12

4 1 0
                                    

Pagi pukul enam.

Aku meminta semua teman-temanku untuk pulang. Lagipula, pagi ini semuanya ada jadwal kuliah. Tak terkecuali, aku sih. Tapi, sepertinya untuk hari ini aku memutuskan untuk tidak masuk dulu. Tersisalah, aku, ayah, pak Bagus, dan Mark. Sedangkan, yang lainnya sudah pamit pulang dan akan berjanji untuk menjenguk kembali ke rumah sakit siang nanti.

"Mark, kamu pulang aja duluan. Bilang juga ke Andy, maaf karena rencana nonton filmnya jadi kacau," kataku pada cowok itu.

Aku bisa melihat wajah ngantuk dan lelahnya. Sehingga, timbul rasa tidak enak dan bersalah. Mark mengangguk singkat.

"Maaf juga, karena kamu jadi kelihatan capek banget. Pulang nanti kalian langsung istirahat aja. Waktu tidur kalian malam tadi kan kepotong karena begadang. Jangan lupa sarapan dan mandi," kataku padanya.

"Oke. Kalau gitu aku pamit pulang dulu. Kamu juga jangan sampai lupa istirahat, ya, Bel. Salamin aja ke orangtua kamu kalau aku pulang duluan. Nanti, kalau ada apa-apa tolong cerita. Aku siap bantu," katanya.

Aku mengangguk sebagai jawaban iya dan dia pun pergi.

Tersisalah, aku sendiri di depan ruang kamar Prince. Sedangkan, ayah masih setia menemani pak Bagus.

Sekarang, anak pak Bagus sudah berada di ruangan lain dan telah mendapatkan perawatan yang baik. Masa kritis anak itu sudah terlewatkan dalam waktu yang cukup cepat. Itu karena mendapatkan transfusi darah yang cepat pula sehingga membuat kondisi anak itu cepat membaik dari sebelumnya.
Kami semua bersyukur.

Tiba-tiba, ayah muncul dari arah belakangku. "Nak, Pak Bagus pulang untuk mengurus pemakaman istrinya. Sekarang, yang gantian nungguin anaknya ada saudaranya yang baru sampai dari kampung. Kamu sendiri, masih mau di sini atau pulang dulu?" tanya ayah begitu menghampiriku.

"Kayaknya, aku masih mau nunggu di sini. Ayah, kalau mau pulang duluan nggak pa-pa. Nanti, aku bakalan pulang sewaktu ada teman yang ke sini buat jenguk," kataku padanya.

Di awal, ayahku sempat menyarankanku untuk lebih baik pulang ke rumah dulu dan dirinya lah yang akan menunggui Prince. Tapi, aku tetap enggan untuk pulang duluan. Ayah pun mengalah. Dan, akhirnya dia ijin pulang duluan.

Setelah ayah pergi, seorang perawat bernama Asihara itu keluar dari ruangan Prince dan mempersilakan aku untuk masuk ke dalam ruangan. Aku pun masuk dan lagi-lagi pasrah melihat keadaan cowok itu yang tidak kunjung sadar.

Singkatnya,

Aku terbangun dari tidurku karena tak sengaja ketiduran sewaktu menunggui cowok itu yang terbaring dengan berbagai macam alat rumah sakit yang terpasang di tubuhnya.

Aku terbangun, karena mendengar suara alarm dari handphoneku yang menunjukkan pukul sembilan pagi.

Aku mengecek keadaan Prince. Memperhatikan kembali setiap luka yang tercetak jelas pada wajah, tangan dan kakinya. Menyadari itu semua membuatku sedih dan sangat prihatin atas kondisinya.

Sampai detik ini satu keluarganya pun belum ada yang menjenguk. Prince pasti akan sangat sedih, jika mengetahui hal ini.

Namun, tiba-tiba pintu rumah sakit terbuka lebar dan aku terkejut begitu melihat kehadiran mbok Sadiah bersama dengan mama kandung Prince. Lantas, aku langsung berdiri dari dudukku dan menyambut kedatangan mereka senang.

"Terimakasih sudah jagain anak saya!" kata mama Prince yang ku tahui bernama, Raline. Dan, dia juga ibu tiri dari Zendaya.

Mama Prince terlihat begitu khawatir dan sedih melihat kondisi putra kandung satu-satunya terbaring lemah tak berdaya. Bahkan, sangking sedihnya sampai berkali-kali menitihkan air mata. Tak terkecuali, itu juga yang terjadi pada mbok Sadiah.

IN A LOST YOU / INALOSTYOU!Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang