Awal

16.3K 1.1K 174
                                    

Di sebuah ruang rapat rumah sakit cukup ternama di kota besar ini, duduk delapan orang penting yang bekerja di dalamnya. Kursi paling depan diduduki oleh seseorang yang memegang jabatan sebagai Direktur Utama, siapa lagi jika bukan Ratu Vienny? Seorang dokter spesialis yang juga mengikuti studi magister administrasi rumah sakit, dengan gelar MARSnya itu, tentu dia satu-satunya orang paling layak memegang jabatan Direktur. Di sampingnya, duduk seorang Dokter Spesialis Ahli Dalam, dia adalah Beby, pemegang saham terbanyak di rumah sakit ini.

"Kamu bener-bener yakin adik kamu pantas untuk jadi dokter di rumah sakit baru kita?" tanya Melody, seorang yang menjabat sebagai Manager Keperawatan, dia adalah lulusan Magister Ilmu Keperawatan. Meski jabatannya ada di bawah Viny, dia salah satu pemilik saham di rumah sakit ini.

Beby mengangguk.

"Mereka baru selesai koas dan sekarang harus memegang rumah sakit?" tanya Shani, Manager Pelayanan Medik. "Untuk membangun rumah sakit ini, kita semua sekolah kurang lebih sepuluh tahun, apa kita bisa semudah itu memberikan rumah sakit ini sama mereka?"

"Iya aku setuju," timpal Veranda. Jabatan Veranda di sini adalah Manager Pelayanan Pasien, meski bukan bertugas sebagai Dokter, Veranda juga lulusan sekolah kedokteran.

"Bener." Lidya menguap. Untuk wanita satu ini, perawakannya memang terlihat seperti wanita tidak beraturan, tetapi dia adalah Kepala Bagian Umum yang bertugas mengatur jalannya semua operasional rumah sakit.

"Mereka hanya Dokter di sana, lagi pula segalanya tetap diatur oleh pusat." Viny mewakili Beby. Rencana ini memang sudah diatur lima tahun lalu oleh Beby, lagi pula Beby adalah pemilik utama cabang rumah sakit itu, tidak enak jika ia menolak keinginan Beby untuk menugaskan adiknya di rumah sakit itu.

"Bolehlah boleh." Lidya menjawab dengan asal karena sebenarnya ia tidak terlalu mengerti. Lidya saling pandang dengan Kinal, sahabatnya sekaligus dokter spesialis bedah di rumah sakit ini. Kinal hanya mengangkat bahunya, memilih tidak ikut campur.

"Jangan meragukan kemampuan seseorang. Jika semua orang yang baru lulus keahilannya diragukan, dunia gak akan pernah maju." Shania ikut bicara membantu Beby, dia adalah seorang dokter spesialis anak. Shania sangat suka anak kecil sejak dulu, menjadi dokter spesialis anak adalah cita-citanya dari kecil.

"Kamu tentu akan setuju karna adik kamu sudah dipersiapkan akan jadi direktur kan di sana?" Melody tersenyum miring. "Nepotisme," gumamnya dengan nada suara yang jauh lebih kecil, tetapi masih terdengar oleh Shania.

"Maksud kak Melody apa ya? Rumah Sakit itu dibangun seluruhnya oleh keluarga Beby, kalo emang kak Melody pengen adik kak Melody menjabat juga ya silahkan bangun rumah sakit sendiri." Keadaan sedikit panas ketika Shania mengatakan hal dengan sedikit sinis. "Jika yang Beby lakukan itu bentuk nepotisme, lalu apa yang sekarang kita lakukan? Bukannya sama aja? Kita membentuk rumah sakit lalu menjabat sebagai orang penting di sini."

"Benar, tapi asal kamu tau bahwa kita tidak sepeduli ini jika nama rumah sakit itu berbeda dengan rumah sakit ini. Bagaimana jika sesuatu buruk terjadi? Ada chaos luar biasa? Siapa yang akan kena? Nama rumah sakitnya." Melody sama sekali tidak takut meski sekarang Beby sudah menatapnya.

"Saat rumah sakit ini dibangun, kita juga pemula yang baru selesai menempuh pendidikan. Jika sesuatu buruk terjadi, aku adalah satu-satunya orang yang akan bertanggungjawab." Beby menjawab dengan sangat tenang dan diakhiri oleh senyuman manis meski detik berikutnya ia langsung membuang pandangan pada jam dinding yang menunjukan pukul setengah tiga siang.

"Ok, sudah? Kita tidak perlu berdebat ya? Apa yang Beby katakan benar, sebelum menjabat Direktur aku juga pemula yang baru selesai pendidikan, sama kaya Gracia." Viny berusaha melerai perdebatan mereka.

INTRICATE [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang