Nasehat Syabil

394 97 11
                                    

Hai ... ada yang tanya saya kemana aja. Biasa lah ya, kadang kejutan ujian kehidupan datang tak dijemput pulang nggak tau kapan, jadi saya lagi menghadapi berbagai ujian yang butuh fokus. Maafkan jarang muncul di wattpad juga beberapa PF lainnya. Real life butuh saya banget, dan doakan saya bisa menjalani semua termasuk menulis sebagai pelampiasaan saya dari sakitnya kenyataan hidup. Nuhun pisan ... matur nuwun sanget buat yang cari saya 🙏🙏🙏😘😘😘

_______

"Genta!" panggil bundanya saat lelaki itu pulang ke rumah di jam delapan malam. Tumben ... biasanya selalu di atas jam sepuluh.

"Tumben pulang cepet. Kenapa?" lanjut bunda.

"Lagi pingin aja, Bun. Kakak mana? Jadi tempatin rumah di sebelah?" Genta menyeret kursi meja makan lalu duduk di sana. Tangannya merogoh tas ransel yang sudah ia letakan di kursi sebelahnya.

"Belum. Papa mau Kakak di sini dulu. Sekarang lagi pergi ke dokter, ngecek kandungan."

"Dokter mana?"

"Dokter yang temennya Tante Bulan."

"Sama Papa juga?"

"Iya." Rea lalu meletakkan mangkuk berisi cream sup jagung dan roti panggang ke hadapan putranya. "Belum makan, 'kan? Masih diet karbo kamu?"

"Masih. Belum goal dapet badan yang Genta mau."

"Haduh ... kamu tuh, mau bagusin badan juga buat apa, Ta? Cewek nggak punya, mau nyenengin diri sendiri? Kok Bunda jadi--" Rea menatap Gentala curiga.

"Bun! Genta cuma mau sehat. Mau jaga badan aja."

"Ngegas lagiii ... heran Bunda sama kamu. Jangan kayak Papa kenapa, Ta, kalau dikasih tau suka gampang ngegas sekarang."

Genta hanya diam, ia menyendok makanannya lalu menyuap ke mulutnya dengan tangan kiri memegang ponsel, ia sedang melihat video resep masakan yang akan ia jual di Koffein.

"Genta."

"Ya, Bun?"

"Kamu ... serius nggak mau kuliah?"

"Nggak."

"Kenapa, sih, Ta? Bunda pingin, deh, lihat kamu pake baju toga, foto wisuda." Rea duduk di seberang putranya sambil bertopang dagu menatap Genta penuh harap.

"Nanti aja sewa. Buat foto doang, 'kan?" lirik Genta sekilas lalu kembali makan sambil melihat layar ponsel.

"Ya Allah, Ta ... bener-bener kamu, ya." geram Rea. "Besok siapin coffee latte lima puluh botol ukuran tiga ratus lima puluh mili, taruh di cool box, antar ke kantor PH tempat Bunda kerja. Bunda ada meeting untuk web series baru. Jam sebelas siang sudah di sana." Tatapan Rea sangat serius, Genta mengangguk.

"Bayar, 'kan, Bun?" lirik sang putra.

"Iya. Bunda kan profesional. Bunda transfer sekarang." Dengan bernada kesal, Rea langsung meraih ponsel dan melalukan transaksi M-banking. Gentala cuek dan datar-datar saja. Memang dasar, sifatnya mirip Panji saat masih muda, dan ini yang membuat Rea senewen sendiri.

Secangkir kopi dan cerita ✔ Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang