Ch. 84 - NO REGRET

130 7 0
                                    

"Ini yang kamu butuhkan sekarang," Laura berkata dengan wajah yang masih penuh dengan emosi dan kekecewaan yang sama sambil menaruh selembar surat dengan kasar di atas meja; biasanya ia membawakan berkas dan laporan yang telah ia kerjakan demi Harish, kali ini ia mengantarkan sebuah pengunduran diri.

Harish tidak berkomentar; ia menatap surat itu lalu Laura. Nyaris tak ada ekspresi di wajahnya; tentu saja. Ia harus tampak tidak berperasaan karena inilah kesempatannya untuk melepaskan diri setelah sekian lama ia terbelenggu. Apa pun yang dulu pernah diucapkannya agar Laura menghentikan kegilaannya sebelum ini tak berpengaruh apa-apa karena Laura tetap keras kepala dengan terus mengejar cintanya walaupun ia tahu itu akan sia-sia.

Wanita itu selalu percaya diri bahwa tak akan ada yang seperti dirinya; tak akan ada wanita mana pun yang bisa bertahan dengan pria seperti Harish.

"Baiklah," kata Harish akhirnya; kembali menatap ke layar komputer dan mengabaikan Laura yang masih ingin mengungkapkan kekecewaannya. "Kamu boleh pergi."

Tapi, wanita itu tertawa lirih. "Aku tidak menyangka kamu bisa mengusirku dan menganggap bahwa apa yang aku lakukan tidak ada artinya...," ia bergumam.

Harish terlihat kesal, ia meninggalkan layar komputernya dan kembali menatap Laura sungguh-sungguh. "Yang mana?" tanya Harish padanya dengan cukup angkuh. "Untuk semua pekerjaan yang kamu lakukan, aku membayarmu dengan mahal, Laura. Tapi, jika kamu bicara soal perasaan, bukankah aku sudah pernah mengatakannya?"

Laura sudah tahu apa kata-kata menyakitkan yang berada di ujung lidah lelaki itu saat ini.

"Aku akan berbesar hati untuk mengakui bahwa saat itu akulah yang melacurkan diriku agar kamu mengkhianati Roland karena mencintai kamu adalah hal yang tidak bisa aku lakukan sebagai imbalannya," katanya. "Kamu menyetujuinya begitu saja di saat sebenarnya kamu bisa menolaknya. Kamu menginginkan tubuhku dan kamu merasa cukup dengan itu."

Semakin hari, kata-kata pria itu semakin pedih untuknya. Meski ini bukan yang pertama kalinya. Namun mengetahui bahwa sekarang dia mengatakan itu karena dia memiliki seseorang di hatinya, benar-benar membuat Laura merasa dirinya semakin tak berarti.

"Kita menganggap itu adalah hubungan yang sama-sama menguntungkan, bukan sesuatu yang didasari perasaan. Seharusnya kamu fasih dengan caraku karena sebelumnya kita juga menjalani jenis hubungan yang sama persis sebelum aku pergi ke Frankfurt. Kita hanya dua orang gila yang tiada bedanya."

Sekarang tidak lagi. Harish telah berubah. Dia sudah seperti pria normal yang memiliki perasaan meski cara bicaranya masih kasar, vulgar dan seenaknya. Namun Laura semakin hari, ia semakin tak bisa mengendalikan dirinya; justru ia bisa gila karena sekarang lelaki yang begitu ia cintai telah memilih seseorang yang bukan dirinya.

"Kenapa... Harish?" tanya Laura, sekujur tubuhnya gemetaran menahan tangis. "Kenapa... kamu tidak pernah bisa mencintaiku? Kamu... membenciku karena kejadian di pesta Halloween sehingga kamu ingin membalasku dengan terus mempermainkan perasaanku?"

"Sebenarnya tidak. Aku tidak pernah sampai membenci kamu hanya karena dibuang seperti kondom bekas pakai," jawab Harish tenang tapi kata-katanya masih berupa sebuah sindiran pedih.

"Lantas kenapa?" tanya Laura lagi. "Bahkan setelah aku memberikan segalanya... kamu masih tetap sama? Akui saja bahwa kamu memang dendam padaku karena pernah membuatmu patah hati...."

Bahkan di saat begini Laura masih saja sombong sekaligus terdengar menggelikan.

Harish tertawa; ia berdiri dari kursinya dan menghampiri Laura. "Mungkin aku memang patah hati," akunya. "Tapi, itu bukan alasan. Kamu tahu sendiri aku melarikan diri ke Frankfurt dengan membawa fakta menyakitkan tentang keluargaku. Aku terbang jauh-jauh ke sana hanya untuk menangis seperti anak kecil di depan Kellan pada pagi harinya setelah kamu menurunkanku di pinggir jalan. Lalu begitu kembali ke Boston, aku bahkan tidak pernah mengingatnya lagi sampai aku tahu bahwa ternyata kamu bekerja untuk ayahku."

Laura tergelak. Ia masih tak mempercayai semua yang berusaha diungkapkan Harish dengan jujur; mungkin ini akan menjadi terakhir kalinya Harish meyakinkan Laura bahwa mereka harus berhenti. Dengan menjelaskan semuanya penuh kejujuran.

"Jangan munafik hanya sekarang kamu sedang jatuh cinta pada orang lain, Harish. Bukankah aku gadis pertamamu?" tanya dia, tertawa lirih. "Bagaimana mungkin kamu melupakanku?"

Harish tertawa. Rasanya ada sesuatu yang cukup menggelitik di pikirannya saat ini ketika ia mengingat-ingat masa remajanya atau jauh sebelum itu; sebelum Kellan kuliah di Jerman dan Harish dikirim sekolah ke Amerika.

"Aku hanya tidak mengingatnya sebagai sesuatu yang berarti selain karena satu hal," kata Harish terdengar agar persuasif kali ini; tapi senyum yang menandakan bahwa suasana hatinya sedang baik hanya karena mengingat sepotong masa remajanya bersama kakak sepupunya itu adalah sesuatu yang membekas bahkan setelah keduanya menjadi dua orang dewasa yang berbeda.

"Apa itu?"

Laura tampak berharap pada jawaban yang menjanjikan untuk membuat perasaannya sedikit lebih baik.

"Kamu hanya tidak tahu bahwa peraturan Kellan selama kuliah di Frankfurt dari ibunya juga berlaku untukku. Saat Kellan memohon-mohon pada ibunya supaya dia bisa kuliah di luar negeri dengan syarat menghindari seks bebas, aku dikirim ke sekolah asrama khusus laki-laki dengan tujuan yang sama. Tapi, malam Halloween itu kami berdua melanggarnya karena mabuk. Hanya itu yang membuatnya berkesan. Selebihnya tidak ada."

Harish tersenyum lagi; setelah ia menangis sesenggukan waktu itu, ia dan Kellan membicarakannya dan berjanji tidak akan saling mengadukannya pada Esther. Jika diingat lagi sekarang, hal itu sangat konyol. Mereka ketakutan Esther akan marah besar dan mencincang mereka begitu mereka kembali jika ketahuan telah melanggar janji.

Namun intinya selain itu, Harish tak benar-benar menganggapnya sesuatu yang berarti. Harish sama sekali tidak punya dendam apa pun hanya karena Laura terus mengatakan hal yang sama bahwa ia bukan tipenya atau sudah punya pasangan. Tidak. Harish bahkan tidak peduli jika Laura tidur dengan pria lain setelah melakukannya dengan dirinya. Karena setelah itu pun, di Amerika Harish memulai kegilaannya sebagai pembalasan untuk ayahnya; bukan Laura.

"Benarkah...?" tanya Laura; ia tersenyum saat air matanya mengalir. "Jadi... dari awal... aku memang sama sekali tidak artinya bagi kamu?"

"Kamu tidak lelah terus mendengar kata-kata yang sama dariku?" balas Harish; ia mulai tidak sabar dengan Laura yang masih terus bertanya. "Dengar, aku sendiri saja juga lelah harus terus mengulanginya. Jawabanku tidak pernah berubah, Laura."

"Lalu kenapa harus dia?" tanya Laura lagi, belum puas juga membuat Harish hilang kesabaran. "Kamu lupa kamu begitu membencinya?"

Reminder:

Kalian bisa baca semua novelku di blog untuk pengalaman membaca tanpa iklan video wattpad yang terlalu lama saat peralihan chapter. (LINK BLOG ADA DI PROFIL -tinggal klik aja)

Update chapter di blog lebih cepat karena aku mempunyai lebih banyak pembaca di sana.

Jangan lupa VOTE dan COMMENT nya untuk bantu cerita ini naik ya. Dukungan kalian sangat berarti, sekecil apa pun itu. Thanks


MY EVIL BOSS : NOTHING IN BETWEENTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang