3

5.4K 789 141
                                    

"Iya, kak Viny, kita butuh Dokter Anestesi besok dan-" Gracia menggantungkan kalimatnya ketika menyadari ada sesuatu tidak beres. "Aku hubungi lagi nanti."

Gracia menghentikan mobil tepat di depan rumahnya, ia tidak memasukkannya ke garasi karena tentu saja ada sesuatu yang memenuhi hampir seluruh garasinya. Gracia turun dari mobil, berjalan mendekati tumpukan karung yang sepertinya berisi beras. Siapa yang membeli beras sebanyak ini? Apa dia akan menghabiskan sepuluh kilo beras sehari sampai harus memesannya? Gracia mengalihkan pandangan ke arah rumah Adel dan mendengus malas saat melihat Azizi tersenyum dengan wajah tanpa dosa, gadis itu berjalan mendekatinya.

"Maaf, Dok, aku kan beli beras ya ternyata kebanyakan jadi numpang di sini ya." Azizi menunjukan cengirannya. "Kalo Dokter mau, ambil aja gapapa bebas."

"Mobil saya parkir di mana nanti?" Gracia melipat kedua tangannya di belakang pinggang, menatap Azizi dari atas sampai bawah. Baru saja tadi pagi ia bertemu Azizi saat pembukaan, Azizi tampak sangat berwibawa tadi, kenapa sekarang terlihat seperti gadis konyol? Azizi mengenakan kaos Marsha And The Bear dan celana pendek berwarna pink.

"Di depan aja Dok, daerah rumah kita di sudut jadi gak ada yang lewat. Nitip ya? Nanti Mami aku akan ambil semuanya katanya mau disumbangin ke Yayasan. Tadi aku mau nyumbangin ke orang sini tapi ternyata beras di rumah mereka berkarung-karung." Azizi terkekeh sambil menoleh, melihat mobil kekasihnya sudah datang. "Dok nitip ya, aku permisi." Azizi buru-buru berjalan mendekati mobil yang sudah terparkir di depan rumahnya.

"Selamat datang!" Azizi bersorak gembira.

Azizi langsung memeluk Marsha begitu erat karena ia sudah sangat merindukan kekasihnya, berduaan dengan Ashel di rumah seharian itu cukup membuat tensinya naik.

"Terima kasih, sayang," bisik Marsha tepat di telinga Azizi. Marsha membalas pelukan Azizi, sudut matanya memperhatikan Adel yang baru saja turun dari mobil dengan wajah lelah, selama perjalanan tadi gadis itu memang tidak bicara sedikitpun.

"Gimana hari pertama?" Setelah puas memeluk, Azizi melepaskan pelukannya dan mengajak Marsha masuk ke rumah.

"Cukup lelah," jawab Marsha membuka jas putihnya dan ia gantungkan di tempat penyimpanan jas yang sengaja ia bawa dari kota. Marsha melirik Adel yang sekarang sedang memeluk Ashel begitu erat, entah apa yang mereka bicarakan. Detik berikutnya ia sadar sesuatu, kenapa ia jadi lebih sering memperhatikan Adel?

"Minum dulu." Suara Azizi menyadarkan Marsha dari lamunannya, ia memberikan Marsha segelas air putih dingin, ini akan membantu Marsha menyegarkan tenggorokannya. "Kenapa bukan Adel yang nyetir?"

"Dia kecapean, tadi pas praktek ngurusin 20 pasien lebih, terus pas pindah ke IGD ada pasien rujukan dari beberapa klinik, totalnya 8." Marsha menghempaskan tubuhnya di sofa empuk milik Azizi yang baru sampai kemarin. "Aku cuma sedikit tadi."

"Berarti Adel pembawa sial." Azizi tertawa tanpa memperdulikan Adel yang mungkin sedang menangis di pelukan Ashel, kenapa sekarang gadis itu sangat berlebihan dan cengeng?

"By, jangan gitu ah." Marsha menarik paksa tubuh Azizi agar duduk di depannya kemudian mengenggam kedua tangan kekasihnya itu. "Hari ini gak bikin ulah kan?"

"Ngga." Dengan percaya dirinya Azizi menggeleng yakin.

"Kok Ashel bikin tweet katanya dia kena sial gara-gara ke pasar bareng biang kerok celana pink?"

Azizi menatap Ashel kesal, ia siap menerkam gadis itu. Sementara Ashel langsung menunjukan cengirannya, perlahan Ashel melepaskan pelukan Adel hingga detik berikutnya, Ashel berlari keluar dari rumah diikuti oleh Azizi yang mengejarnya.

"Ra, liat deh." Chika yang sedang duduk santai di depan rumahnya menggedikkan dagu, menunjuk pada Azizi dan Ashel yang sedang berlari-lari memutar pelataran rumah. "Sampai waktu yang tidak ditentukan, mereka akan menghabiskan waktu bersama dan mungkin lebih sering dari pasangan mereka. Menurut kamu gimana?" Chika menyesap coklat panasnya.

INTRICATE [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang