Chika yang baru saja bangun dari tidurnya langsung menguap lebar dan menoleh ke arah samping, mendapati Ara yang tidur menghadap ke arahnya, tidak ada pagi yang lebih indah dari melihat kekasihnya terbaring di sampingnya dan hal yang luar biasa lagi, ia akan melihat itu setiap hari. Sepertinya kesedihan tidak akan berani datang ke hidupnya karena sekarang Ara akan selalu ada di sampingnya.
Chika melirik ke arah jam dinding yang baru menunjukan pukul tujuh pagi. Chika membangunkan Ara perlahan dengan mengusap pipinya. Setelah kedua mata sayu itu terbuka, ia mengulas senyumnya. "Good morning, honey."
"Good morning." Ara menggeliat sebelum bangkit, melirik sekilas jam dinding, ternyata masih terlalu pagi. Ara menatap kekasihnya dan segera tersenyum. "Kamu bangun sepagi ini?"
"Iya, aku kan harus nyiapin sarapan, meskipun cuma roti karna kita belum belanja." Dirasa semua nyawanya sudah terkumpul, Chika berjalan keluar, udara di desa ini sangat segar apalagi saat pagi.
Chika membuka pintu rumahnya, senyum yang hendak terlukis dari sudut bibirnya jadi tertahan ketika melihat empat sahabatnya sudah berbaris di depan pintu dengan senyuman yang menurutnya sangat menyebalkan.
"Kalian ngapain pagi-pagi?!" tanya Chika dengan nada tinggi, suasana pagi harinya harus hancur hanya karena mereka, ia bisa menebak pasti mereka akan membuat kerusuhan.
"Tuh liat ada naga." Azizi menunjuk ke sembarang arah, setelah melihat Chika memandang ke arah yang sama, Azizi langsung menyeruduk masuk ke rumahnya, diikuti oleh tiga orang lainnya.
"AZIZI!!!!" Chika berteriak keras. "Mau pada ngapain kalian?!"
"Gue dulu!! Gue yang usaha ya!!" Azizi menahan tangan Adel yang ingin masuk ke kamar mandi. Azizi tentu tidak terima karena ia yang usaha mengalihkan perhatian Chika.
"Eh gila lo, gue langsung dinas pagi ya, ngga aah." Adel menepis tangan Azizi dan hendak kembali melangkah, ia dibuat terbelalak ketika Azizi menarik tangannya dengan kasar sampai posisi Azizi sekarang berada di depannya. "Curang banget sih! Ngga, gue dulu!"
"Gue juga harus dateng ke RS ya, kan hari ini pembukaan goblok!" Azizi berusaha menepis tangan Adel, tetapi yang terjadi malah Adel menarik tangannya dan menggusur tubuhnya menjauhi kamar mandi.
"Kalian berantem sana, gue dulu aja yang mandi." Ashel tersenyum senang melihat Azizi dan Adel saling tarik menarik, ia bisa menggunakan kesempatan ini untuk mandi lebih dulu.
"Lo mau ngapain?" Ternyata Ashel terlalu cepat merasa senang sampai ia lupa bahwa di sini ada Marsha. "Gue dulu, gue dinas." Marsha berusaha masuk ke kamar mandi, tetapi baru beberapa langkah, matanya membulat sempurna saat Ashel menggendong pinggangnya dan membawanya menjauh dari kamar mandi.
"Ada apa sih pagi-pagi rusuh gini?!" Chika berkacak pinggang memandangi keempat temannya sedang saling tarik.
"Gue mau numpang mandi karna Azizi sama Adel gak ada yang bisa nimba! Masa mereka nimba dapetnya cuma air sebanyak satu sendok makan?" Marsha berusaha melepaskan tangan Ashel di pinggangnya, tetapi cukup sulit, ia sampai meloncat-loncatkan kakinya.
"Loh kok cuma kita yang disalahin?" Azizi menghentikan gerakannya dan menatap Ashel kesal. "Kalian juga gak ada yang bisa nimba kan? Payah."
"Apa kamu bilang?! Kita payah?!" Ashel mendorong tubuh Marsha lalu berjalan mendekati Azizi dengan tatapan meruncing tajam. "Aku sama Marsha udah beresin semua barang kalian, kalian dari kemarin cuma bisa main PS dan gak berenti ngerengek kaya anak kecil manja! Sekarang kamu bilang kita manja?!"
"Heh yang rapiin sempak lo di lemari tuh gue ya!" Azizi menunjuk Ashel karena tidak terima.
"Biasa aja dong!" Ashel menepis tangan Azizi. "Dasar anak Mami! Udah dikirim pempers belum sama Mami hari ini?" Ashel tersenyum miring.
KAMU SEDANG MEMBACA
INTRICATE [END]
FanfictionBagaimana jika enam Dokter muda ditugaskan ke daerah terpencil? Dituntut untuk dewasa dan mandiri, memegang tanggungjawab besar di tengah banyaknya masalah. Apakah mereka bisa melewatinya dengan baik?