7

4.8K 640 394
                                    

Marsha membuka kelopak matanya perlahan, pandangannya langsung tertuju pada Adel ketika kedip mulai bergerak. Marsha tersenyum tipis, ia masih sangat ingat permainan luar biasa Adel semalam, ia bingung, kenapa Ashel tidak menyukainya? Seumur hidupnya Marsha tidak pernah merasakan permainan senikmat itu, ia bahkan melakukannya sampai berkali-kali. Mulai detik ini, sepertinya hari yang Marsha lewati akan jauh lebih indah.

Senyumannya tertahan ketika ingat sesuatu, Marsha meneguk ludahnya, dengan dada berdebar, ia melirik ke arah jam dinding yang menunjukan pukul tujuh pas, jantung Marsha seperti ditarik dari tempatnya dan dilemparkan ke sembarang arah.

"Adel jam tujuh!!" Marsha langsung bangkit, menarik kasar tubuh Adel. "Mereka pulang sebentar lagi, ayo, kita bisa--ah gila ayo!!" Marsha mengambil satu persatu pakaian Adel yang berserakan di lantai dan melemparkan tepat ke wajahnya.

"Aduh." Adel masih setengah terpejam saat memaksakan diri memakai bajunya. "Aku masih ngantuk." Adel mengerjap, merentangkan celana dalam yang dilemparkan kepadanya. "Sejak kapan kolor gue warna pink?!"

"Punya gue!" Marsha terbelalak dan segera merebut celana dalam itu. "Gila kamu," lanjutnya buru-buru mengenakannya. Marsha benar-benar panik sekarang sampai keringat dingin mengalir di tubuhnya.

"Jangan jangan BH kita ketuker lagi? Soalnya aku ngerasa kebesaran." Adel menguap lebar kemudian memandang ke sekeliling, mengingat apa yang terjadi semalam. Adel menatap Marsha dan baru sadar, ia menggaruk tengkuknya yang tak gatal seraya memandangi sprey kasurnya. "Marsha."

"Kenapa?" Marsha merapikan rambutnya yang sangat berantakan, ini ulah Adel yang meremas seluruh rambutnya dan membuatnya tergulung. "Bentar lagi mereka pulang dan-" Nafas Marsha seakan berhenti selama beberapa detik saat mendengar suara mobil mereka. "Mereka pulang, aku ke kam-"

"-Marsha kamu squirt semalam dan sprey aku-" Adel menggantungkan kalimatnya untuk menunjuk sprey kasur. "Warna putih lagi."

"Hah?!" Marsha dengan cepat melemparkan semua yang ada di atas kasur dan menarik spreynya, berlari membawanya ke dapur lalu terhenti ketika ingat sesuatu, kenapa ia membawanya ke kamar mandi? Bukannya itu akan terlihat oleh mereka?

"Sini!" Adel membawa kembali sprey kasurnya ke dalam kamar dan memasukannya secara sembarang di lemari. Setelah itu, ia menutupnya rapat.

"Honey?" Azizi menaikan sebelah alisnya bingung karena tidak biasanya Marsha sudah bangun jam segini dan kenapa Marsha berdiri seperti maling di sana? Rambutnya berantakan, wajahnya penuh keringat.

Marsha tersenyum manis dan buru-buru berjalan mendekati Azizi. "Kamu udah pulang, Hon?" Marsha mencium pipi Azizi secara bergantian seraya mengambil jas putih dan tas miliknya.

"Kamu udah gak marah? Maaf ya semalem aku gak seng-"

"Gapapa, hon, aku ngerti, aku semalem emang lagi sensitif, aku beresin dulu ya ini di kamar kamu?" Tidak ingin bertatapan lebih lama lagi dengan Azizi, Marsha buru-buru berjalan masuk ke kamar Azizi. Sambil melangkah, ia terus mengatur nafasnya, jantungnya benar-benar seperti akan meledak.

"Sayang, udah pulang?" Adel keluar dari kamar setelah memastikan semuanya sudah disembunyikan. Adel tersenyum, menarik lembut kepala belakang Ashel dan menjatuhkan ciuman di dahinya.

"Kamu udah gak marah?" Ashel menggenggam tangan Adel. Senyuman Ashel terlukis ketika Adel menarik tangannya dan mengecupnya perlahan. Sepertinya Adel sudah tidak marah.

"Ayo." Adel lebih dulu mengajak Ashel ke kamar karena khawatir Ashel ingin istirahat di kamarnya seperti biasa. Adel menutup pintu kamar dan mendudukan Ashel di kasur. "Istirahat ya? Mau aku bikinin susu? Sandwich? Nasi goreng atau apa?"

INTRICATE [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang