Hari itu akhirnya tiba. Setelah menempuh perjalanan kurang lebih sepuluh jam, akhirnya mereka sampai di sebuah desa, benar apa yang Viny katakan, desa ini sangat terpencil. Sepanjang perjalanan tadi yang mereka lihat hanya penggunungan dan pepohonan, dengan begitu akan sulit bagi mereka jika ingin kabur dari tempat ini. Ternyata, Beby benar-benar menjauhkan Adel dari perkotaan.
"Akhirnya setelah mendaki gunung lewati lembah kita sampai." Azizi turun dari mobil, merentangkan tangan untuk menarik nafas dalam sebelum diembuskan perlahan, udara di sini sangat segar meski cukup dingin, sepertinya ia membutuhkan banyak jaket.
"Selamat datang, perkenalkan saya Jaka dan saya lurah di sini," ucap seseorang paruh baya menyambut kedatangan mereka. Penduduk di desa ini menunggu kedatangan mereka karena memang fasilitas kesehatan di desa ini sangat terbatas, rumah sakit yang akan dibuka besok lusa sangat membantu apalagi mereka menjanjikan biaya yang dipatok tidak akan memberatkan penduduk setempat.
"Terima kasih." Ara menerima uluran tangan Jaka dan memberikan senyumannya sebelum mengedarkan pandangan ke sekeliling. Matanya terhenti pada dua rumah yang berdampingan, satu cukup besar dan satunya lagi memang kecil, ia bisa menebak ini rumah yang Viny katakan.
"Warga desa sini sudah menunggu kalian, terima kasih sudah mau bertugas di sini." Jaka masih tersenyum.
"Kami yang berterima kasih karena kalian sudah mau menerima kami, semoga kita bisa saling membantu ya?" Ara melepaskan jabatan tangan itu setelah dirasa cukup.
"Pasti. Di sini listrik sudah lancar hanya saja sinyal memang kadang-kadang menghilang, semoga kalian memaklumi ya." Jaka memandang keenam dokter itu secara bergantian. "Jika ada sesuatu, kalian bisa langsung menghubungi kami."
"Di sini ada mall?" tanya Adel yang sedari tadi tidak berhenti memandang ke sekeliling.
"Tidak ada, di sini hanya ada warung-warung kecil, tapi ada pasar jika kalian ingin mengisi kebutuhan dapur kalian," jawab Jaka sedikit tidak menyangka itu pertanyaan yang akan mereka lontarkan. Biasanya di film-film seorang Dokter itu sangat dewasa dan berwibawa, tetapi setelah melihat mereka ia menyimpulkan hal yang berbeda.
"Jauh?" Adel menatap Jaka, ia berharap Jaka tidak mengatakan sesuatu yang membuatnya kesal.
"Dekat, hanya sekitar 40 kilo, tapi kalian harus melewati gun-" Kalimat Jaka terpotong karena Adel berjalan begitu saja melewatinya sebelum ia selesai berbicara.
"Maaf atas sikap teman saya." Ara buru-buru mengatakan hal itu karena sangat tidak enak. Apa Adel tidak bisa menjaga sikapnya kali ini saja?
"Bar?"
"Zee!" Ara melotot, ia bisa-bisa gila karena kelakuan kedua temannya.
"Maaf, di sini tidak ada hal-hal seperti itu dan kebetulan di desa kami dilarang minum. Itu dipercaya akan mengundang bencana."
Azizi tertawa keras dan tanpa ingin mendengarkan apapun lagi, ia bergerak menyusul Adel. Ini salah satu hal yang tidak ia sukai dengan desa atau perkampungan, mereka terlalu percaya hal-hal kolot dan dongeng-dongeng masa lalu. Bagaimana bisa minuman beralkohol mengundang bencana? Apa ia sedang hidup di tahun 70? Di mana orang-orang percaya pada mitos.
"Maafin mereka ya Pak Lurah biasalah anak orang kaya manja yang gak tau diri emang gitu," ucap Chika menunjukan cengirannya. "Oh ya Pak, di sini ada pantai kan?"
"Iya saya memaklumi kok. Kalo pantai dekat, nanti bisa diantar warga sekitar, mari saya antar ke rumahnya." Jaka mempersilahkan mereka untuk berjalan menuju rumah. "Sebenarnya pihak kalian sudah meminta satu rumah enam sampai tujuh kamar tapi karena tidak ada, jadi rumah yang bisa kami jual hanya empat kamar, rumah di sampingnya itu bangunan baru."
KAMU SEDANG MEMBACA
INTRICATE [END]
FanficBagaimana jika enam Dokter muda ditugaskan ke daerah terpencil? Dituntut untuk dewasa dan mandiri, memegang tanggungjawab besar di tengah banyaknya masalah. Apakah mereka bisa melewatinya dengan baik?