awal

4.7K 453 120
                                    


"Haish...." Seorang pria berusia 23 tahun itu membenturkan kepalanya ke atas meja. Membuat saudara-saudaranya melirik bingung ke arahnya.

"Kenapa lagi dia?" bisik Blaze pada Halilintar yang sedari-tadi ada di samping Taufan untuk mendengarkan keluh kesahnya.

"Biasa, dicuekin Istrinya."

Blaze hanya ber'oh'ria lalu ikut duduk di dekat kakak keduanya yang masih menangisi nasibnya hari ini.

"Bang Upan ngapain lagi hari ini?"

"Aku cuma pengen bantu dia beres-beres. Tapi gak sengaja mecahin gelas kaca, terus [Name] marah. Sampe sekarang aku dicuekin. HUWAA BLAAZEE, AKU DICUEKIN!"

Aduh, gak heran sih kalo dicuekin.

"Udah minta maaf belum?"

"... belum, sih."

Kan, gob—.

Keenam saudaranya hanya bisa geleng kepala lelah. Kenapa, sih, Taufan selalu seperti ini?

"Kak Faan, Kak Fan. Udah tau [Name] itu modelannya kayak Bang Hali, masih aja dibikin kesel."

Ice sendiri juga pusing. Tiap hari Taufan selalu pulang ke rumah mereka yang dulu hanya untuk curhat tentang [Name]. Juga Halilintar yang sifatnya sebelas-dua belas dengan [Name] jadi merasa sedikit tersinggung ketika Taufan misah-misuh tentang [Name].

"Huwaa, aku nikah sama [Name] berasa nikah sama Kak Hali."

"Amit-amit. Jangan sampe."

Maaf, ya. Halilintar ogah menikah dengan Taufan, sekalipun jika ia perempuan, sepertinya ia akan berusaha menjauh.

"Sekarang, mending kamu pulang. [Name] udah nunggu, loh—ya siapa tau aja, sih."

"[Name] bakal maafin aku, gak tapi?"

"Gak tau. Salah lo kebanyakan, sih."

"KAK HALIII GABOLEH NGOMONG! AKU BERASA DIGITUIN [NAME]."

――――💙

Kriet...

Pintu rumah dibuka dengan pelan. Taufan, si pelaku, melihat sekeliling sebelum akhirnya membuka sepatunya dan masuk ke dalam.

"[Name]?" dia mencari keberadaan sang istri, namun hasilnya nihil. Istrinya itu tak ada di ruang tamu. Biasanya istrinya akan menunggu di ruang tamu untuk menyambutnya.

Astaga, sepertinya masih marah, ya.

Akhirnya, Taufan langsung pergi ke kamar mereka berdua. Benar saja, ada [Name] disana sedang bermain video game miliknya.

Grep.

Secepat mungkin Taufan menghampiri sang istri dan memeluknya dari belakang. Dia mengendus-endus pelan sang istri untuk sedikit menggodanya.

"Masih kesel?"

"Oh, ada ulat bulu yang baru pulang. Kemana aja? Kamu pikir ini jam berapa?"

Enggak apa-apa. Bagi Taufan ulat bulu itu panggilan kesayangan dari [Name].

Taufan melihat jam yang ada di kamar mereka. Sebuah jarum pendek menunjuk pada pukul sembilan, dan jarum panjang ada di pukul 6.

Jam setengah sepuluh.

Sepertinya Taufan terlalu lama mampir ke rumah saudara-saudaranya yang belum menikah itu. Bukan itu saja, tak seperti Thorn yang sudah izin pada istrinya, Taufan belum izin ke istrinya jika akan pergi ke rumahnya yang dulu.

Jadi wajar saja jika istrinya seperti ini.

"Heheee maaf, Cintaa! Aku tadi ke rumah mereka dulu, kita kumpul bertujuh. Thorn juga ada disana."

"Namaku bukan Cinta. Kamu salah manggil nama, ya? Siapa Cinta?"

Oke, tidak seharusnya Taufan memakai nama panggilan untuk istrinya. Waktunya tidak pas.

"Cinta itu kamu, [Name]. Jangan mikir yang aneh-aneh, deh. Lagian kamu kayak gini karena kangen sama khawatir, kan?"

"Hah? Najis. Enggak, tuh."

"Masa? Terus yang sekarang lagi pake jaketku kira-kira siapa? Terus siapa yang ngespam Istrinya Thorn nanyain tentang aku?"

"... s-selingkuhanmu, kali."

Astaga, bisa-bisanya ia masih dituduh.

"Gak usah gengsi gitu, deh! Sini sinii, peluk sama cium dulu."

Dengan perasaan malu dan kesal. [Name] meninggalkan permainannya, ia menghambur dirinya ke dalam pelukan Taufan sambil menyembunyikan wajahnya di dada Taufan.

"Aku ... kangen."

"Kan, kamu itu gak bisa, ya, boong ke Upan!"

"... tapi aku masih kesel sama kamu, jelek."

Gapapa, segini aja bagi Taufan udah cukup.

____

Jiakh, terbitlah Upan.

Nanti Upan up tiap sabtu-minggu, ya

2x seminggu maksudnyaa, barengan Blaze. Sama kayak Ice Gempa waktu ituuu.

See u, ya! Nanti malem aku up chap 1 nya Upan sama Blaze. Sore ini/nanti malem Solar tamat ;')


caper; b. taufan [√]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang