Bab 25| PERAN PENGGANTI
Lost Interest
"Jika aku bukan tokoh utama di cerita kali ini. Biarkan aku berperan pada cerita seharusnya"-Sintia Kezia Putri.
📖📖📖
"Gar, gue capek banget kalo harus terus pura-pura nggak tau dan cuma bisa diem, karena yang bisa gue lakuin cuma itu? Gue udah nggak sanggup lagi."
Di malam yang semakin larut, udara yang berhembus, rambut panjang Sintia yang terjuntai ke bawah saat menunduk, Garda tetap diam. Garda membiarkan Sintia mengatakan apapun yang mengganggu pikirannya seperti yang sudah Garda ucapkan sebelumnya. Garda tau benar bahwa selama ini Sintia telah menahannya mati-matian. Maka dari itu, untuk malam ini saja Garda akan mengambil peran yang tidak bisa Gaksan kasih kepada Sintia. Garda akan menjadi teman bicara Sintia untuk menampung keluh kesahnya.
"Salah gue juga terlalu berharap sama Gaksan di saat gue tau sendiri dia bisa berubah kapan aja. Gaksan terlalu menaruh ekpektasi tinggi dari effort-nya yang dia kasih selama ini dan itu ngebuat gue percaya kalo dia nggak akan ninggalin gue, tapi kenyataannya? Gue merasa terbagi, peran gue udah kayak nggak ada artinya lagi buat Gaksan. Nggak ada gunanya juga kalo gue tetap bertahan buat dia."
Garda diam tetap mendengarkan, sementara Sintia terkekeh tanpa sebab. Matanya menatap ke depan dengan pandangan kosong dan hal itu membuat Garda menoleh memperhatikannya "Gue cuma bingung gimana cara mengakhirinya," tukas Sintia.
"Lo beneran pengen putus dari Gaksan?" Garda merespons Sintia dengan pertanyaan.
Perempuan itu mengangguk sebagai jawaban. "I think is enough."
Jika hidup Sintia adalah tanah kering dan gersang, maka Gaksan adalah satu-satunya pohon yang tersisa. Menjadi tempat nyaman untuk berteduh, tempat yang paling Sintia nikmati dari panasnya terik sinar matahari. Tempat yang membuatnya betah meski tak berumur panjang lagi. Sebab, satu-satunya pohon yang tersisa itu kini mulai mengering, daun-daunnya berguguran dimakan musim. Sintia tak cukup kendali merawatnya lagi.
"Lo nggak papa kalo nggak sama Gaksan lagi? Emang lo siap?"
Hening di malam yang semakin dingin. Sintia tidak tahu, bahkan tidak bisa membayangkan jika ia berada di hari di mana ia tidak bersama Gaksan lagi nantinya. Ia hanya menyerahkan diri untuk menghadapi perpisahan itu lebih dini, karena Sintia meyakini suatu saat nanti ia pasti akan menghadapi kehilangan itu pada saatnya. Sintia hanya mempersiapkan diri lebih awal agar tidak ada penyesalan terlalu dalam di akhir.
"Akhir-akhir ini gue cuma merasa Gaksan udah nggak butuh gue lagi, seberapa keras gue berusaha menerima cara dia memperlakukan gue. Rasanya udah cukup, gue capek banget, Gar. Harus gue yang mengimbangi jalan dia."
"Lo udah ada omongan sama Gaksan?" Sintia menggelengkan kepalanya. "Ngomongin baik-baik sama Gaksan, mau di bawa ke mana arahnya," saran Garda.
"Kalo ngomong baik-baik akhirnya gue yang kalah. Gue pasti luluh lagi sama kata-katanya," ucap Sintia.
"Terus kenapa ada pikiran buat udahan?"
"Gue cuma capek."
"Sin, fungsi hati sama pikiran itu saling mengisi, bukan saling mendominasi. Kalo lo sendiri udah punya pikiran buat udahan berarti emang ada yang salah sama apa yang lo rasain, kan? Dan salah itu selalu lo benarkan karena nganggep perasaan itu yang paling bener?" Garda memberikan sedikit pengertian untuk Sintia.
"Jadi, lo dukung gue putus dari Gaksan?"
"Gue bukannya dukung. Gue cuma berharap lo bisa hidup dengan rasa sakit sedikit mungkin. Lo juga berhak bahagia, Sintia."
KAMU SEDANG MEMBACA
Lost Interest (END)
Novela Juvenil"Aku sayang kamu Sintia, tak menjadi masih, tapi akan selalu. Apapun keadaan kita nanti."- GAKSAN ADELIO ________________________________ "Gaksan? Aku nyakitin kamu, ya?" "Enggak, Sintia. Kamu cuma berhenti nyakitin diri sendiri dan itu nggak akan p...