11

3 1 0
                                    

Aku kembali menemui Prince yang masih belum sadar juga.

Perasaanku kini melihatnya sangat sedih. Aku tidak tahu harus dengan cara apa agar membuat Prince cepat sembuh dari segala hal yang dia alami saat ini.

Mengenai sakitnya, aku benar-benar baru mengetahui tadi.

Jadi, selama ini Prince menutupi itu?

Aku jadi paham. Mungkin, salah satu hal yang membuat Prince terlihat stress adalah karena sakitnya juga.

Tapi, kira-kira sejak kapan? Anehnya, aku tidak pernah mendapatinya terlihat sakit. Setiap hari bertemu dengannya bahkan aku tidak pernah melihat atau merasakan sesuatu hal yang aneh-aneh pada dirinya.

Kini, aku memperhatikan Prince dengan perasaan sedih yang luarbiasa.

Pertanyaanku, apakah orangtuanya mengetahui hal ini??

Air mataku menetes kembali dan ku seka lagi.

Aku katakan padanya yang masih belum sadar itu dengan bilang, "Aku harap kamu bisa lewatin semuanya dan cepat pulih. Aku tahu kamu kuat! Kamu orang yang hebat, Prince. Aku janji akan terus ada buat kamu."

"Maaf, sesuai dengan perintah dari Dokter kalau pasien harus kami pindahkan ke kamar rawat segera. Silakan, untuk pihak keluarga mengurus biaya administrasi nya."

Aku pun terpaksa harus meninggalkannya lagi karena perawat ingin menangani Prince sekarang.

"Baik, Sus."

Mark langsung menghampiriku begitu aku keluar dari ruang UGD.

Aku bisa melihat raut wajahnya yang khawatir pula.

"Gimana sama keadaannya?" tanya dia.

Ditanya demikian, akhirnya membuat tangisku pecah. Mark segera memelukku. Tangis yang sejak tadi aku tahan pun akhirnya tidak bisa lagi aku kendalikan. Aku benar-benar sedih dan terluka setelah melihat kondisi sahabatku.

"Bel, ada apa?"

Aku pun menceritakan semua yang aku ketahui dari dokter tentang kondisi Prince kepada Mark. Mark pun terlihat terkejut dengan kabar itu.

Masih di dalam pelukannya, aku bilang, "Bagaimana cara aku beritahu soal ini ke keluarganya? Apa harus malam ini juga aku ke rumah dia? Tapi, aku takut dengan kemungkinan besar terjadi setelahnya."

"Memangnya kenapa?" tanya Mark.

Aku menjauhkan diriku darinya dan menjawab menatapnya, "Aku takut orangtuanya benar-benar akan mencoretnya dari kartu keluarga. Karena seingatku, Prince pernah cerita, andai dia melakukan keributan hebat dan masalah besar lagi di luar, maka orangtuanya tidak akan pernah mau menganggapnya sebagai anak lagi. Bahkan, dia akan di asingkan oleh Kakeknya sendiri di tempat yang hanya keluarganya yang tahu."

Mark memegang kedua pundakku dan menatapku dalam. Kemudian, cowok itu bilang, "Kamu harus yakin kalau hal itu nggak akan pernah terjadi. Semarah-marahnya orangtua sama anaknya nggak akan tega marah saat melihat anaknya luka parah. Apalagi, melihatnya dalam kondisi sudah kritis. Nggak ada orangtua yang tega melakukan itu, Bel. Jadi, kamu jangan pikir macam-macam."

Setelah Mark bilang seperti itu aku hanya diam bersama dengan pikiranku yang bilang, 'Harusnya seperti itu. Tapi, ini terjadi pada Prince. Dalam hal ini, itu sangat berbeda' Pikirku.

Namun, aku tetap berdoa dan berharap, jika apa yang disampaikan Mark itu adalah benar.

Kemudian, Catur muncul.

"Gue udah cek keadaan korban," katanya. Kemudian, dia menghela napas berat. Seperti telah menyesali sesuatu.

"Terus, gimana?" tanyaku penasaran.

IN A LOST YOU / INALOSTYOU!Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang