Ch. 92 - SCANDALOUS

85 8 6
                                    

Setelah pulang dari sirkus, tampaknya ia bukan lagi orang yang sama seperti sebelum ia datang; Sabine ingat membicarakannya sepanjang perjalanan pulang dengan Leon dan ia belum pernah bersemangat seperti itu sebelumnya saat membicarakan sesuatu.

Pertunjukan kabaret di sirkus yang Sabine lihat beberapa waktu lalu masih tertinggal di benaknya; warna-warna yang hidup dari kostum penarinya; lampu-lampu meriah yang mendukung di panggung lingkaran itu dan suara penonton yang berseru gembira untuk mereka di akhir pertunjukan. Sabine juga menginginkannya dan sempat membayangkan bagaimana rasanya berada di bawah sana; di bawah lampu-lampu itu dikelilingi oleh penonton yang mengharapkan sebuah pertunjukan yang hebat –Sabine benar-benar merasa bahwa ia bisa melakukannya dengan sempurna.

Sirkus itu terlihat seperti mimpi yang bisa dilihat dengan mata terbuka di dunia nyata yang penuh masalah dan pahit ini. Seakan di sana ia bisa menjadi apa pun yang diinginkannya dalam pertunjukan. Sabine mungkin bisa mengecat rambutnya menjadi pink, kuning, atau merah seperti mawar; ia mungkin akan menggelapkan warna kulitnya agar lebih eksotis. Ia juga bisa menjadi lebih ekspresif.

Tapi, saat ini ia masih terjebak dalam hari-hari yang berat; seperti zombi dalam labirin; terus berpikir adalah satu-satunya pilihan yang ia miliki. Langitnya adalah nuansa abu-abu ke hitam. Sabine berharap bisa 'hidup' lagi setelah sekian lama merasa mati tapi... kenyataan ini kadang terlalu kejam untuk sebagian orang.

Sabine belum lepas dari gosip kejam setelah Harish ditinggal oleh staf-nya yang paling setia. Kabarnya Laura tengah berlibur di Korea dan asyik memamerkan momen itu di sosial media-nya seolah dia baik-baik saja setelah Harish membuatnya seperti wanita gila yang patah hati dengan begitu buruk. Orang-orang membicarakan tentang kemewahan liburan Laura dan selalu mengaguminya.

"Ya, itu menyenangkan kalau kita pernah menjalin hubungan dengan orang super kaya," kata salah seorang perempuan yang bergosip di depan kaca restroom bersama dua orang pegawai lainnya. "Walaupun diselingkuhi, patah hati dan berhenti bekerja di saat bersamaan, tetap bisa liburan mewah. Aku juga ingin hidup seperti itu."

Sabine sedang duduk di toilet dan terpaksa harus menahan diri untuk tidak keluar sebelum ketiga pegawai itu pergi.

"Tapi bagiku, daripada mengorbankan harga diri lebih baik tidak usah," komentar yang lainnya.

"Aku juga setuju. Bukankah apa yang menimpanya itu karma karena menceraikan suaminya demi anak bos? Aku rasa dia juga sudah tahu kalau Pak Harish dari dulu memang seperti itu dan kenapa baru sekarang dia ribut?"

Ternyata wanita seperti Laura pun juga tak luput dari gosip tidak menyenangkan. Begitu sulit memenuhi standar orang-orang.

"Mungkin... yang kali ini saingannya agak berat? Bisa saja Pak Harish akhirnya dijodohkan dengan anak rekanan bisnis. Hal itu 'kan sudah biasa di kalangan orang-orang kaya. Memang Laura wanita yang hebat dan pintar, tapi dia berasal dari keluarga yang bukan old money. Vivian Salim pasti tidak merestui mereka karena setelah bertahun-tahun hubungan mereka masih seperti itu saja."

"Kalian tahu, iseng-iseng aku pernah menanyakannya pada Della soal kejadian itu tapi dia tidak banyak bicara. Katanya dia akan mendapatkan masalah kalau bicara soal bos."

"Oh ya?"

"Pokoknya setiap membahas skandal CEO, Della tidak akan mau lagi berkomentar banyak. Apalagi masalah sebesar itu."

"Itu sudah tugasnya sebagai sekretaris untuk menjaga privasi bosnya. Bukankah di kontrak kerja sekretaris dan asisten eksekutif ada klausul tertentu soal itu? Aku rasa dia pasti pernah dimarahi karena tidak bisa menjaga rahasia bos."

"Mungkin saja. Tapi, saking takutnya Della juga sampai tidak mau membicarakan soal si asisten kantor juga. Bahkan dia juga memperingatkan yang lain supaya tidak membicarakannya terus. Menurutku itu juga aneh."

"Nah, itu juga adalah misteri yang belum terpecahkan. Tiba-tiba dia dipindahkan ke bagian administrasi juga sudah aneh. Bukankah seharusnya dia dipecat seperti karyawan-karyawan sebelumnya? Selama ini tidak ada siapa pun yang membelanya bukan? Kenapa tiba-tiba sekarang seolah ada yang melindunginya?"

"Aku pernah dengar dari karyawan HRD kalau Pak Vincent yang mengajukan mutasinya ke Chief HR dan CEO dengan alasan posisi asisten kantor tidak akan dibutuhkan lagi begitu Laura akan dipindahkan ke sini."

"Eh, tapi kenapa aku malah jadi berpikiran kalau mereka seolah tidak boleh disatukan di satu tempat? Si asisten kantor sudah lebih dulu dipindahkan ke lantai bawah sebelum Laura masuk tapi ternyata Laura malah mengundurkan diri. Menurut kalian apa itu ada hubungannya?"

"Hah? Kamu benar-benar tukang curiga ya?"

"Ya... kita semua tahu kalau Sabine pelacur elit. Dia memang cantik dan tidak menutup kemungkinan Pak Harish bisa terperangkap pesonanya juga."

Jantungnya berdebar keras; sakit hati, marah sekaligus sedih berkecamuk di hatinya saat ini. Biasanya ia akan kesal karena menganggapnya omong kosong; tapi kali ini tidak lagi. Tak peduli bagaimana pun ia menyembunyikannya, orang-orang seolah bisa membaca gerak geriknya dan bahkan menebak dengan begitu lihai.

Di mana pun baginya sekarang tidak aman lagi.

"Bisa saja dia harus dipindahkan karena Laura tidak menyukainya. Barangkali dia juga mencoba menggoda bos dan Laura tahu itu. Lagipula melihat rekam jejaknya, gadis itu pasti akan melakukan segala cara untuk mengamankan dirinya. Buktinya Pak Harish melunak belakangan."

"Atau... jangan-jangan, penyebab boss dan Laura bertengkar justru adalah Sabine?"

"Itu tidak mungkin!"

"Mungkin saja. Bukankah setelah ribut-ribut itu ada yang melihat Laura pergi ke bagian administrasi dan tampak ingin marah pada seseorang tapi Chief HR langsung datang karena dia tidak mau ada ribut-ribut lagi di kantor. Kamu pikir kenapa dia langsung pergi ke bawah setelah bertengkar dengan bos dan siapa yang dicarinya ke sana?"

"Benarkah?"

"Mengejutkan tapi tidak mengherankan. Sekarang juga mulai ada yang mau berteman dengannya seperti penjilat."

"Jangan sadis begitu."

Ketiganya tertawa bersamaan.

"Apa pun itu. Benar atau tidak akan terbukti dengan sendirinya. Kalau memang dia sebusuk itu, lama kelamaan juga akan tercium baunya. Melakukan perbuatan buruk sama seperti menyimpan bangkai."

Lalu lama kelamaan suara tawa mereka pun memudar; tampaknya mereka sudah pergi.

Dengan takut-takut Sabine mengintip lewat celah pintu dan begitu memastikan depan wastafel telah kosong; ia langsung keluar.

MY EVIL BOSS : NOTHING IN BETWEENTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang