Ada rasa ragu dalam hatinya. Sadar atau tidak, penolakan kala itu begitu membekas. Hatinya bukan tidak ingin merelakannya dan menganggap semuanya tidak pernah terjadi, tapi rasanya sangat sulit.
Apakah karier lebih penting? Apa setidakpercaya itukah gadisnya untuk mewujudkan mimpi bersamanya?
Dia tidak pernah melarang apalagi mengekang, tapi kenapa?
Namun, ucapannya benar-benar tidak bisa ditoleransi. Wajar saja Laura langsung meninggalkan meja makan dengan rasa marahnya. Bastian benar-benar jahat.
"Kenapa ngelamun? Banyak cicilan?"
Teguran itu menariknya untuk kembali ke alam sadar. Angannya sudah terlalu jauh berlari.
Bastian menerima sebuah buket bunga mawar putih yang disodorkan Jason. Sejenak, ia hirup aroma bunga tersebut. Warna putih yang kalem sangat cocok untuk Laura.
"Inilah alasannya gue gak mau bantu emak di sini. Bucin kalo diajak ngomong kayak batu, anjir," gerutu Jason, membereskan mejanya yang berantakan. Toko bunganya mesti tetap rapi agar ibunya tidak marah-marah saat datang ke sini.
"Jago juga lo ngerangkai buketnya," puji Bastian, mengabaikan keluhan sahabatnya itu.
Jason memutar bola matanya, malas. "Baru nyadar lo?"
Bastian terkekeh. "Nanti cewek lo dapet bunga langsung dirangkai sama pacarnya."
Jason tersenyum hampa. Dia harap akan ada perempuan yang cocok untuknya sebelum dia meninggal nanti.
Setelah keluar toko bunga Jason, Bastian langsung melajukan mobilnya ke suatu tempat sembari menyiapkan hati untuk meredam egonya. Lebih dari amarahnya, dia lebih takut kehilangan Laura.
Petang ini lebih cerah dari yang diperkirakan. Sabtu yang manis bersama semburat jingga yang tidak pernah mengecewakan. Ibu pernah bilang jika kehidupan bisa sesingkat senja yang indah lalu terbenam di ufuk barat dengan cepatnya. Maka dari itu, nikmatilah hidup selagi belum berakhir.
Bastian berhenti di sisi jalanan, membuka ponselnya sebentar untuk mengecek pesan dari seseorang. Hanya dengan melihat namanya saja sudah mampu menarik kedua sudut bibir Bastian.
Apa pun yang terjadi, Bastian akan menemui Laura. Dia akan lebih dulu sampai dari Becca.
Tepat di belakang mobil berwarna putih, Bastian kembali menghentikan mobilnya. Lampu merah mencegatnya, memberinya kesempatan untuk mengangkat panggilan yang masuk ke ponselnya.
"Iya, Line?" tanya Bastian pada seseorang di seberang sana.
["Gue pergi, ya"]
"Ke mana?" Bastian langsung panik mendengarnya. Pikiran negatifnya berkeliaran tidak karuan. Gadis yang nyaris depresi .... Apa yang akan dilakukannya?
Tiiiit! Tiiiit!
Bastian langsung tersadar, lantas melajukan mobilnya sambil memegang ponsel di tangan kirinya. Kenapa di saat seperti ini Raline justru membuatnya cemas dan panik?
KAMU SEDANG MEMBACA
KENAPA, LAURA? [Rampung]
RomanceKENAPA, LAURA? [Romance] "I'm your Romeo and you're my Juliet." -Bastian Narindra *** Anak tetangga membawa calonnya dan itu yang menjadi masalahnya. Setelah itu, banyak sekali dorongan untuk segera menikah dan itu membuat Laura pusinh di tengah...