Tamu pagi hari

1.1K 126 7
                                    

Hola ... ingat cerita KOFFEIN, LESS OR MORE YOU STILL NEEDED? Ini sequelnya, saya ambil dari Gentala aja ya, anaknya Panji dan Rea. Check it out!
Bagi yang belum tau kisah Koffein less or more you still needed, bisa beli di Playstore book, ketik aja Rianievy, nanti muncul karya saya yang bentuknya e-book.

_____

Kling!

Suara lonceng menggantung di atas pintu tanda ada seseorang masuk ke dalam kedai kopi berbunyi pelan. Jemari lelaki itu meraba sudut dinding, ia menekan saklar lalu lampu ruangan menyala terang.

Langkahnya pelan, mengarah ke area belakang meja tepatnya tempat ia biasa berada sebagai seorang barista amatir tapi nekat tetap ingin menjadi ahli peracik kopi.

Air keran mengalir membasahi tangan, kemudian ia keringkan dengan tisu dapur. Kini beralih ke papan menu yang biasa ia tulis untuk memberitahu pelanggan apa menu spesial hari itu.

Tatapannya serius, wajahnya terkesan angkuh dan dingin, jarang tersenyum karena memang seperti itu pembawaannya.

Gentala Cakra Anggoro, nama lelaki 19 tahun yang mogok melanjutkan kuliah karena ngotot memilih menjalankan usaha salah satu cabang kedai kopi milik orang tuanya.

Kulitnya putih, tubuhnya tinggi tegap dengan potongan rambut cepak, menggunakan kacamata karena hobi membaca buku juga komik sejak kecil. Wajar saja, bundanya seorang penulis novel best seller juga seorang script writer berbagai webseries.

Jemarinya lincah menulis di atas papan tulis hitam dengan kapur warna warni. Setelah selesai ia pasang di tempat semula yang mudaj terbaca pengunjung.

Matanya menatap jam dinding, masih pukul enam pagi. Tiga karyawannya akan tiba setengah jam lagi karena jam 7 sudah siap membuka kedai kopi bernama Koffein.

"Permisi," suara seorang lelaki membuat Gentala menoleh. "Mas Gentala, ini untuk taruh di display, kata Ibu jangan semua."

"Bunda mana, Pak?" Gentala menghampiri orang suruhan bundanya, Rea, yang membawa tiga kotak croisant berbagai isi, donut, bolu, yang memang menjadi makanan pendamping untuk menikmati kopi.

"Ibu sama Bapak lagi siap-siap mau jemput Mbak Syabil, tiga jam lagi pesawatnya sampai."

"Oh iya, Kakak pulang hari ini, saya lupa. Terima kasih, ya, Pak, biar saya tata di display."

"Iya, Mas. Oh iya, itu, di depan ada perempuan yang berdiri sendirian. Apa Mas Gentala kenal?"

Gentala berjalan ke arah pintu, ia menoleh keluar. Terlihat seorang perempuan yang berdiri dengan wajah murung.

"Biarin aja, Pak, nggak kenal." Gentala kemudian kembali berdiri di belakang meja barista.

"Saya pulang ya, Mas, nanti siang kata Bapak dan Ibu setelah dari bandara langsung ke sini."

"Oke." Gentala menyahut dengan singkat. Ia mulai menata makanan, di kedai kopi itu juga ada menu lain, makanan berat yang di masak mendadak oleh koki yang juga teman Gentala. Tepatnya teman satu komplek yang juga lulusan SMK jurusan tata boga. Sedangkan dua karyawan lainnya merupakan orang pilihan papanya, Panji.

Gentala menoleh lagi saat dua karyawan datang. "Ta, ada pelanggan kayaknya, tapi dia nggak berani masuk, kita juga belum buka, 'kan?"

"Iya. Tunggu dulu aja, jangan kasih masuk. Gue juga belum siapin biji kopinya yang gue roast." Gentala terus menata makanan di dalam display.

Secangkir kopi dan cerita ✔ Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang