Perihal tentang Mengerti

132 11 0
                                    

•••

Di tengah malam yang begitu terasa lebih sejuk saat ini, Melodi asik duduk pada sebuah kursi di balkon kamarnya. Matanya seolah terbuka dengan tajam, enggan untuk sejenak beristirahat setelah lelah seharian bergelut dengan duniawi. Sebenarnya tubuhnya sudah terasa sangat lelah ditambah dia baru saja menyelesaikan belajarnya untuk ulangan harian besok. Namun matanya seolah tidak ingin terpejam. Melodi memang hanya diam tetapi rasanya kepalanya sangat berisik di malam-malam begini.

Memang malam hari adalah malam rawannya bagi otak untuk mengulang segala memori yang terasa menyesakkan bagi hati. Kita tidak ingin mengingatnya tetapi rasanya semua itu seolah datang sendiri ke dalam kepala yang ringkih ini.

Melodi menikmati semua rasa yang kini memenuhi relung hatinya. Sebuah rasa sesak bercampur sakit yang tidak mungkin dapat dilihat dari mata tetapi mampu dirasakan oleh seluruh bagian dalam tubuhnya. Siapapun di dunia ini pasti tidak akan luput dari segudang masalah bukan? Tapi mengapa rasanya ia masih tidak bisa menerima segala takdir yang sudah terjadi dalam hidupnya kini.

Melodi tidak menyerah hanya sedikit mengeluh atas segala hal yang sudah terjadi di hidupnya. Jika boleh dia berandai-andai, bolehkah ia saja yang menjadi anak bungsu menggantikan adiknya. Bolehkan ia meminta untuk diberikan segala hal terutama kapasitas otak yang sepintar adiknya. Melodi juga ingin mendapatkan sanjungan dari orang tuanya. Melodi ingin mendapatkan pelukan hangat serta usapan halus di kepalanya setiap pagi. Melodi lelah untuk menjadi dirinya sendiri, menjadi sosok anak pertama yang harus mengerti banyak hal.

Melodi kembali menghela napas, segera membuang jauh segala fikiran jahat yang memprovokasi kendali atas dirinya. Tiga Puluh menit berlalu dengan heningnya suasana dan suara jangkrik yang saling saut-menyaut. Melodi merasa sedikit lapar dan ingin memakan sesuatu yang bisa mengganjal mulutnya. Melodi berjalan keluar kamar untuk menuju dapur. Barangkali ada yang bisa ia jadikan cemilan, pikirnya.

Sesampainya di dapur, Melodi menegak segelas air putih untuk melepaskan dahaganya. Setelah itu ia berjalan ke arah kulkas. Menerka mungkin saja ada sesuatu yang bisa ia makan,"Wih ada banyak cemilan." ucap Melodi setelah melihat satu plastik penuh snack yang belum ditata di dalam kulkas. Lantas ia mengambil plastik tersebut untuk mengambil beberapa. Namun belum sempat Melodi bergerak, suara sang Mamah mengejutkannya

"Kamu ngapain Melodi!"

"Astaga mamah. Melodi kaget." Melodi bahkan sampai terpentuk bagian atas kulkas di hadapannya karena terkejut.

"Kamu ngapain malem-malem di depan kulkas?" Sang Mamah berujar sambil melirik tajam Melodi, seolah-olah curiga dengan gerangan apa yang dilakukannya di tengah malam begini.

"Melodi lagi nyari cemilan, tiba-tiba perut melodi demo,"Ujar Melodi sambil tersenyum ke arah Sang Mamah. Sang Mamah hanya menghela napas melihat kelakuannya lantas beranjak untuk mengambil air, disela itu ia berujar,

"Ada-ada aja kamu. Yaudah itu di kulkas ada sisa pisang, kamu makan aja."

"Ini di plastik banyak—"

"Itu yang di plastik jangan di makan. Tadi sore sengaja Mamah beli buat dibawa adikmu besok pagi. Dia ada acara kunjungan ke Kebun Raya Bogor."Melodi menghelas napas pelan, hancur sudah bayang-bayangnya untuk menikmati snack yang mungkin akan terasa lezat ia nikmati malam ini.

"Yah, terus punya Melodi yang mana mah?"Tanya Melodi dengan penuh harap.

"Kamu Mamah gak beliin. Lagian kamu Gak mau kemana-mana." Jawab Sang Mamah setelah menegak segelas air putih.

"Melodi ambil cokelat satu deh, yang ini boleh gak mah? Yang kecil aja," Ujar Melodi sambil menunjukkan sebungkus kecil cokelat. Namun, harapan Melodi langsung pupus begitu saja melihat gelengan kepala dari Sang Mamah.

MELODI Yang MemilukanTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang