Rania

19.5K 1K 45
                                    

Rania menghentak-hentakan kakinya khawatir, berkali-kali ia menekan sebuah nama kontak di handphonen-nya, tapi nomor itu tidak aktif juga. Sedangkan sejak tadi ia menunggu kopernya di baggage conveyor bandara, benda itu tidak juga muncul.

Bagus harusnya sudah datang menjemputnya, tapi dia tidak bisa dihubungi. Rania harus segera mencari kekasihnya itu, tapi keberadaan kopernya membuat geraknya menjadi lambat. 

Masalahnya, satu jam lagi Bagus harus menghadiri suatu pertemuan penting. Rania harus segera pergi.

Ia jadi menyesal memaksa Bagus menjemputnya, ternyata memang benar waktunya sangat mepet. Pesawat yang ia tumpangi dari Maluku mengalami delay hampir dua jam, dan karena itu keadaanya menjadi semakin buruk sekarang. Rania sudah membayangkan bagaimana raut emosi Bagus saat mereka bertemu nanti.

"Haaaa itu dia…" Rania berlari ke bagian ujung untuk segera mengambil kopernya, inginnya ia bisa segera meraih benda itu

"Permisi… permisi…"

"Maaf ibu, bapak… permisi yaa"

Ada penumpang dari tiga pesawat berbeda yang mengantre koper disini. Rania bahkan sulit menggerakan tubuhnya akibat berdesak-desakkan. Tapi ia harus segera mengambil koper itu.

Tidak peduli lagi dengan rambutnya yang sudah kusut dan dicepol seadanya, belum lagi blazernya yang sudah ia ikatkan kepinggang, penampilannya sudah acak-acakan, semua ini karena delay yang sangat membuatnya ingin sekali marah.

Ia menarik koper besarnya sekuat tenaga. Enam bulan ia sudah melaksanakan tugas di Maluku, wajar saja barangnya sangat banyak.

Rania berlari keluar ke arah ruang tunggu kedatangan di Yogyakarta Internasional Airport. Bagus tidak ada di sana, ia terus berjalan sampai benar-benar sampai di lobby utama keberangkatan, menoleh kesana kemari mencari orang itu. Tapi tidak aja juga…

Dimana orang itu, nomornya tidak bisa dihubungi tapi juga tidak menempatkan dirinya di posisi yang mudah di jangkau. Ck, lama-lama Rania yang jadi emosi. Padahal sudah jelas Bagus akan memarahinnya kali ini.

"Heee!! Ayo cepet, dari tadi lo aku nunggu"

Rania menoleh ke arah seseorang yang menepuk pundaknya, ini dia! Rania tersenyum, setidaknya rasa lelahnya bisa terobati dengan dapat melihat langsung wajah kekasihnya ini

"maaf maaf… aku hubungi kamu gak aktif dari tadi" ucap Rania

Rania menggeret kopernya sambil mengikuti langkah cepat Bagus.

Bagus tidak lagi menjawab Rania, ia berjalan cepat ke arah parkiran. Sedangkan Rania cukup kesulitan mengikuti langkah Bagus, apalagi kopernya beberapa kali tersangkut di jalan. Kenapa juga Bagus tidak membawa mobilnya ke area lobby, kenapa Rania harus ikut berlari ke parkiran. Ini malah memakan waktu dan menghabiskan tenaganya yang sudah sangat tipis.

Rania juga mulai sadar tubuhnya yang gemetar, ini sudah sore tapi makanan terakhir masuk ke perutnya tadi pagi itupun hanya roti selembar. Perutnya perih dan kepalanya mulai pusing. Komplit penderitaannya hari ini.

"Gimana meeting kamu? Kekejer gak ini?"

"Gak tau lah ini! Handphone aku mati, gak bawa charger, kamu lama banget lagi!!" Rania cukup kaget Bagus menjawab pertanyaanya dengan nada yang tinggi

"Ayo cepet naik!!" Rania segera duduk di kursi depan, memasang seat belt-nya tanpa mengeluarkan sepatah katapun lagi. Sepertinya kekesalan Bagus lebih besar dari bayangan Rania.

"Kalo aku sampe telat, ini gara-gara kamu ya!"

Enam bulan mereka tidak bertemu, tidak ada ungkapan rindu atau semacamnya. Padahal mereka sangat jarang berkomunikasi akibat Rania yang sering memasuki perkampungan dekat area hutan dan jarang mendapat sinyal. 

Langkah Seiring (END+EXTRA PART)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang