10. marah

1.8K 255 57
                                    


"Siapa?"

"Hah?"

"Siapa dia?"

[Name] memiringkan kepalanya tak mengerti, dari saat Taufan kembali ke rumah, ia sangat berbeda dan terlihat tak berminat memeluk atau melepas rindunya pada [Name]. Gak Taufan banget, [Name] jadi bingung.

"Yang jalan sama kamu tadi siang, siapa dia?"

Taufan terlihat begitu serius, ia berdiri di hadapan [Name] yang duduk di sofa. [Name] sedang membaca buku, tiba-tiba saja suami birunya ini datang dengan raut wajah begitu.

Tangannya ia lipat di depan dadanya, senyum yang biasa ia tunjukkan pada [Name] tak ada saat ini. Jika dilihat sekilas, Taufan seperti Halilintar, hanya saja maniknya berbeda.

"... Oh," [Name] menaruh bukunya di meja terdekat. Ia menepuk-nepuk tempat kosong di sebelahnya sebagai kode untuk Taufan. Tentu hal itu langsung Taufan tolak mentah-mentah.

"Duduk dulu, Taufan."

"Enggak. Sebelum kamu jelasin."

Aduh, kalau sudah seperti ini, akan menjadi sulit. Taufan kalau marah itu, susah dibujuk. Sebenarnya mudah untuk keenam saudaranya, tapi tidak untuk [Name]. Ia paling tidak bisa membujuk Taufan ketika Taufan marah.

"Dia itu saudaranya Shielda, namanya Sai. Kita tadi jalan bareng buat beli kain, aku punya desain baru, tapi aku harus liat kain yang cocok dulu biar hasil akhirnya bagus. Karena kamu kerja, jadinya aku jalan berdua sama Sai buat liat-liat kain yang bagus."

Taufan mengerutkan keningnya tak suka. Padahal ia sudah bilang pada wanitanya ini, ia akan selalu ada ketika [Name] membutuhkan dirinya. Kenapa tidak telepon dirinya saja? Dari awal Taufan sudah sangat siap direpotkan oleh [Name] jika alasannya 'takut ngerepotin atau ganggu'.

"Kenapa gak nelpon?"

"... Ya gapapa."

Jawaban tak memuaskan bagi Taufan.

"Kenapa harus sama Sai?"

"Soalnya dia anak buahku...??"

[Name] sendiri ragu-ragu menjawabnya. Iya, ya. Kenapa dia bersama Sai jika bisa bersama Shielda? Tapi saat itu kontak teratas di riwayat panggilannya adalah Sai, jadi pikirannya langsung ke Sai.

Sai menelpon [Name] untuk memastikan jika desain baru mereka ini fiks akan dibuat atau tidak. Karena topiknya masih menjadi satu dengan pikiran [Name] yang mau melihat kain untuk desain baru, akhirnya Sai deh yang terpilih.

Melihat Taufan tak bertanya padanya lagi dan malah diam saja dengan ekspresi yang sama, hal itu sedikit membuat [Name] takut.

"... Maaf, harusnya aku telpon kamu."

Setelahnya, Taufan langsung menghela napas panjang. Ia berjalan menghampiri istrinya lalu duduk di sampingnya. Pinggang [Name] ia tarik, ia angkat sedikit hingga [Name] duduk di pangkuannya. Tangannya melingkar di perut sang istri, dan kepalanya ia jatuhkan di bahu istrinya.

"Upan cemburu, tau. Kamu sekarang jarang merhatiin Upan, selalu anak-anak yang kamu perhatiin. Awalnya Upan gak masalah, tapi kamu malah jadi kayak lupain Upan. Terus hari ini kamu jalan sama cowok lain, ketawa bareng lagi. Gak pernah, tuh, kamu kayak gitu ke Upan. Emang si Sai Sai itu bisa apa, sih?"

[Name] hanya diam mendengarkan, namun, tangan kanannya itu terulur ke atas untuk mengelus surai halus suaminya.

"... Aku cuma kangen kamu, kamu pas kita masih berdua. Belum ada Liung, Ai, Ije. Aku diperhatiin terus, walau kamu agak gengsian."

Taufan terkekeh, ia mengeratkan pelukannya pada [Name], "siluman badak kesayangan Taufan, perhatiin aku lebih dari mereka, ya?"

[Name] memerah, ia mengangguk kecil hingga Taufan semakin mengeratkan pelukan mereka dan malah menjatuhkan [Name] ke sofa, membuat posisi mereka berubah; Taufan di atas dan [Name] di bawah.

"Ada yang mau diomongin?"

"... Enggak ada. Cuma, maaf, Pan."

"Maaf kenapa? Yang jelas dooong!"

"M-maaf karena bikin cemburu?? Maaf karena aku kurang pe-perhatiin kamu ... maaf, ya?"

Taufan tersenyum puas, merasa senang dengan pengakuan [Name]. Syukurlah ungkapan hatinya itu direspon dengan baik oleh sang istri.

"Aaaaaa~ Upan mau diperhatiin sekarang." Ia merubah posisi mereka berdua lagi, sehingga [Name] sekarang berada di atas Taufan dengan Taufan di bawah tengah tersenyum penuh arti.

"Aku mau makanan spesial-ku malam ini. Sudah lama aku gak makan menu itu."

Tuh, kan. Langsung [Name] memerah padam dan memukul dada Taufan pelan, "y-yaa, khusus malam ini aja! I-inget, malem ini aja!"

Sebuah jawaban yang sangat ingin Taufan dengar dari mulut [Name]. Pria itu langsung saja duduk, membenarkan posisinya sebelum menggendong sang istri ke dalam kamar.

Beliung sedang di kamarnya entah sedang apa, Hali dan Haize sudah tidur. Mereka memang selalu tidur ketika sudah jam delapan malam.

"Huwaaaa Upan kangen banget sama ini!"

"SHHHUT! B-BERISIK!"

Malu, lah, [Name].

―――― ✧ :-  

Kan, paginya remuk semua tubuh [Name]. Salahkan Taufan yang membuatnya seperti ini, walau tak sepenuhnya salah dia, sih.

Salah [Name] juga karena membuat Taufan cemburu dan kurang memperhatikan Taufan.

"Papa Upan yang masak hari ini?" tanya Beliung ketika melihat sang ayah memakai apronnya dan sudah siap untuk memasak.

"Iya, Bunda lagi sakit. Jadi Papa gantiin Bunda hari ini! Bilang ke Hali nanti, Bunda-nya biarin istirahat dulu, jangan diajak lari-larian."

Beliung hanya mengangguk. Ia kembali naik ke lantai tiga dari lantai satu, ugh, sejujurnya, Beliung sangat membenci tangga. Apalagi rumahnya ini memiliki tiga lantai. Aduh, Beliung ingin melempar sandal pada Taufan karena membuat rumah seperti ini.

"Kak Liung ke atas buat bangunin Hali?"

"Enggak, Pa. Liung mau mandi."

"Loh!? Kamu belum mandi!?" Taufan melirik jam yang ada di dekatnya, jarum pendek jam menunjuk angka enam, dan jarum panjang jam menunjuk angka tujuh, yang menandakan ini sudah pukul 06:35. Sebentar lagi Beliung masuk sekolah, jarak ke sekolah dari rumah juga cukup jauh lagi.

"... Belum. Aku kesiangan, udahlah Paaa, Liung bolos aja kali, ya?"

Taufan menggelengkan kepalanya heran dengan si anak, "kamu tuh gimana si. Masa mau bolos?"

"Ini yang pertama kalinya, loh ... Liung bolos sekolah, Pa."

"HAH?! SERIUS?! PAPA AJA WAKTU JAMAN SEKOLAH UDAH BOLAK-BALIK KE BK KARENA ALPA TERUS DI ABSEN."

"... Papa bolos terus?"

"Siapa, sih, yang gak pernah? Mamamu aja pernah, bolos bareng Papa."

________

Jangan ditiru ya guys, Taufan ini rada-rada.

wkshekdn betul, yang jalan sama nem adalah Mas Sai kesayangan kita 👀 tadinya mau pake Adudu, tapi sudahlah. Ejojo aja cukup. 😔

Yuk semangat baca, empat lagi end.

See u!




caper; b. taufan [√]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang