Malam pertama

457 86 2
                                    

🍃Selamat membaca🍃

Renata sedang berapi-api, ia baru selesai menyikat kamar mandi yang seumur hidup baru ia lakukan karena selama ini ada mbak yang bekerja di rumah.

Pintu kamar di ketuk, Renata segera berjalan membuka pintu. Gentala berdiri di hadapan, menyerahkan bungkusan plastik ukuran besar.

"Tadi gue mampir beli sprei dan selimut."

Renata tersenyum seraya mengangguk menerima pemberian Gentala.

"Mau di cat ulang nggak kamarnya?" Gentala menyembulkan kepala ke dalam, ia tak masuk begitu saja mentang-mentang itu tempatnya.

"Nggak usah, nggak papa. Oh iya, untuk jam kerja gue gimana, dan apa aja job desk gue?"

"Beresin dulu kamar lo, kita ngobrol di luar." Gental pergi meninggalkan kamar Renata, ia kembali ke bawah menuju tempat kerja. Biasanya menjelang sore hingga pukul sepuluh malam pengunjung akan ramai.

Renata menutup pintu tak lupa ia kunci, lalu segera memasang sprei dan selimut. Setelah selesai ia merebahkan diri, menjajal kasur lipat yang akan menjadi tempat tidurnya.

Suasana terasa sepi, tidak ada ponsel apalagi laptop. Lima belas menit berlalu, pintu kamar kembali di ketuk. Renata beranjak cepat lalu membuka pintu.

"Ren, disuruh ke bawah. Ganti seragam sama bawa celemeknya, ya." Yoga yang berbicara, Renata mengangguk kemudian dengan cepat berganti baju. Tak lupa merapikan rambut dengan ia kuncir kuda.

Renata menuruni tangga, Gentala yang melihat segera memanggil dengan telunjuk mengarah ke Renata.

"Ya, Ta, apa tugas gue?" Ia tampak semangat.

"Beresin meja, angkat cangkir, gelas, piring dan semua yang kotor ke dapur. Lap bersih dan obat semprotnya di belakang pintu dapur. Lo langsung cuciin piring-piring, cangkir dan yang tadi gue sebutin. Lo bisa tanya Coki lebih rinci urusan sabun cuci dan dimana lo harus taruh semuanya. Kalau udah selesai, lo bantu di sini, gue kadang seringnya di kantor. Kecuali lagi ramai dan memang banyak yang pesan kopi, gue turun tangan sendiri. Selain kopi, Yoga yang bikin. Nanti lo minta ajarin Yoga, gue udah bilang. Lo juga harus bisa proses masukin orderan, gue yang ajarin. Satu lagi ...."

"Apa, Ta?" tatap Renata yang terkejut karena banyak yang harus ia lakukan.

"Bisa nyapu dan ngepel juga, 'kan? Gue nggak suka sama karyawan males apalagi manja." Kalimat itu cukup nyelekit didengar Renata, ia mengangguk cepat, tak apa, hitung-hitung belajar semua dari awal.

"Udah, Ta? Gue bisa mulai sekarang?" tunjuknya ke dua meja yang masih ada piring juga cangkir kotor.

"Iya." Gentala mengangguk. Renata ke dapur, ia mengambil nampan bundar juga lap bersih dan obat semprot, lalu kembali ke tempat dua meja kotor tadi. Semua kembali bekerja, fokus dengan kegiatan masing-masing.

Pukul tujuh malam, benar saja, suasana ramai. Renata sibuk mondar mandir merapikan meja juga kursi, mencuci peralatan, kadang diminta mengantar pesanan. Tidak ada wajah lelah, ia sudah bertekad jadi menyingkirkan rasa pegal di kaki karena terus bergerak.

Gentala sesekali memperhatikan namun ia kembali fokus dengan urusan kopi.

Jam sepuluh, mereka sudah tutup. Renata menyapu lantai, dan membalikkan kursi untuk diletakkan di atas meja.

"Istirahat dulu, nih, buat lo." Gentala memberikan botol mineral ke tangan Renata. Ia tersenyum sambil menerima dan meneguk airnya hingga setengah botol. "Mau makan apa?"

"Hm?" Renata mengelap bibir atasnya dengan punggung tangan.

"Lo belum makan, Coki udah balik. Tinggal kita berdua di sini. Jangan makan kue atau snack, makan nasi. Lo mau apa, gue beli ke depan." Gentala bersandar pada meja barista sambil bersedekap.

Secangkir kopi dan cerita ✔ Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang