"Anjing!" Ara memukul Azizi dengan sangat keras sampai tubuh Azizi tersungkur ke tanah. Ara menginjak punggung Azizi lalu menatap Chika. "Pulang."
"Maafin aku, aku gak-"
"-Aku bilang pulang sekarang!!!" Ara menarik tubuh Azizi untuk kembali berdiri dan sekali lagi, Ara memukul wajahnya. "Berani lo tidurin cewek gue?! Berani?! Setan!!" Ara mengambil batu berukuran kecil, nyaris saja ia benturkan pada wajah Azizi jika Ashel tidak segera berlari menghampirinya dan menghalanginya. "Minggir!!" Ara mendorong kasar tubuh Ashel agar tidak menghalangi langkahnya.
"Azizi gak sengaja, ok? Kita bertiga lagi mabuk, mereka gak sadar, Ara!" Ashel reflek menutup mata saat pukulan Ara mendarat di perut Azizi dengan keras, bukan hanya sekali, tetapi berkali-kali. Ashel mundur, lututnya bergetar hebat, ia mulai ketakutan karena ini pertama kalinya ia melihat Ara marah.
"Gak sengaja?!" Ara meludahi wajah Azizi lalu mencengkeram rahangnya sangat kuat sampai Azizi tidak punya kemampuan untuk melawan atau bahkan mengatakan satu katapun. "Anjing!!" Ara menampar pipi Azizi berkali-kali, mengakhirinya dengan satu pukulan yang membuat tubuh Azizi tersungkur ke tanah.
Azizi merintih kesakitan lalu menatap Ashel yang sedang memandanginya. Azizi mengedipkan mata, memberi isyarat agar Ashel pergi karena ia takut Ara akan ikut melampiaskan amarah pada gadis itu. Namun, Ashel malah menggeleng, Ashel khawatir hal jauh lebih buruk terjadi jika ia pergi dari sini.
"Chika bener, harusnya dari awal gue gak pernah percaya siapapun." Ara mengatur napasnya sebentar sebelum menendang perut Azizi berkali-kali hingga tak lama, ia melihat Azizi terbatuk, mengeluarkan darah cukup banyak dari mulutnya. "Berdiri!" Ara memaksa tubuh Azizi yang sudah tak berdaya untuk berdiri lalu menghadiahkan pukulan tepat di hidungnya, tentu saja hidung Azizi yang pada dasarnya sensitif langsung mengeluarkan darah. "Ikut gue!" Ara menyeret Azizi.
Marsha yang baru saja membuka pintu kamar langsung terkejut ketika melihat tubuh Azizi didorong kasar sampai duduk berlutut tepat di depannya. Azizi terbatuk-batuk, mengeluarkan darah dari mulutnya. Seluruh tubuh Azizi basah kuyup. Marsha menatap Ara yang sekarang sedang berdiri dengan tatapan tajam.
"Ada apa ini?!" Adel duduk di samping Azizi, menarik dagu Azizi agar menatap kepadanya. Hatinya terenyuh melihat mata Azizi memerah, wajahnya sangat pucat. Adel yang sudah mengetahui apa masalahnya langsung menarik tubuh Azizi ke dalam pelukannya.
"Siapa yang pukulin kamu?" Marsha panik melihat darah yang tidak berhenti mengalir di hidung Azizi. Marsha terus berusaha menyeka darah, darahnya malah semakin deras membasahi bahu Adel. Marsha panik, air matanya jatuh. Marsha langsung berdiri, menatap Ara. "Siapa yang pukulin Azizi?!"
"Gue."
"Brengsek!" Marsha berniat menampar Ara, tetapi Ara malah menahannya dan berbalik menampar Marsha sangat keras sampai tubuh Marsha terbanting ke lantai.
Adel yang melihat itu dengan jelas tentu emosinya langsung naik, Adel melepaskan pelukannya, meloncat mendekati Ara dengan tangan yang terkepal erat, tetapi Ara bisa menahan tangannya, sebaliknya, Ara memberikan pukulan pada Adel sampai berkali-kali. Ara tidak memberikan Adel kesempatan untuk melawan, semuanya sudah cukup, ia tidak bisa menahan kesabarannya lagi.
"Kenapa pukul Adel?!" Ashel berlari dari arah pintu, ia menarik tangan Adel agar menjauh dan menghalanginya dari Ara. "Adel gak salah apa-apa!!" Ashel menjerit histeris karena ia sudah dibuat sangat shock sejak melihat bagaimana Ara memukuli Azizi tadi.
Ara berniat menampar Ashel, tetapi tepat ketika tangannya nyaris sampai, Ara menahan tamparannya. Ara menghempaskan kembali tangannya kemudian menatap Marsha yang entah sejak kapan sudah menangis. "Azizi tidur sama Chika malam itu, mereka mabuk." Ara melirik ke arah Azizi. Ara tidak benar-benar tidak bisa menahan kesabarannya lagi, ia bergerak menghampiri Azizi dan menendang dadanya sampai Azizi berbaring lemas tidak berdaya.
KAMU SEDANG MEMBACA
INTRICATE [END]
FanficBagaimana jika enam Dokter muda ditugaskan ke daerah terpencil? Dituntut untuk dewasa dan mandiri, memegang tanggungjawab besar di tengah banyaknya masalah. Apakah mereka bisa melewatinya dengan baik?