Egois untuk bahagia,bolehkah?

61 10 0
                                    

•••

"Buset dah, senyum sih boleh aja. Tapi jangan setiap saat juga, ngeri pada sawan yang ngeliat lu kata gua mah !" dumel Satrio kepada Melodi yang terus tersenyum manis sambil menikmati segelas es milo yang dibelinya.

"Suka-suka gua dong!" balas Melodi sengit.

"Tapi ya Satrio, akhirnya setelah sekian paripurna ini kunyuk satu akhirnya ganti Handphone juga. Seneng deh gua, gak bakal susah lagi kalo hubungin ini anak." Ucap Seli sambil tersenyum dan menopang dagu ke arah Melodi. Sebenarnya dia sudah tahu hal apa yang membuat pagi-pagi Melodi tersenyum seperti orang sawan. Bukan karena dia punya indera ke-enam bisa mengetahui alasannya. Itu tak lain karena Melodi yang sempat mengerjai mereka malam sekali, menelpon panggilan grup lantas menceritakan semuanya.

"Nah, setuju gua. Lagian Ini bocah satu juga bebal banget kalo dibilangin. Kalo ini anak nurut, dari dulu udah gua beliin boba 4 layer, atau layer puter."

"Layer-layer, lu pikir dissert box." Cerocos Melodi

"Tau bener-bener emang, Melodi. Giliran di kasih my lovely Future boyfriend aja baru mau." Dumel Seli lantas Meminum Es teh dihadapannya, "IH, ini tuh beda teman-temanku sayang," Sanggah Melodi, mengelak dari tuduhan tersebut walaupun tak semuanya betul.

"Beda apanya, Hah!" Satrio melotot ke arah Melodi, dan Melodi membalas tatapan itu dengan gerakan jari seolah-olah ingin mencongkel mata Satrio.

"Ooh...Ooh gua tau bedanya apa," Jawab Seli tiba-tiba, Satrio lantas menaikkan alis kanannya dan Melodi menengok penasaran, " Bedanya karena dikasihnya pake cinta kan?" Ucap Seli lantas tersenyum menggoda ke arah Melodi.Melodi lantas tersipu malu dan sedikit salah tingkah. Wajahnya memerah tanpa diperintah, "Apansi! Gak, bukan karena itu."

" Ciela gak usah salting gitu lu, Mel. Muka lu udah kaya orang nahan berak setahun." Belum sampai lima detik, wajah Satrio sudah dikenai lemparan es batu dari Melodi.

"Jorok Ih! Ada iler lu ini"               

"Diem, jangan sampe gua tabok lu, Jamet."

"Uluh-uluh anaknya momy lagi tersipu malu. Sini-sini Momy liat coba pipinya." Tak habis dengan godaan Satrio, Seli pun ikut menggoda Melodi.

"Ish, udah-udah. Denger ya sahabat-sahabat ku sayang, Bang Nabhan itu gak lebih dari sosok abang buat gue. Dan perihal Handphone, bukan maksudnya gua untuk nolak apa yang mau kalian kasih ke gua. Tapi, gua ngerasa pada saat itu waktunya belum tepat aja, hp gua belum ngambek-ngambek kaya sekarang. "

"Iya-iya kita ngerti kok. Tanpa lu jelasin panjang kali lebar pun kita paham." Ujar Seli sambil menepuk punggung Melodi.

"Poin kedua gua setuju. Poin pertama, hmm... kayanya gua ragu." Ujar Satrio dengan wajahnya seolah-olah tengah berpikir sangat kuat.

"Serius. Gua dan Bang Nabhan itu ibaratkan kakak dan adek. Dia abangnya dan gua adeknya, udah kaya keluarga banget deh pokonya,"

"Tapi ya Melodi, kadang rasa nyaman kita ke seseorang yang kita kagumin bisa aja berubah jadi rasa cinta yang gak ada ujungnya."

"Engga kok, buktinya sampe sekarang gua engga ngerasa begitu," Ucap Melodi menyanggah perkataan Seli, namun di hati kecilnya dia mempertanyakan itu semua.

"Sekarang, kalau nanti gimana?" Ujar Satrio tiba-tiba.

"Udah ah, kenapa pembahasannya jadi serem gini,"Ujar Melodi sambil menghela napas, menghilangkan segala pertanyaan yang tiba-tiba saja singgah di pikirannya.

"Hati-hati Mel, kadang hati sama mulut tuh emang suka munafik."

Perbincangan mereka berhenti sampai disana, Melodi segera mengganti topik pembahasan diantara mereka Bertiga. Namun nyatanya perbincangan itu cukup mengganggu benak Melodi. Melodi mulai mempertanyakan kepada dirinya sendiri, apa sebenarnya bentuk rasa diantara dirinya dan Nabhan. Selama ini dia tidak lebih menganggap sosok Nabhan adalah abang baginya. Tapi, kenapa hatinya seolah ingin menyanggah. Debaran itu, debaran jantung yang selalu tidak beraturan ketika berhadapan dengan sosoknya.

MELODI Yang MemilukanTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang