Rania & Gandhi

6.4K 712 21
                                    

Rania

Rania berjalan pelan masuk ke area rumah sakit, tidak seperti biasanya, dia hari ini memilih masuk melalui lobby utama

Ia menutup mulutnya tiap kali menguap, selama beberapa hari ini ia sibuk mempersiapkan ujian profesinya yang akan diadakan sebentar lagi. Rania tentunya tidak ingin gagal, beasiswanya lebih membebaninya untuk lulus dengan nilai yang baik. Bukan hanya itu, Rania benar-benar sudah lelah dengan kehidupan Residen bertahun-tahun ini, jika segera lulus dan praktik sebagai spesialis, hidupnya akan jauh lebih mudah, terutama terkait pengeluaran-pengeluaran yang harus ia keluarkan selama menunjang pendidikannya. 

Walaupun masih tidak tahu apa lagi yang harus ia lakukan setelah lulus, tidak benar juga Rania terlalu lama di posisi ini. Setidaknya dia masih bisa menjalani hari-harinya dengan jadwal praktik padat di rumah sakit nantinya, tentunya sebagai dokter spesialis. 

Lupakan tentang menikah,  Rania sudah tidak berminat lagi. Setiap memikirkan tentang pernikahan, otak Rania masih terus saja memikirkan wajah Bagus, dan rasanya ingin mencabik-cabik orang itu. 

Rania menghentikan langkahnya, baru saja dipikirin. Sekarang orangnya sudah di depan mata, lengkap dengan istri barunya. Sepertinya mereka habis dari cafe rumah sakit sambil menunggu antrian obgin. Konon katanya jam segini antrian obgin sudah mengular, Rania tidak tahu jelasnya, dia tidak pernah sengaja memeriksa keramaian disana. 

Benar kata Alya, mereka memeriksa kehamilan di rumah sakit ini. Lagian kenapa juga harus disini? Apa gak ada rumah sakit lain? Atau klinik bersalin gitu… Rania benar-benar tidak habis pikir dengan kelicikan Arlita. 

Dulu banyak teman-teman Rania yang sudah mewanti-wanti agar berhati-hati dengan Arlita. Di setiap kegiatan yang melibatkannya dengan Bagus, banyak orang yang sadar bagaimana Arlita sangat tertarik dengan Bagus dan berusaha mendekati laki-laki itu. 

Hanya sekali Rania pernah menanyakan tentang Arlita ke Bagus, mengkonfirmasi apa yang dikatakan orang-orang benar atau tidak

"Jangan percaya gosipan orang lain, Arlita sama aku cuma akrab ngomongin kerjaan. Gak ada yang lain" 

Rania masih ingat betul penjelasan Bagus dulu. Bahkan dimana dan kapan dia mengatakan itu.  

Cih! Omongan laki-laki emang gak ada yang bisa dipercaya, bahkan hubungan lama tidak menjamin hatinya tidak goyah melihat perempuan lain. 

… 

"Ran…" Bagus menyapa Rania pelan, 

Rania sengaja berjalan ke arah mereka, kebetulan tempat mereka berdiri adalah satu-satunya jalan menuju lorong untuk ke bagian gedung belakang. Tidak ada pilihan, dan Rania tidak perlu takut juga dengan mereka. Mereka berdua harus tau, Rania tidak merasa lemah setelah mendapat penghiatan seperti ini, walaupun sekarang banyak orang rumah sakit yang tengah memperhatikan mereka. Penasaran bagaimana Rania akan melewati situasi ini. 

Rania mungkin bisa lemah karena perasaan cinta atau sayang yang muncul dalam hatinya, tapi otaknya masih cukup logis untuk gak lemah karena penghiatan.

Arlita memegang lengan Bagus setelah laki-laki itu memanggil Rania, seperti tidak ingin suaminya pergi. Rania tertawa dalam hati, sampai mati pun Arlita akan tetap seperti itu, dihantui ketakutan. Sejak awal dia memulai permainan dengan mengambil milik orang lain, pastinya saat ini dia juga takut miliknya akan diambil orang lain juga. 

Tapi Rania bukanlah Arlita. Bagus yang sudah pergi dari hidupnya, akan ia pastikan tidak ada lagi pintu masuk untuk Bagus. Bahkan hanya untuk sekedar berteman.

Rania terus melangkah tanpa keraguan, melewati mereka berdua. Sedetik ia melirik ke arah dua sejoli itu, dan tepat saat keduanya melihatnya, Rania memutar bola matanya tanpa menunjukan emosi apapun. Melewati mereka berdua tanpa balas menyapa. 

Langkah Seiring (END+EXTRA PART)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang