Azizi mengetuk-ngetuk jari pada meja kerjanya, sudah dua hari sejak Marsha pergi, Marsha hanya memberikan kabar dua kali padahal sebelum pergi Marsha sudah berjanji akan sering mengabarinya. Apa Marsha sangat sibuk sampai melupakannya? Azizi sangat merindukan kekasihnya itu, dadanya sampai sesak karena terlalu rindu. Azizi baru merasakan ternyata rindu sesakit ini.
"Selamat sore Dokter Azizi," sapa Fiony masuk ke ruangan Azizi dan duduk di depannya. "Hari ini pasien poli umum banyak ya?"
"Lumayan, Dok, sisa 15, saya minta break satu jam karna lelah." Azizi tersenyum pada Fiony. Biasanya Fiony selalu mengganggu pekerjaan Ara, kenapa sekarang ikut mengganggunya? Azizi tidak ingin memikirkan itu, tatapannya kembali kosong.
"Kamu kenapa?" Fiony menyadari ada hal yang berbeda dari Azizi. Jika istirahat Azizi selalu ke kantin, membeli banyak makanan, tetapi sejak kemarin Azizi hanya merenung di ruangan.
"Gapapa, aku cuma kangen pacar aku, aku sedih karna dia ngabarinnya cuma dua kali, jadi Dokter di pusat emang sibuk ya?" Azizi menatap Fiony. Fiony pernah bekerja di pusat, ia yakin Fiony pasti tau bagaimana situasi rumah sakit di sana.
"Ya lebih rame dari rumah sakit ini sih," jawab Fiony yang memang benar adanya meski ia yakin alasan Marsha tidak mengabari bukan itu. Kasihan sekali, ternyata kekasih pertama Marsha bukan prioritas utamanya.
"Dia sibuk kali ya?" Azizi tersenyum getir kemudian mengembuskan napas panjang. "Aku belum pernah merasakan rindu semengerikan ini."
"Kamu belum pernah jauh dari dia ya?" Fiony merasa sangat iba, ia bisa saja memberitahu semuanya, tetapi jika tanpa bukti, ia hanya akan mempermalukan dirinya sendiri.
"Sering tapi kali ini rasanya beda, aku gak tau kenapa, aku khawatir sama sesuatu yang gak aku tau apa alasannya." Azizi menggeleng tidak bisa menerjemahkan perasaannya. "Aku merasa sangat takut kehilangan."
"Atau sudah kehilangan?" Fiony tersenyum ketika Azizi menatapnya bingung.
"Aku gak kehilangan dia, dia masih ada sama aku. Apa maksud kamu?"
"Kehilangan bukan hanya tentang yang tidak lagi ada, tapi juga tentang ada yang sudah hampa." Fiony berdiri ketika sadar kalimatnya sudah kelewat batas. "Aku mau mampir ke mixue nanti tapi aku gak bawa mobil, aku numpang mobil kamu ya, aku balik kerja dulu." Fiony tersenyum sebelum berjalan pergi meninggalkan Azizi yang sekarang sedang termenung karena ucapannya.
Azizi mengusap bibir bawahnya sambil tidak berhenti memikirkan apa maksud Fiony, kenapa akhir-akhir ini kalimat yang orang-orang ucapkan terdengar seperti ada pesan tersirat di dalamnya? Azizi menarik napas dalam dan diembuskan perlahan kemudian berdiri, meneguk air mineralnya sampai habis. Apa yang sebenarnya terjadi dan tidak ia ketahui?
***
"Bulan ini ada pengeluaran sebanyak hampir sembilan ratus juta ke rekening atas nama Auristela Leo Marsha." Beby melemparkan map yang berisikan mutasi milik Adel. "Kemarin ada pembelian apartemen seharga enam miliar, kamu gila mau ngabisin tabungan kamu?"
"Itu tabungan aku, aku gak pake uang yang kamu kasih." Adel tidak berani menatap Beby sedikitpun. Adel tidak menduga bahwa Beby masih sering memperhatikan pemasukan dan pengeluarannya. Apa yang harus ia jelaskan? Bagaimana jika Beby mengetahui hubungannya?
"Semua uang itu saya yang kasih selama ini! Liat saya jelaskan kenapa kamu kasih uang ke Marsha sebanyak itu dan untuk apa apartemen itu!" Beby biasanya bisa lebih santai, tetapi untuk kali ini ia tidak bisa menahan emosinya. Shania yang memperhatikan di sudut ruangan sampai khawatir dua orang kakak beradik itu bertengkar.
"Apartemennya buat Marsha bukan aku, itu kado." Adel masih tidak berani menatap Beby. Adel bingung apa yang akan ia jawab lagi karena ia yakin Beby tidak akan berhenti bertanya.
KAMU SEDANG MEMBACA
INTRICATE [END]
FanfictionBagaimana jika enam Dokter muda ditugaskan ke daerah terpencil? Dituntut untuk dewasa dan mandiri, memegang tanggungjawab besar di tengah banyaknya masalah. Apakah mereka bisa melewatinya dengan baik?