15

6 1 0
                                    

Kata orang segala sesuatu itu memang butuh proses. Aku percaya itu.

Seperti sekarang, Prince sudah pulih. Keadaannya sudah membaik. Dan, hari ini tepat dua bulan dia di rawat di rumah sakit. Kini dia sudah diperbolehkan untuk pulang.

Prince memilih tinggal di apartemen yang dibelikan oleh mamanya. Karena, dia tidak mau tinggal lagi bersama ayah dan kakeknya. Menurutnya, jika setelah keluar dari rumah sakit dia mesti kembali tinggal bersama mereka, maka kesembuhannya tidak akan pernah bisa berhasil total. Yang ada dia akan semakin sulit untuk benar-benar pulih seratus persen. Karena tuntutan ini dan itu!

Saat ini, aku dan Catur menemani mamanya Prince untuk menata barangnya di apartemen. Sedangkan, si pemilik apartemen, justru sedang sibuk mencari isi kulkas. Katanya, dia sudah bosan dengan makan-makanan rumah sakit. Dia rindu makan mie instan.

Mengetahui itu, mamanya Prince langsung menengur putranya dengan bilang, "Kamu nggak boleh dulu makan mie instan, Prince!"

"Kenapa nggak boleh?" jawab Prince.

"Kamu nggak boleh makan sembarangan. Apalagi, yang instan-instan. Kamu harus perhatikan pola makan kamu. Jangan memperburuk kondisi kesehatan kamu, Prince."

Deg.

Aku dan Catur saling pandang sebentar. Kemudian, kembali melihat Prince yang kini terlihat diam dan mengurungkan niatnya untuk memasak mie instan.

Prince pun memilih masuk ke dalam kamarnya. Aku jadi kasihan. Prince yang kami lihat sekarang ini seperti bukan Prince yang biasa kami lihat di kampus. Dia sangat berbeda sekarang. Seperti bocah lima tahun yang dilarang untuk membeli mainan kesukaannya.

Mama Prince terlihat merasa bersalah setelah bicara seperti tadi.

Aku lantas mendekati mamanya Prince dan bilang, "Tante nggak salah. Dia orangnya kan emang mesti diingetin terus." Mama Prince tersenyum.

Kemudian, aku bilang pada Catur yang saat ini membersihkan kaca jendela. "Catur! Kamu temenin Mamanya Prince dulu, ya! Aku mau ke Prince, dulu." Catur mengangguk arti jawaban, iya.

Sebelumnya aku meminta ijin kepada mamanya Prince untuk menghampiri cowok itu di kamarnya. Aku memanggilnya dari ambang pintu, "Prince, boleh aku masuk?" tanyaku dulu.

Dia nampak sedang duduk menghadap pemandangan di balik jendela kaca yang besar di kamar apartemennya. "Masuk aja, Bel!" jawabnya dari dalam tanpa melihatku.

Aku berjalan mendekat dan berdiri di sampingnya. Kemudian, aku bilang, "Mama kamu itu sayang Prince sama kamu, makanya dia ingetin kamu terus," kataku.

Dia mendongakkan wajahnya melihatku dan meminta ku untuk duduk di atas pahanya dengan gerakan tangan. Dan, aku katakan, "Gila, ya!" Dia terkekeh geli. Kemudian, dia berdiri dan menyingkirkan kursi itu ke samping.

Kini, kami pun saling berdiri bersebelahan sambil menatap pemandangan kota di bawah sana.

Tiba-tiba dia bilang, "Kapan-kapan, gue minta lo untuk temenin gue ketemu sama Pak Bagus dan Anugerah mau, kan? Karena sampai detik ini gue masih sangat merasa berdosa sama mereka." Tentu aku jawab, iya.

"Oke. Kapanpun aku bakal mau," jawabku.

Dia terlihat memasukan kedua tangannya ke dalam saku celana dan mengatakan sesuatu yang membuatku terkejut. Prince tiba-tiba bilang, "Kemoterapi menggunakan obat-obatan kimia untuk membunuh sel kanker. Operasi kanker hanya menghilangkan dan mengangkat benjolan tumor itu. Kedua metode ini tidak mampu menghambat terjadinya perubahaan mutasi genetik dalam sel dan racun dalam tubuh. Oleh karena itu, setelah pasien menjalani itu semua, yang namanya tumor akan tumbuh lagi dan bahkan berpindah ke area organ tubuh yang lain, disebut metastatis." Aku menatapnya serius dari samping. Sedangkan, fokusnya masih kepada pemandangan kota di bawah sana.

IN A LOST YOU / INALOSTYOU!Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang