Ruang ganti begitu riuh dengan perempuan-perempuan pemusik yang saling bertukar pengalaman mulai dari karier bermusik hingga ranah pribadi. Laura tidak tertarik untuk bergabung. Bukan karena dia tidak menyukai orang-orang ini, tapi ia merasa begitu kecil di hadapan mereka yang berlimpah pengalaman.
Yessika, pemain biola pengiring, putri dari salah satu pemain tanduk. Dia gadis 19 tahun yang hebat karena sudah menyentuh buana musik sejak usia 10 tahun. Dia mengobrol dengan asik dan sesekali berdebat kecil.
Ada pemain biola pengiring lain yang tengah mendengar wejangan seorang wanita yaitu Tria. Berkakekan pemusik Prancis, membuat Tria begitu dekat dengan musik bahkan saat usia 7 tahun.
Wanita yang mengobrol bersama Tria yaitu Betty, wanita 43 tahun yang menjadi violinist pengiring bersama beberapa violinist lain, begitu cakap menjelaskan bagaimana dia bekerja dengan biola selama hampir 25 tahun.
Laura hanya duduk di depan cermin rias sambil mendengarkan obrolan mereka. Ada sedikit keraguan untuk menjalin hubungan baik dengan mereka. Pada akhirnya, Laura hanya diam. Dia membuka case biolanya, mendapati benda itu tergeletak di dalam sana dan dengan melihatnya, begitu sukses membuat Laura tenggelam dalam pusaran pasir masa lalu.
Mama yang memberikan biola itu pada Laura sebelum kepergiannya 3 tahun 4 bulan yang lalu. Biola ini menjadi saksi atas jemari yang bergerak, mengalunkan melodi yang merangkai syahdunya rangkaian nada. Bisakah biola ini menemani pemain lain sekarang?
"Laura, ayo naik ke panggung!"
"Oh! Ayo!" Laura segera bangkit dari duduknya sambil membawa biolanya.
Kedua pasang kaki jenjang itu saling mengimbangi langkah satu sama lain, memecah keheningan yang dirangkai koridor. Sayup suara-suara para gadis sudah benar-benar lenyap ditelan belokan.
"Kamu hebat, ya, udah main biola dari usia 7 tahun. Berarti udah udah 18 tahun main biola," puji Laura, mengungkapkan kekaguman yang sudah cukup lama ia pendam, terhitung sejak latihan kedua mereka.
Tria tertawa dengan pujian itu. "Kalo bisa, liat saya di 7 tahun pertama. Bener-bener kacau. Capek, putus asa, males. Bener-bener menjengkelkan."
Tria menoleh pada wajah polos Laura yang menitikberatkan seluruh atensinya pada obrolan ini.
"Lagian, 18 tahun itu gak bisa dimaknai secara harfiah. Di rentang waktu itu, ada tahun-tahun kosong yang sama sekali gak saya isi dengan main biola. Saya cuma menghitung dari awal saya menyentuh biola sampai sekarang. Jadi, sebenarnya 18 tahun itu kurang valid haha."
Kekehan Laura berpadu dengan tawa renyah Tria.
"Tapi tetep aja kamu hebat bisa bermain di usia sedini itu." Laura sedikit menunduk. Ia merasa iri pada Tria. Wanita berambut lebih dari sebahu itu begitu luwes memainkan biolanya bahkan nyaris tanpa cacat.
Seharusnya Tria, 'kan? Dia berbakat dan mempunyai pengalaman yang mumpuni
Ketika hendak melangkah ke panggung, sebuah tangan mencegah Laura. Ia menoleh, mempertanyakan sikap Tria ini.
"Insecure itu seperti rokok. Dia akan membunuhmu."
Laura merunduk layaknya padi yang kian menguning, menatap sepasang high heels hitamnya dengan iris berkabut tipis. Jika saja bisa, Laura ingin mengenyahkan rasa minder ini dengan mundur, tapi sisi lain dari dirinya terlalu egois. Dia ingin mengikuti pertunjukan musik ini.
🎻
Kepulan asap tipis keluar melewati bibir tipis itu, terbang melewati kaca mobil yang sengaja dibiarkan terbuka. Lagipula, tidak ada siapa-siapa di sini untuk menjadi perokok pasif.
KAMU SEDANG MEMBACA
KENAPA, LAURA? [Rampung]
RomansaKENAPA, LAURA? [Romance] "I'm your Romeo and you're my Juliet." -Bastian Narindra *** Anak tetangga membawa calonnya dan itu yang menjadi masalahnya. Setelah itu, banyak sekali dorongan untuk segera menikah dan itu membuat Laura pusinh di tengah...