katapun dan pamit pulang lebih dulu. Nara mendesah panjang, ia mengepalkan tangannya guna menekan rasa gugup yang bukannya mereda tapi malah semakin menjadi.
Beberapa menit kemudian, Altair keluar dari kelas. Nara langsung berdiri menghampiri. Raut lelaki itu begitu datar, Nara bertekad tidak akan basa-basi yang takutnya nanti malah membuat Altair semakin muak. Cowok itu menaikkan alisnya, menunggu barang satu kalimat yang akan Nara sampaikan.
"A-ada yang mau aku omongin," ucap Nara tergagap. Lama tak berinteraksi ditambah momen terakhir mereka bertemu yang tak cukup mengenakan membuat Nara merasa takut. Altair masih diam, cowok itu memandang lamat Nara sebelum setelahnya mengangguk pelan.
"Ikut gue." Altair melangkah lebih dulu diikuti Nara. Sampailah mereka di sebuah persimpangan koridor yang cukup sepi. Kemungkinan, beberapa siswa sudah pulang atau masih berada di dalam kelas. Nara tak menggubris. Ia lebih sibuk menyusun kata yang akan ia ucapkan. Barang kali terlalu lama, Altair sampai kembali bertanya membuat Nara tersentak gelagapan.
"Lo mau bilang apa?"
"I-itu ... maaf tapi se—"
Handphone milik Altair dalam saku almamaternya berdering. Cowok itu mengambil dan menatap sekilas nama kontak sebelum setelahnya kembali memfokuskan atensinya pada Nara.
"Sebentar," ucap Altair yang dibalas anggukan oleh Nara. Entahlah, ada rasa lega yang menghinggapi Nara karena hal itu. Altair berjalan tak begitu jauh. Raut wajahnya terlihat begitu serius dengan garis rahang yang tergambar jelas di bawah pipinya. Dari samping, hidung Altair tampak sempurna. Terlihat mancung bagi ukuran orang Indonesia, tapi juga tidak terlalu mancung seperti orang bule. Begitu sempurna dilihat dari pandangan Nara dan mungkin para perempuan yang mengenal Altair. Namun sayang, cowok itu seperti sosok manekin hidup yang hampir tidak pernah mengajak teman-temannya untuk berinteraksi. Apakah Nara bisa disebut beruntung karena bisa menjadi salah satu manusia yang bisa berbicara bahkan berteman dengan Altair?
Lamunan Nara terhenti. Ia menaikkan kedua alisnya tatkala menangkap kejanggalan dari raut lelaki itu. Ada keterkejutan di wajah Altair. Nara mengernyit ketika Altair sudah kembali berdiri di hadapannya dengan napas tak beraturan. Seperti ada sebuah kekhawatiran yang menghantam relung hatinya hingga membuatnya kesulitan bernapas.
"Sorry gue harus ke rumah sakit," ucap Altair yang tanpa menunggu jawaban dari Nara sudah berlari pergi. Nara diam memandang jejak lelaki itu yang perlahan menghilang, tapi ia hanya bisa menghela napasnya sebelum ikut pergi untuk pulang.
Lelaki berperawakan atletis itu turun dari taksi lantas segera berlari masuk ke dalam rumah sakit dengan langkah panjangnya. Raut wajahnya tidak bisa diartikan, namun getaran di bibirnya cukup menggambarkan kekhawatiran yang cowok itu rasakan. Suaranya begitu parau saat menanyakan keberadaan sosok yang paling ia sayangi melebihi apapun di dunia ini. Ketika sudah mengantongi informasi yang ia dapat, cowok yang tak lain adalah Altair itu langsung mencari letak ruang gawat darurat. Hingga matanya yang berair menemukan sesosok pria yang ia kenal, ia langsung berjalan cepat dan mencengkram jas yang pria itu gunakan.
"Apa yang Papa lakuin sama Mama," gertak Altair mengenyampingkan rasa hormatnya. Ia menarik jas itu meminta jawaban cepat, tapi pria di hadapannya ini hanya diam tak berkutik. "Jawab, Pa!" sentak Altair.
KAMU SEDANG MEMBACA
Heartbeat
Teen Fiction"Sekali lo berurusan sama Daniel. Kecil kemungkinan lo buat lepas dari dia. Karena Daniel, bukan orang yang mudah lepasin lawannya." Daniel Aska Sagara, sudah bukan rahasia umum lagi jika orang-orang menyebutnya sebagai cowok yang tidak memiliki ha...