•••
"Terimakasih kepada Bapak dan Ibu sekalian yang sudah menyempatkan hadir pada acara hari ini, besar harapan kami kepada ananda semua baik siswa maupun siswi, janganlah takut untuk bermimpi tinggi. Kembangkan potensi dalam diri dan jangan menganggap lemah diri kalian sendiri. Karena fondasi awal sebuah kesuksesan bukan dari bagaimana besarnya materi, tapi melalui kelapangan hati dalam mengukir mimpi yang tinggi..."
Prok...prok...prok
Kalimat penutup dari ketua yayasan nampaknya menjadi penutup acara hari ini. Sebuah kata-kata motivasi untuk mebangkitkan semangat para peserta didik. Namun agaknya, Melodi tidak terlalu fokus dengan apa yang disampaikan tersebut. Matanya hanya fokus memandang kedepan dengan tatapan kosong, dengan tangan kanan nya yang terus diusap halus oleh tangan mbok Ani.
Senyum Melodi memang terpatri di dalam wajahnya yang teduh. Namun jika dilihat lebih tajam, senyumnya itu hanyalah sebuah topeng manis untuk menutupi sebuah kekecewaan yang terpatri dalam hati gadis tersebut.
Melodi tersenyum, dirinya mampu membuat pencapaian yang besar bagi dirinya. Mungkin bagi orang lain mendapatkan penghargaan karena berhasil dalam perlombaan adalah hal yang biasa saja bagi anak SMA. Namun tidak baginya, ini adalah sebuah hal yang luar biasa.
Namun apakah dia memang benar-benar harus berbahagia? Nyatanya alasan yang membuat dirinya berusaha untuk memenangkan perlombaan ini tidak bisa hadir. Tetapi lagi-lagi, apa yang memangnya harus dia harapkan. Ini hanyalah sebuah hal biasa, yang tidak perlu terlalu dirayakan bukan?
Entah sudah ke-berapa melodi tertawa lirih dengan matanya yang berkaca-kaca seolah ada air di dalamnya yang akan tumpah, "Non Melodi!" Suara Mbok Ani yang sedikit meninggi membuyarkan lamunan Melodi. Ah, nampaknya Melodi terlalu asik dengan lamunannya hingga tidak menyadari Mbok Ani memanggilnya sedari-tadi.
"Iya mbok? Maaf .Melodi tadi kebawa suasana nih sama perkataan si Bapak," ucap Melodi sambil cengengesan.
Bohong, Mbok Ani sangat paham Melodi tengah beralasan. Mbok Ani sudah lama bekerja di rumah keluarga Melodi. Dia sangat paham dengan apa yang dirasakan Melodi. Tanpa berkata apapun, Mbok Ani memeluk Melodi dengan erat. Dia tau gadis tersebut tengah dalam keadaan tidak baik-baik saja dan mencoba tetap kuat agar tidak terlihat lemah.
Melodi tidak bersuara apapun atas perlakukan Mbok Ani. Tapi Melodi membalas pelukan Mbok Ani dengan tak kalah eratnya. Tidak ada yang dia ucapkan. Namun kaca penampungan air di kedua kelopak matanya tidak tertampung lagi. Air mata yang ditampung nya dari awal acara pecah tak terbendung. Tidak ada suara dalam tangisnya, hanya air mata yang keluar. Dia hanya mampu menangis dalam diam.
"Mbok, Melodi ada salah ya sama mereka?"Ungkap Melodi sambil berusaha menahan getaran dalam suara yang ia keluarkan.
"Engga Non. Non Melodi sama sekali gak ada salah."Mbok Ani berusaha menenangkan Melodi yang sudah dia anggap seperti anaknya sendiri.Mengelus punggung Melodi dengan hangat seolah menyalurkan kekuatan lewat dekapan tersebut.
"Tapi kenapa Mamah dan Papah gak dateng mbok.Melodi udah berusaha biar mereka bangga. Berarti mereka belum bangga ya Mbok sama Melodi?" Tidak ada sautan dari Mbok Ani. Hanya dekapan yang semakin erat Melodi rasakan. Ah, nampaknya benar. Batinnya bersautan menyuarakan apa yang ia katakan. Mamah dan papahnya pasti malu untuk menghadiri penghargaan yang hanya bisa ia raih di juara tiga. Dia bukan adiknya yang bisa menjadi pertama di banyak hal.
KAMU SEDANG MEMBACA
MELODI Yang Memilukan
Fantasy"Melodi memang bukan anak yang bisa memberikan banyak prestasi kepada mamah dan papah. Tapi bolehkah sedikit saja untuk menorehkan kebahagiaan kecil untuk Melodi. Hanya sedikit,tidak lebih. Setelah itu Melodi janji, Melodi akan terbang tinggi. Hingg...