Ketika akhirnya ia telah berada di dalam tenda sirkus bersama ketiga temannya dan pertunjukan dimulai, perlahan ia mulai melupakan perasaan tidak nyaman yang ganjil itu. Pertunjukan sirkusnya sangat hebat hingga bahkan mereka terus membicarakannya saat singgah di foodcourt untuk memesan makanan.
Panggung lingkaran yang spektakuler, lampu warna warni yang menambah warna dalam pertunjukan, background musik yang keren, lalu cara penampil berinteraksi dengan penonton. Trapeze, Wheel of Stunt, Crazy Globe, Hair Aerial, Hula Aerial, Rollabolla, dan Magic in a Hat; semua itu terlihat sangat menakjubkan. Entah karena kostum-kostum mereka yang unik, penuh warna dan terkesan sangat ajaib. Sepanjang pertunjukan, Sabine dan Maika bertingkah seperti anak kecil yang baru saja tahu bahwa sirkus seperti mainan baru yang sangat ajaib. Semua pemain sirkus itu seolah berhasil mengajak mereka masuk ke dunia mereka yang penuh keajaiban –semua penampil tampak memiliki kekuatan super saat mereka melakukan atraksi yang sulit; akrobat, melayang di udara, dan keterampilan lainnya.
Padahal itu bukan pertama kalinya Sabine melihat pertunjukan sirkus. Tapi, dari semuanya pertunjukan menari dan menyanyi yang dihadirkan sebagai pembuka oleh lima orang perempuan cantik dengan kostum nuansa pink adalah favorit Sabine. Terlihat seperti sebuah pertunjukan kabaret di luar negeri.
Lalu di restoran tempat mereka duduk dan mengobrol tentang apa saja sangat lama, mereka mengambil foto dan saling mengikuti akun sosial media yang mereka miliki. Untuk pertama kalinya entah sejak kapan, Sabine merasa begitu senang sekaligus normal. Menjelang jam sembilan malam Leon mengantarkan mereka satu persatu di mana Sabine adalah penumpang yang terakhir turun.
"Apa kamu jadi tertarik untuk jadi penari di sirkus?" tanya Leon dalam perjalanan menuju apartemen Sabine; ia membuat Sabine terdiam beberapa saat lalu tertawa.
"Tidak!" jawab dengan riang.
"Aku dengar dulu kamu penari balet," komentar Leon lagi. "Kamu bisa melakukan gerakan-gerakan menyakitkan seperti tadi."
"Aku rasa tidak," jawab Sabine.
Tidak menampik keinginan untuk menari lagi, Sabine hanya merasa balet tidak mudah lagi baginya.
"Tapi... bicara soal balet, kenapa kamu jadi tidak bercita-cita jadi penari balet lagi?" tanya dia tiba-tiba.
Sabine punya alasannya sendiri. Sebenarnya ia masih suka menari. Tapi, balet, rasanya terlalu rumit baginya. Setelah perjalanan hidup yang cukup membuatnya tertekan, ia jadi tidak ingin melakukannya. Balet yang identik dengan keteraturan, ketenangan dan keanggunan. Sabine merasa bahwa itu bukan dirinya lagi. Tidak ada yang teratur lagi dalam hidupnya.
"Tidak, balerina bukan cita-citaku," jawab Sabine hampa.
Ikut kelas balet adalah keinginan terbesar Sang Mama karena Denise tidak bisa memenuhinya; adiknya itu seorang pembangkang sejati yang lebih betah di rumah temannya daripada di rumah sendiri. Sekarang Sabine merasa kalau kelas balet agak melelahkan. Saat ia menari di kelas balet, pelatihnya sering menyuruh untuk mengulangi gerakan yang sama berjam-jam sampai bisa melakukannya dengan benar. Saat itu Sabine hampir menangis karena tidak peduli bagaimana pun usahanya untuk lebih baik, semuanya tidak pernah cukup. Ia selalu gagal untuk bisa lolos ke tingkat yang lebih tinggi.
Keseharian di sekolah yang juga tidak menyenangkan, belum lagi di kelas balet gara-gara insiden Jonny, sekarang di kantor, Sabine selalu menjadi korban perundungan. Sabine seringkali bertanya, apa yang harus ia lakukan agar orang-orang menyukainya. Setelah ia tahu bagaimana rasanya menari dengan bebas, dengan gerakan semaunya yang tidak terencana; Sabine menari seperti itu setiap kali masuk klub. Mungkin karena ketika ia menari seperti orang gila di sana, orang-orang yang melihatnya menganggap itu keren dan hebat –Sabine menyukai reaksi semacam itu dan membuatnya ingin terus melakukannya. Itu adalah jenis reaksi yang sangat Sabine inginkan dari orang lain untuk apa yang ia pertunjukan di mana orang-orang bisa menyukainya.
"Tapi, ini pertama kalinya aku lihat kamu bercerita dengan semangat tentang sesuatu," komentar Leon lagi.
Sabine hanya tersenyum. Yah, mungkin. Karena sebelumnya ia tidak punya teman yang bisa berbagi tentang hal-hal yang ia sukai. Dengan Jessica, Sabine lebih banyak mencoba hal-hal baru yang tak pernah ia lakukan sebelumnya. Jessica membuatnya meninggalkan image princess yang melekat pada dirinya sejak kecil. Meski pun itu membuatnya seperti mengkhianati almarhum ibunya sendiri, tapi ia jadi ingat bahwa ia pernah ingin kabur dari rumah hanya karena Mama tidak mengizinkannya pergi dengan teman-teman ke acara perayaan tujuh belas Agustus.
Lalu sekarang, dirinya telah menjelma menjadi seorang gadis yang begitu pahit.
"Sepertinya itu adalah kamu yang sebenarnya," kata dia dan Sabine cukup tersentuh. "Sebenarnya jujur pada diri sendiri lebih baik daripada terus bersembunyi."
"Kamu tahu salah satu artis perempuan yang katanya menjadi perusak rumah tangga seorang laki-laki yang juga selebritis?" tanya Sabine tiba-tiba.
Tidak peduli apa pun yang dia lakukan, orang-orang membencinya. Orang-orang mempermasalahkan apa yang dia pakai hingga bahkan pencapaiannya selama berkarir. Komentar orang tentangnya sangat berlebihan dan kejam dan bahkan juga ditujukan untuk putrinya yang masih balita.
Dulu Sabine juga tidak menyukainya; karena menjadi orang ketiga dalam rumah tangga orang lain bukan hal yang terpuji. Tapi, sekarang ia tahu rasanya dibenci karena persoalan yang sama. Lalu merasa mungkin saja si artis itu sebenarnya tidak seperti yang orang-orang kira. Ia hanya berada pada waktu dan tempat yang salah; hanya kesialan belaka.
"Aku tidak ada bedanya dengan dia. Apa pun yang aku lakukan, akan tetap dihujat," katanya murung. "Karena itu aku berusaha untuk mengendalikan diriku agar tidak menarik perhatian."
Tapi, sosok Sabine memang menarik perhatian karena ia cantik. Dunia perempuan memang keras sekaligus mengerikan. Menjadi paling cantik di di antara yang paling cantik malah seperti cari mati.
"Oke, kita sudah sampai," Leon berkata setelah ia memberhentikan mobil.
"Terima kasih, Yon," ucap Sabine dengan gembira. "Terima kasih untuk tiket sirkus dan traktir makan-makannya. Aku senang sekali."
Leon hanya mengangguk-angguk. Menyaksikan Sabine turun dari mobil.
"Sampai bertemu hari Senin," katanya pada Sabine.
Gadis itu menunggunya sampai Leon memutar mobilnya dan kemudian pergi. Ia masih melambaikan tangannya di kejauhan dengan wajah sumringah. Lalu dengan bersemangat segera menuju ke elevator sampai tidak sadar bahwa Range Rover Harish terparkir tidak jauh dari tempat ia turun dan kini pria itu mengamatinya.
Tangannya mengepal dengan kesal, tapi ia tak bisa melakukan apa pun. Ia menjauh untuk sementara bukan berarti ia akan melepaskan Sabine. Harish hanya sedang memberinya jarak karena Sabine benar-benar tertekan oleh kejadian belakangan. Melihat Sabine sudah lebih ceria dari biasanya karena akhirnya ia bisa terlihat normal dengan kehadiran beberapa orang yang memperlakukannya dengan baik, Harish juga merasa bahwa menyetujui usulan manajer HRD untuk memindahkan Sabine ke tempat di mana ia bisa bekerja dan belajar lebih banyak adalah keputusan yang tepat.
Tapi, bukan ini yang ia harapkan. Keputusan itu malah justru membuatnya seolah tersingkir. Namun ia tak bisa mendekat. Jika ia gegabah lagi, Sabine benar-benar akan membencinya karena tampaknya walaupun gadis itu mengetahui perasaannya, menerima dirinya tetap adalah hal yang berat. Sabine terlanjur menganggap dirinya pengganggu dan bahkan lebih buruk dari itu, pelacur. Dan untuk mengubah pola pikir itu, Harish harus melakukannya dengan sangat pelan dan hati-hati. Bagaimana pun berkat dirinya, Sabine adalah gadis muda yang pikirannya telah dipenuhi oleh rasa trauma.
Lagipula Harish juga masih dihantui ketakutan bahwa Laura tidak akan diam saja. Terlebih karena ia baru saja menerima permintaan ibunya untuk memasukan Laura sebagai salah seorang Board of Director. Ini akan membuatnya sedikit kesulitan.
Reminder:
Kalian bisa baca semua novelku di blog untuk pengalaman membaca tanpa iklan video wattpad yang terlalu lama saat peralihan chapter. (LINK BLOG ADA DI PROFIL -tinggal klik aja)
Update chapter di blog lebih cepat karena aku mempunyai lebih banyak pembaca di sana.
Jangan lupa FOLLOW, VOTE dan COMMENT nya untuk bantu cerita ini naik ya. Dukungan kalian sangat berarti, sekecil apa pun itu. Thanks
KAMU SEDANG MEMBACA
MY EVIL BOSS : NOTHING IN BETWEEN
Romansa[21+] "Segala hal hanya terlihat indah ketika kita menginginkannya. Tapi begitu kita memilikinya kita harus mengorbankan apa yang telah kita dapatkan sebelumnya dan kadang... yang hilang bisa saja jauh lebih berharga dari apa yang kita inginkan itu...