Si kembar bikin berdebar

283 88 8
                                    

🍃 Selamat membaca 🍃

Hari yang ditunggu Rea, Panji dan seluruh keluarga tiba. Syabil sedang menjalani operasi sesar melahirkan si kembar. Gentala tidak di rumah sakit, setelah beberapa waktu lalu ia membahas dengan Panji, diambil keputusan jika Gentala boleh ekspansi dan bekerja sama dengan klien tersebut. Hal itu menyita perhatian Genta ke keluarganya yang jadi jarang hadir di momen spesial.

Ia tengah berada di salah satu gedung perkantoran yang nantinya akan ia supply kebutuhan minuman kopi dingin dalam kemasan botol yang ia siapkan.

Kepalanya menoleh saat suara Feli memanggilnya. Tanpa menunjukkan ekspresi apa pun Gentala menatap datar ke wanita tersebut.

"Nggak ke lantai atas? Biasanya temuin Om David," tukasnya sambil tersenyum seolah mencoba membuat Gentala tertarik.

"Ngapain lo ke sini?" Genta mengabaikan pertanyaan, ia bersedekap berhadapan dengan Feli.

"Mau ketemu Om aku, lah. Ta ... kenapa nggak dateng waktu itu, Papa Mama cariin kamu." Feli tersenyum tipis, ada gurat kecewa karena saat acara orang tuanya, Gentala tak hadir.

"Sibuk," jawabnya lalu berjalan meninggalkan perempuan itu.

"Ta mau kemana? Kita makan siang dulu, yuk!" Ajaknya sambil menarik lengan Gentala.

"Fel, lepas. Lo bisa nggak semurah ini? Jaga harga diri lo. Gue nggak akan pernah suka sama lo. Berhenti kejar gue."

Feli berkaca-kaca, betapa sakit mendengar ucapan Gentala.

"Aku rela jadi murah buat kamu. Apa salah punya perasaan suka ke kamu, Ta?" Suara Feli sudah bergetar. Gentala melepaskan tangan Feli yang masih memegang lengannya.

"Sayangnya gue nggak suka sama lo, Fel. Udah berapa kali gue harus bilang. Tolong pahami, jangan terobsesi sama gue, lo bisa gila sendiri nanti. Apa yang lo lihat dari gue, huh? Lo bisa dapetin cowok yang lebih segalanya dari gue." Gentala memasukan kedua tangan ke dalam saku. "Fel, jangan terlalu mengejar cinta. Gue masih muda, elo juga. Fokus kuliah, supaya orang tua lo bangga. Jangan pikirin cinta, atau asmara. Suatu hari itu akan datang. So, Please, stop ikutin gue kemana, pun."

"Dan kamu, beneran pacaran sama cewek yang kemarin? Renata?" Feli sudah menitikan air mata. Lalu buru-buru di hapus dengan punggung tangan.

Gentala diam sejenak, sebelum ia menjawan dengan anggukan kepala. "Iya, dia cewek gue." Gentala melangkah pergi, ia harus ke suatu tempat lagi sebelum menyusul keluarganya yang sudah berkumpul di rumah sakit.

***

Renata baru saja menangis di kamar mandi, ia tidak kuat dengan cibiran teman-temannya juga pelajaran yang semakin membuatnya lambat berpikir.

Wajahnya ia basuh dengan air keran wastafel, lalu menatap pantulan wajahnya yang sembab. Tangannya mencengkram pinggiran wastafel, ia menjadi marah dengan semua tekanan yang datang.

Dengan cepat ia merogoh ponsel di dalam tas. Rasa muak akan semua tekanan membuatnya nekat.

"Nu, bisa jemput ke kampus? Antar Kakak ke tempat lain, ya, tolong," lirihnya, hanya Banu yang bisa ia hubungi.

"Bisa. Baru di parkiran mobil, Kakak tunggu, ya."

"Iya. Bye, Nu."

Sejam kemudian Banu tiba, macet menjadi kendala ia tiba lebih cepat ke kampus Renata. Dengan cepat wanita itu masuk ke dalam mobil lalu memeluk adiknya. Ia menumpahkan air kata, sesenggukkan karena rasanya begitu luar biasa sesak.

"Kita mau kemana?" Banu melepaskan pelukan.

"Kantor Papa," jawab Renata yang membuat Banu cukup terkejut.

Secangkir kopi dan cerita ✔ Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang