Ch. 85 - REASONS

79 6 0
                                    

Banyak hal yang tidak perempuan ini ketahui dan Harish tidak ingin membicarakan apa pun tentang Sabine padanya. Kata-kata penolakan saja sudah cukup membuat Laura tersakiti, ia tidak perlu fakta lain untuk lebih menyakitinya karena pada saat ini Harish sudah cukup merasa berdosa padanya di balik kata-katanya yang tak berperasaan. Bagaimana pun ia tak bisa mengingkari semua kebaikan Laura, tapi ia tak bisa terus membiarkan wanita itu terus di sisinya. Walaupun ini kejam.

Sabine meninggalkannya karena baginya antara Harish dan Laura belum tuntas. Ia mengerti alasan Sabine memilih untuk menghindarinya alih-alih mempercayai dirinya.

"Atau...," sambung Laura, bibirnya tersenyum hampa, "Ini hanya karma yang harus kamu terima?"

"Jangan bicara tentang hal yang sama sekali tidak kamu ketahui," Harish mulai memperingatkan; wajah tenangnya hilang seketika. "Dia tidak seperti yang kamu kira."

Laura mengangguk-angguk setelah memperhatikan Harish yang mendadak gusar begitu ia mulai menyinggung tentang Sabine. Hatinya sakit menyaksikan reaksi cepat Harish; akhirnya. Dan itu membuat Laura yakin akan satu hal bahwa Harish memang terkena karmanya; kebencian yang menjadi cinta adalah sebuah hukuman; mungkin itulah cara Tuhan menghukum Harish.

"Kenapa kamu memilihnya? Bahkan dia juga tidak berbeda denganku?" tanya Laura lagi. "Bahkan dia lebih buruk. Atau karma... membuat kamu lupa bahwa dia juga melacurkan dirinya dengan kakak ipar kamu, Harish?"

Kata-kata kasar itu seketika membuatnya naik pitam. Meski kata-kata yang sama juga pernah terucap dari Sabine sendiri, namun Harish begitu kesal saat itu harus keluar dari orang lain yang tidak tahu kenyataan sebenarnya.

"Kamu boleh menghinaku sesuka hatimu, Lau, tapi jangan pernah menghinanya di depanku. Sudah aku katakan, kamu tidak tahu apa-apa tentangku. Juga tentang Sabine," cetus Harish yang benar-benar marah kali ini sampai ia menghampiri Laura untuk menatapnya lekat-lekat supaya mengingatnya baik-baik.

Laura sempat ketakutan; Harish tak pernah terlihat semarah itu padanya sebelum ini.

"Sekali lagi kamu berbicara buruk tentangnya, aku tidak akan segan-segan merobek mulut kamu!" ancamnya dengan tatapan tajam yang seakan ingin mencekik lehernya saat ini.

"Lalu kenapa?!" teriak Laura padanya masih belum menyerah untuk membuka semua yang telah disembunyikan Harish saat ia begitu mengharapkan pria itu membuka hatinya. "Kenapa bukan aku?!"

"Sebaiknya kamu pergi sekarang. Kamu sudah terlalu menyedihkan. Aku tidak bisa menceritakan hal-hal yang hanya akan semakin membuat kamu lebih tersiksa. Aku juga tidak ingin terus menyakiti perasaan kamu, Laura" ujar Harish, ia sedikit melunak karena Laura kembali menangis terisak-isak di depannya setelah kemarin ia begitu beringas dan mengancam Harish. "Mengertilah... aku sudah tidak ingin lebih buruk dari ini...."

"Katakan, Harish!" desak Laura yang menarik-narik ujung jasnya. "Apa kamu benar-benar mencintainya... atau ini hanya alasan supaya aku menjauhi kamu? Kamu tidak mungkin jatuh cinta padanya... kamu... tidak mungkin mencintai orang yang pernah kamu benci...."

Mulanya Harish tertunduk. Emosinya lenyap seketika. Ia tidak bisa membantah semua yang Laura ketahui. Selama ini dia tidak membicarakannya dengan siapa pun karena posisinya dan Sabine benar-benar sudah rumit sejak awal. Akan tetapi, Laura sudah terlanjur mengetahui semuanya dan mungkin saja setelah ini masalah baru akan muncul. Namun, Harish tak bisa menyembunyikannya lagi.

"Ya... aku memang mencintainya," jawab Harish lantang. "Aku mencintai Sabine dengan sepenuh hatiku, Laura."

Kalau saja malam itu, Laura tidak datang mungkin Harish sudah mengakui cintanya pada Sabine agar gadis itu bisa sedikit tenang. Namun, keadaan malah menjadi sebaliknya di mana kemudian Sabine meminta Harish untuk mengakhiri hubungan mereka. Saat ini Harish terpaksa memberikannya waktu untuk tenang walaupun sejak Sabine meninggalkannya di hotel, justru dirinya lah yang tak bisa tenang.

Laura akhirnya rubuh; ia tak percaya kata-kata cinta baru keluar dari seorang Harish. Setelah sekian lama yang ia percayai bahwa pria itu tak bisa mencintai apa pun atau siapa pun dalam hidupnya, akhirnya ia membuat pengakuan yang sangat mengejutkan; sekaligus tak adil bagi pengorbanannya.

"Dan... kamu juga harus tahu... aku tidak bertemu dengannya pertama kali di Athlon," sambung Harish. "Tapi, jauh sebelum itu."

"A...pa?"

"Kamu mungkin masih ingat saat-saat aku mulai menghindari kamu dengan tidur di tempat yang berbeda setiap malam. Aku tidak berurusan dengan gadis mana pun lagi untuk waktu yang lama. Itu adalah saat aku mulai memikirkannya. Mungkin... saat itu juga... aku sudah jatuh cinta padanya. Tapi, dia menghilang dariku sampai aku tahu bahwa dia bekerja untuk si keparat tua."

Kenyataan itu sempat memukul dirinya dan tindakan yang Harish ambil setelahnya hampir tidak berperhitungan.

"Apa yang kamu bicarakan? Kenapa... itu sama sekali kedengaran tidak masuk akal...?"

"Tapi, itu memang kenyataannya...," balas Harish, ekspresinya melembut. "Satu-satunya alasan yang membuatku menghukumnya adalah karena aku kecewa dan menganggap itu seperti sebuah pengkhianatan."

Emosi dan kekecewaan di dalam dirinya yang tidak tersampaikan dengan baik justru membuatnya melakukan hal-hal bodoh yang pada akhirnya ia sesali. Terlebih saat ia tak mau mempercayai Sabine walaupun gadis itu sudah berulang kali meyakinkan dirinya. Penyesalan itu masih menghantuinya dan Harish mengutuk dirinya karena hal-hal semacam itulah yang membuat Sabine ingin menghindarinya.

Laura hanya mengernyitkan dahinya. Ia tidak mengerti dengan pengkhianatan macam apa yang dimaksud oleh Harish. Itu lebih terdengar seperti omong kosong lainnya.

"Dan karena itu juga kamu mengampuninya sampai kamu juga tidak peduli sebelumnya dia dengan siapa? Lalu seakan menutup mata atas penghinaan yang dia terima dari semua orang gara-gara kamu? Kamu benar-benar kejam, Harish!"

"Aku tahu ketidakdewasaanku membuatnya dalam kesulitan sampai detik ini. Akan tetapi... semua yang aku tuduhkan padanya itu tidak benar. Aku hanya salah paham karena hilang akal dan cemburu...."

Laura tertawa sinis. "Bagaimana kamu memastikannya?" tanya Laura mencurigai. "Kamu sudah terjangkit penyakit bodoh hanya karena sekarang kamu jatuh cinta? Bukankah itu terdengar menggelikan?"

Harish tidak menjawabnya. Itu pertanyaan yang bersifat lebih pribadi dan bahkan Laura tidak berhak untuk tahu. Baginya sudah cukup berkata jujur pada Laura agar wanita ini berhenti.

"Aku tidak perlu menjelaskannya. Kamu boleh menganggapku kejam, bodoh atau gila. Tapi, ini adalah permintaanku yang terakhir," kata Harish pada akhirnya dengan sungguh-sungguh. "Carilah kebahagiaan yang lain...."

Wanita itu kembali terisak di lantai dan Harish dengan sangat menyesal memapahnya berdiri untuk benar-benar memohon padanya agar melupakan dirinya.

"Aku tidak ingin terus menyakiti kamu, Laura...," ujarnya. "Semuanya sudah berakhir... aku mohon... aku... sudah tidak ingin lagi menjadi bajingan yang sama...."

Harish Andreas Salim akhirnya memohon demi seorang gadis.

"Kamu boleh memukulku sampai puas," kata Harish pelan, menatapnya sungguh-sungguh. "Dan setelah itu lupakan semuanya."

Reminder:

Kalian bisa baca semua novelku di blog untuk pengalaman membaca tanpa iklan video wattpad yang terlalu lama saat peralihan chapter. (LINK BLOG ADA DI PROFIL -tinggal klik aja)

Update chapter di blog lebih cepat karena aku mempunyai lebih banyak pembaca di sana.

Jangan lupa FOLLOW, VOTE dan COMMENT nya untuk bantu cerita ini naik ya. Dukungan kalian sangat berarti, sekecil apa pun itu. Thanks


MY EVIL BOSS : NOTHING IN BETWEENTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang