006.

437 43 8
                                    

***

Seulgi terbangun dari tidurnya yang......kurang nyaman. Ia duduk di sofa tempat yang ia jadikan tempat tidur tadi. Pegal, itu yang seulgi rasakan. Bagaimana tidak? Tubuh Seulgi yang tinggi tidur di sofa yang kecil itu, tentu saja itu membuat nya pegal dan tidak nyaman.

Semalam, ia tidak kembali ke rumahnya maupun rumah orang tuanya. Akan menjadi pertanyaan besar untuk orang tuanya kalau Seulgi pulang dengan keadaan yang berantakan. Jadi setelah lelah menelusuri jalanan tanpa arah ia memutuskan untuk ke kantornya dan menginap disana.

Seulgi berjayke arah pintu saat seseorang mengetuk pintu ruangannya.

"Maaf tuan, ini pesanan anda" ucap Umji sekretaris Seulgi. Ia memberikan paper bag berisi pakaian pada atasannya itu.

"Oh gomawo" ucap Seulgi setelah menerima paper bag itu.

"Nde tuan, kalo begitu saya permisi" ucap Umji lalu membungkukkan badannya sebelum ia pergi dari ruangan Seulgi.

Setelah selesai membersihkan dirinya, Seulgi mengambil p3k yang ia beli semalam, ia kembali duduk di sofa untuk mengganti dan membersihkan luka di tangannya. Dia tidak sekuat itu ternyata, Seulgi tidak bisa membiarkan lukanya tetap terbuka, dia pikir dia akan seperti pemeran di drama action yang selalu ia tonton dimana si pemeran utama itu membiarkan lukanya tetap terbuka sampai nanti pasangannya melihat luka itu dan mengobatinya dengan penuh kelembutan.

"Ah sial!!" Umpatnya saat ingat dirinya dan Irene sedang dalam kondisi tidak baik.

"Kenapa harus membayangkan hal klise seperti itu" lanjutnya, sembari tangan kirinya mengusap kan obat merah pada lukanya. Ia meringis saat kapas itu mengenai permukaan tangannya yang terluka.

Seulgi kembali membereskan peralatan p3k miliknya setelah selesai mengobati lukanya.

Mengambil ponselnya yang ia letakkan di meja kerjanya. Sudah seulgi duga pasti Irene menghubungi nya. Banyak panggilan tak terjawab dan pesan dari Irene yang mengatakan bahwa Yeji dana Jisu yang terus menangis karena tidak bertemu dengannya. Juga pesan dari Daddy nya. Seulgi menghela nafas berat, padahal masih sangat pagi tapi ia merasakan sudah sangat lelah.

****

Seulgi menghampiri Yeji yang duduk di kursi tepat disamping ranjang Jisu. Tangan mungil Yeji tak pernah berhenti untuk mengusap tangan Jisu. Yeji menoleh kearah pintu saat mendengar suara pintu terbuka.

"Daddy...." Panggilnya antusias.

Ia turun dari kursi dan berlari kearah Seulgi. "Kemana semalam? Aku dan Jisu mencari mu" tanyanya setelah berada di pangkuan seulgi.

"Kau mirip sekali denganku, kau benar benar putriku. Pasti" bukannya menjawab Seulgi malah berkata seperti itu.

"Tentu saja aku putri mu dad! Kau tidak lihat mataku minimalis karena aku seperti mu!!" Seulgi terkekeh mendengar ucapan Yeji, yang seperti enggan memiliki mata sipitnya itu.

"Mata kita ini langka, kau harus bangga dengan itu" Seulgi mencolek hidung kecil Yeji.

"Tapi aku Ingin mata yang seperti Jisu" perkataan Yeji membuat Seulgi terdiam tawanya terhenti seketika.

Yeji memukul pelan bahu ayahnya, ia meminta turun.

Yeji menarik tangan Seulgi untuk mendekat pada Jisu.

"Dad, Jisu dari semalam tidur dia belum bangun. Kan aku mau ajak dia main" adu Yeji pada Seulgi.

Ah, apakah dia tak sadarkan diri?

Batin Seulgi menatap Jisu yang terbaring dengan mata yang masih tertutup.

Ia meringis saat melihat tangan mungil Jisu yang terpasang jarum infus juga jarum untuk transfusi darah.

Can we..¿?Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang