10

4.3K 659 226
                                    

"Selamat datang!!!"

Marsha terkejut ketika tiba-tiba saja Azizi mengarahkan semprotan kertas kepadanya. Mata Marsha mengitari ke sekeliling ruang tamu yang dipenuhi oleh balon, ia tau pasti ini ide Azizi. Marsha langsung menatap kekasihnya lalu merentangkan tangan dan mendekap erat tubuh Azizi.

"Aku kangen kamu, Maca." Azizi melepaskan pelukannya lalu mencium setiap sudut wajah Marsha. Padahal Marsha hanya pergi empat hari, tetapi ia sudah sangat merindukannya. "Aku kangen." Azizi mengecup kedua belah bibir Marsha sekilas dan menatap Ara. "Ara, Maca pulang, makasih ya."

"Makasih apa?" Adel melepaskan pegangan kopernya, merangkul bahu Ashel untuk menjatuhkan kecupan di dahi Ashel. Adel merasa bingung karena Ashel hanya bergeming, gadis itu bahkan tidak menatapnya.

"Ara mengajukan permintaan ke Gracia kalo kita keteteran dan gak bisa bekerja dengan enam dokter umum yang aktif, makanya kalian pulang," jelas Azizi kembali memeluk Marsha. Ini semua karena Azizi merengek pada Ara untuk meminta pengajuan itu pada Gracia. Azizi tidak akan pernah tenang jika kekasihnya itu jauh darinya.

"Pantes aja cepet banget," gumam Adel sedikit kesal karena waktunya dengan Marsha hanya sebentar. Azizi memang sangat manja, ia bahkan tidak ingin melihat bagaimana cara Azizi memeluk miliknya.

"Kita udah masak buat kalian, gue juga punya steak kesukaan lo." Ara tersenyum ketika tiba-tiba saja Adel memeluknya. Ara membalas pelukan itu dan bertanya, "Gimana kasusnya? Lo dapet kabar?"

Adel memejamkan matanya sejenak, degup jantungnya mulai tak beraturan, ia mengeratkan pelukannya pada Ara lalu menjawab, "Gak ada petunjuk apapun, kejadian itu kayanya memang bukan direncanakan." Adel sengaja memeluk Ara karena ia tidak mau bertatapan dengan Ara saat berbohong, Ara pasti bisa membacanya.

"Ya udah gapapa, kayanya gue juga harus lupain kasus itu, makasih ya udah bantu." Ara mengusap sekilas kepala belakang Adel sebelum melepaskan pelukannya. "Mau makan sekarang?" Ara merangkul bahu Adel, membawanya masuk.

"Honey, aku laper juga." Marsha tersenyum tepat ketika Azizi melepaskan pelukan dan tersenyum kepadanya. "Haus."

"Ayo minum, hon." Azizi menggenggam tangan Marsha, mengajaknya berjalan menuju ruang TV karena ia sudah menyiapkan banyak minuman untuk menyambut kekasihnya.

"Dia gak waras apa ya?" tanya Chika pada Ashel. "Pacarnya gak ngabarin dia selama dua hari dan dia masih bisa bersikap seakan gak ada apapun? Bucin sampe goblok, tolol." Chika menggeleng sebelum bergerak menyusul mereka. Sebenarnya Chika malas menyiapkan pesta kecil untuk kedua orang bodoh itu, tetapi ia tidak bisa menolak jika Ara yang memintanya. Persahabatan berlebihan macam apa itu?

"Hon, hp aku rusak, jatuh pas aku mau angkat VC kamu malam itu, makanya aku gak ngabarin kamu, maaf ya." Marsha memberikan ponselnya yang sudah sangat hancur karena dilemparkan oleh Adel 

"Tuh kan kamu gak ngabarin aku karna sesuatu, masa kata Chika kamu selingkuh." Azizi mengambil ponsel Marsha yang sudah tidak berbentuk. "Aku beliin yang baru, bentar aku cari hp aku biar aku minta anak buah Mami kirim hari ini."

Setelah melihat Azizi melangkah menuju kamar, Marsha mendorong bahu Chika. "Maksud lo apa bilang gitu ke dia? Gak waras otak lo."

"Santai dong, ngajak ribut?!" Chika membalas dorongan itu jauh lebih keras sampai tubuh Marsha terhuyung beberapa langkah. "Kalo emang lo gak ngerasa ya santai aja, baru dateng udah bikin aksi, harusnya gak usah balik sekalian." Chika hendak kembali mendorong tubuh Marsha, tetapi tangannya tiba-tiba saja ditahan. Chika menoleh, mendapati Adel. "Ngapain sih." Chika menepis tangan Adel. "Gak usah sok jadi pahlawan deh lo."

"Jangan main fisik ya," ucap Adel sangat lembut karena ia takut Chika akan semakin emosi. Adel menatap Marsha, mengedipkan mata, memberi isyarat agar Marsha tidak terpancing lagi atau Chika akan semakin menjadi.

INTRICATE [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang